Body Image, So-Called Diet, and Acceptance
Masuk SMP, kayaknya makin insecure aja sama badan dan penampilan ini. Jujur aku merasakan dianggap nggak cantik waktu SMP apalagi pas ketauan naksir cowok populer. Beuh, dahla. Zaman itu lagi musim rok sekolah itu dipake hipster dan di atas lutut. Dengan pinggul yang terbilang lebar, jelas nggak bisa. Yak akhirnya nggak ikut tren dan bisa jadi memang itu yang terbaik karena aturan seragam sekolah kan nggak begitu. Hahaha.
Waktu SMA alhamdulillah nggak mikirin banget body image. Sungguh aku merasa masa SMA adalah terdabest. Okelah kalau nilai nggak bagus-bagus amat (maap nih Fisika susah bener) tapi lingkungannya sungguh suportif. Aku pribadi pun fokus aja sama sekolah dan OSIS. Masalah penampilan never be a problem.
Masuk kuliah, kerja, sampai kayaknya awal 2019, aku masih merasa aku gendut. Iya, gendut. Gede. Berat. Berlemak. You name it. Dan nggak merasa pede. Entah mungkin aku nggak pernah ngomong sama orang lain atau gimana bahwa perasaan gendut ini bikin nggak pede juga. Jadi nggak pernah ada yang bilang bahwa my body is okay and I'm okay.
Hanya satu kali kayaknya waktu 2017 atau 2018 gitu, Bintang pernah bilang bahwa bentuk badanku bagus. Terima kasih Star, such a supportive friends!
But still. Dulu kayaknya belum ada body campaign yang bilang bahwa every size matters, every colors important, let's appreciate your shape, be grateful. But also okay to be the best version of yourself (in this note, to do workout so you get shaper or healthier is also good). Kayaknya masih terbentuk bahwa cantik itu harus:
- Kurus
- Putih
- Rambut panjang
- Rambut lurus
Which is aku pikir saat itu aku cuma punya 1. Rambut panjang. Like I said before, aku nggak kurus. Aku nggak putih, sawo matang lah. Dan nggak lurus. Rambutku ngembaaaaaang banget sampe bingung mau diapain kok jadi kayak genderuwo. Yeah, I've been through that nickname too. Bahkan pas SMP minta direbonding (lagi happening banget waktu itu) dan sewaktu tumbuh bentuknya jadi aneh dan setelah obatnya habis alias rambutnya dipotong, it all comes back to where my hair used to be.
Sekitar 2019 aku mulai mengapresiasi, really appreciate my shape. Ada kejadian tertentu yang aku nggak akan bilang tapi kupikir itu bener-bener THE MOMENT di mana aku yakin bahwa what I have is okay. Bentuk badanku baik-baik saja. Wajahku baik-baik saja. Rambutku baik-baik saja.
I know bahwa kampanye inklusifitas termasuk untuk perempuan ini sangat penting. Beberapa tahun terakhir tren kecantikan perempuan bergeser. Bukan hanya yang kusebutkan di atas, namun bagaimanapun tampilanmu, you are good. You are fine. You are appreciated. Tapi memang bahwa apresiasi terhadap diri ini bener-bener harus datang dari dalam diri kita sendiri. Bagaimanapun orang bilang bahwa kamu baik-baik saja, selama kamu merasa kamu nggak baik-baik saja, it will never be over. Nggak akan abis insecure kamu. Nggak akan abis usaha untuk ini itu yang mungkin malah bisa berbalik merugikan (in extreme condition).
Lho kok aku berkaca-kaca nulisnya.
So yeah, I do appreciate myself. I love myself.
Tapi nggak berhenti di situ.
Bukan berarti aku menerima bentuk badanku yang triangle shape (Kim K, Kylie Jenner has this shape of body and they are proud. Inspiring!) maka aku nggak ngapa-ngapain.
![]() |
fashiodigestlondon.com |
Stylecraze.com |
Apalagi setelah Lebaran 2020. Mungkin stress karena pertama serangan COVID, Lebaran nggak bisa pulang. Jadi berat badanku lompat sampe TUJUH KILO dari biasanya. Ebuset. Dan itu berasa berat. Napas susah. Baju nggak muat. Tingkat lemak tinggi. Dan ini jadi trigger.
Bukan trigger untuk insecure sama badan lagi ya. Tapi trigger untuk, helo, ayo hidup sehat yok, balikin lagi beratnya sampe BMI bilang normal. Ya karena dengan tambahan TUJUH KILO BMI tentu overweight dong. Tinggi aku 'cuma' 160.
Tapi aku juga anaknya suka makan. Huhu.
Terinspirasi dari Kotobuki Ran di komik GALS! mungkin ada yang baca. Dia itu suka banget makan (apalagi kalau ditraktir Rei dan Nomor 2), tapi buat jaga kesehatan dan bentuk badannya, jadi dia olahraganya juga ekstra.
Nah begitu. Jadi gimana caranya supaya aku bisa masuk kategori Normal, hidup sehat, baik-baik aja? Olahraga.
Potong hingga saat post ini ditulis. Tujuh kilo itu udah ilang lagi. Bahkan sudah turun 1-2 kilo lagi. Tapi untuk sampe berat badan ideal masih ada 3 kilo yang harus dikurangi. Aku sedang olahraga rutin tiap hari setidaknya 30 menit dance/aerobic workout karena aku merasa lebih nyaman dengan itu. Juga sejak bulan Juni mulai tambah workout yang fokus ke upper body, abs, dan lower body.
Soal makan, aku ninggalin nasi putih dan ganti jadi nasi merah atau nasi item (truth be told, bulan Juli ini beberapa kali makan nasi putih sih. Perut sempet nolak tapi kurasa dia juga kangen). Masih makan malem kalau emang laper. Masih ngemil kalau emang pengen. Tapi nggak sampe yang ngunyaaaahh teroooossss. Calorie deficit ini pengaruh banget.
Selama proses so-called-diet ini aku jadi sadar bahwa badan aku ya memang gede. Badan aku yang bentuknya memang seperti yang aku sebutkan di atas ya begini. Nggak akan bisa sekurus Lisa Blackpink atau Sooyoung SNSD. So I try to accept it and the best version of myself. Ya termasuk workout, termasuk dandan, dan banyak lagi.
Sekarang setiap liat cermin bukannya ngeluh "ya ampun gue gendut banget". Tapi ganti jadi "oke, I'm good. I'm fine. I'm sexy. I need to train more on this part."
In the end of this post, my conclusion are:
- I have experienced insecurity of body image during school years
- Acceptance about ourself is needed. By ourself first and supported by the environment
- Do workout (your chosen workout) and pick carefully what comes into your mouth.
Semoga dimengerti oleh siapapun yang membaca post ini.
Bener-bener ditutup oleh post Inez Kristanti:
"Let's share love not hate."
Komentar