Miserable Fate - 2
Gladioulus
Cinta pada pandangan pertama
“Liv! Ini kandang kucing ngapain masih lo bawa-bawa?” Melissa mengangkat kandang kucing berwarna biru dengan pandangan heran.
“Isinya bukan kucing kok,” teriak Olivia dari arah kamar.
Adam menghampiri Mel dan keduanya ikut melongok ke dalam kandang tersebut. Adam tersenyum geli. Mel memutar bola matanya.
“Isinya buku. Pantesan berat,” Mel menaruh kandang itu ke lantai dan mengeluarkan isinya. Dalam hati Mel bersyukur karena Liv sudah tidak memelihara kucing lagi sejak Christina, kucing kesayangannya meninggal karena terlindas motor. Mel alergi kucing. Karena hal itu dia jadi jarang mengunjungi tempat Liv saat Liv masih senang memelihara Christina.
“Gue masih keep tempatnya karena gue inget sama Tina. Sekarang ternyata berguna buat angkut-angkut barang,” Liv keluar dari kamar untuk melihat benda mana lagi yang bisa dia taruh dan rapikan ke dalam kamar.
“Nih, baju lo,” Adam mengulurkan kotak lainnya pada Liv. Dia sekilas melihat isinya dan memilih untuk tidak membukanya lebih lebar. Sebenarnya kotak itu berisi pakaian dalam Liv.
“Thanks, Dam.” Liv menerima kotak tersebut lalu teringat sesuatu. “Eh sepi banget ya.”
“Lo pindah ke apartemen ya iya sepi. Dikata di kosan kemaren, kamar lo sebelah lapangan komplek,” celetuk Mel.
“Makanya,” Liv menyimpan kotak dengan asal di kamarnya lalu membawa keluar speaker bluetooth. “Setel musik dong!”
“Bagussss!” Melissa bertepuk tangan sementara Adam hanya menggeleng melihat kelakuan kedua sahabat perempuannya. Daripada ikut sibuk memilih lagu apa yang akan dinyalakan dan membuat telinganya berdenging, Adam memilih menata buku dan souvenir milik Liv ke rak di atas TV.
Adam bisa mendengar kedua sahabatnya ini berdebat antara memutar lagu Ed Sheeran ataupun Sam Smith. Dalam hati, Adam sendiri lebih memilih untuk menyetel lagu Alan Walker atau mungkin Calvin Harris tanpa pikir panjang tapi Adam tidak berminat untuk bertengkar. Tidak ada yang menang antara Liv dan Mel sehingga saat ini yang terdengar di seisi apartemen baru Liv adalah lagu dari Selena Gomez.
“Don’t start thinking about Selena Gomez sexy bod, you!” Mel menghampiri Adam lalu menjentikkan jari di keningnya.
“Hey, its not my fault she’s so damn cute!” Adam memegang keningnya.
Liv tertawa dan lanjut menyanyikan lagu dengan nada melengking yang sama sekali tidak merdu. Berduet dengan Mel, mereka memekikkan nada-nada tinggi dan bergerak penuh penghayatan. Adam bergegas kabur ke sisi lain apartemen dan membereskan barang di bagian situ.
“Sorry,”
Liv dan Mel tidak mendengar suara orang yang mengetuk di ambang pintu yang terbuka. Mereka terlalu asyik menyanyi dan bertingkah seolah-olah mereka ada di atas panggung. Suara speaker yang kencang sekaligus cara menyanyi mereka berdua yang seakan dunia milik berdua membuat laki-laki di ambang pintu itu semakin kesal.
Dug dug!
Liv dan Mel langsung menoleh ke arah pintu. Liv segera mengecilkan volume. Mel yang berada paling dekat ke pintu segera menghampiri laki-laki itu. Dia tampak marah.
“Halo, ada yang bisa dibantu?” tanya Mel dengan ceria. Pura-pura tidak tahu bahwa orang di hadapannya mungkin sedang kesal setengah mati.
“Gue lihat kalian kayaknya orang baru di sini,” katanya.
Liv, sebagai penghuni baru, menghampiri orang itu melewati Mel. “Halo, gue Olivia. Baru pindah ke sini hari ini. Salam kenal.” Liv mengulurkan tangan.
Laki-laki itu memandang Liv dengan tatapan antara kesal dan tidak percaya. Dia tidak menyambut jabatan tangan Liv. Ditatapnya Liv selama beberapa saat sampai Liv dan Mel berpandangan dengan canggung.
“Kalian harus tahu bahwa tinggal di apartemen tidak se-anti sosial kelihatannya. Suara musik dan suara kalian sendiri…” Laki-laki itu diam sebentar. “Ganggu. Jadi tolong berhenti nyanyi, apalagi dengan pintu terbuka lebar.”
Liv sudah membuka mulutnya untuk membantah kata-kata orang itu tapi Mel mengangkat tangannya. “Maaf banget ya Mas. Maklum, biasa kita tinggal di kos-kosan yang pada gila semua isinya.”
Liv memandang Mel dengan tidak percaya. Bisa-bisanya dia mengatakan dirinya dan teman-teman kos lamanya sebagai orang gila. Liv memelototi Mel tapi tidak berkata apa-apa.
“Dan kalau kalian masih pakai baju kayak gitu, gue nggak akan ragu-ragu untuk laporan ke pengurus apartemen,” kata orang itu lagi sebelum berbalik dan meninggalkan Liv dan Mel.
Kedua perempuan ini berpandangan. Memperhatikan pakaian mereka masing-masing. Rasanya tidak ada yang salah dengan pakaian mereka. Mereka mengenakan tank top dan celana pendek. Setidaknya menurut Mel dan Liv, pakaian ini baik-baik saja.
Mel menutup pintu selepas laki-laki itu pergi.
“Dasar katro!” seru Liv begitu pintu tertutup.
“Aneh banget emang,” timpal Mel, setuju.
“Baju gue baik-baik aja. Lagian gue di rumah gue sendiri. Kenapa sih dia? Nggak pernah liat cewek pake baju tipis begini?” Liv menggerutu lalu kembali ke dalam sambil berjingkat diantara tumpukan kardus.
“Kalau diliat dari penampilannya sih kayaknya emang nggak pernah liat cewek seksi, Liv,” kata Mel.
Liv tertawa. “Keliatan sih dari mukanya. Rambut berantakan, kacamata tebel, kaos seadanya. Huh apa sih kerjaannya dia. Cuma ngomelin orang doang gue rasa.”
“Yah. Tau tetangga lo bentukannya macam gitu, mending lo jaga-jaga deh. Jangan bikin dia ngamuk. Males aja gitu berantemnya. Kayak, lo bener juga pasti ada aja yang dianggap salah,” Mel mengangkat bahu.
“Iya gue tahu. Terus lagian kayaknya dia sombong banget deh. Gue ngajak kenalan aja nggak ditanggepin,” Liv mendengus.
“Semoga besok-besok lo nggak harus sering ketemu dia,” Mel berdoa.
“Semoga ya,” Liv mengangkat bahu.
“Eh, gue pesenin McD buat kita,” Adam muncul kembali tiba-tiba.
“Wah Adam the best!” seru Liv dan Mel bersamaan.
***
Liv membuka pintu apartemen untuk berangkat ke tempat bekerjanya hari ini. Ketika Liv sedang mengunci pintu dan menoleh ke sebelah kanan, tetangga sebelahnya sepertinya juga akan berangkat. Dia menyandang tas ransel besar di bahunya. Kacamatanya bertengger di hidung. Dia mengenakan jeans dengan kemeja. Mungkin dia menyadari Liv memperhatikannya karena kemudian dia menoleh.
“Pagi,” sapa Liv ramah.
Dia tidak menanggapi sapaan Liv dan langsung berjalan melewati Liv menuju ke arah lift.
“Judes amat,” celetuk Liv. Tidak berusaha mengecilkan volume suaranya. Matanya menyipit kesal saat melemparkan kalimat tersebut.
Laki-laki itu mendengar kata-kata Liv dan Liv tahu itu karena dia berhenti sejenak. Liv mengira dia akan berbalik dan membalas kata-kata Liv. Kenyataannya dia melanjutkan langkahnya dan bahkan berjalan lebih cepat. Liv menjulurkan lidahnya dan benar-benar berdoa kalau dia tidak akan perlu bertemu orang ini lagi. Biarlah dia menjadi penghuni yang anti sosial. Toh pekerjaannya saat ini sudah cukup membuatnya perlu bersosialisasi dengan pihak lain.
***
“Tumben telat, terlena sama tempat baru ya?” Crystal tertawa begitu Liv menghampirinya di tempat syuting.
Liv tertawa dan mengangkat bahu. “Sorry. Salah perhitungan. Gue kira bakal deket. Ternyata jauh. Anyway, gue perlu ketemu sama project leader. Ada bagian dari kontrak yang belum diselesaikan.”
“Tadi kayaknya ada di ruangan sana,” Crystal menunjuk pada sebuah rumah yang di dalamnya digunakan sebagai markas. “Sama Mas Weli kan?”
Liv mengangguk. “Ya udah. Gue ke sana dulu ya. Semua udah siap kan? Lo tinggal syuting?”
“Aman, Bu Manajer,” Crystal mengangkat jempolnya. Setelah itu dia dipanggil oleh salah satu Production Assistant untuk menuju tempat syuting video klip terbarunya.
Saat ini Liv bekerja sebagai Personal Manager dari Crystal Corporation. Label musik yang menaungi Crystal sebagai penyanyi. Karena fokus mereka hanya pada satu orang penyanyi, maka pekerjaan menjadi semakin mudah sekaligus menantang. Liv bisa dikatakan leader dalam setiap project yang dijalani oleh Crystal sebagai penyanyi utama mereka. Oleh karena itu Liv yang akan mencari klien, bertemu klien potensial, menentukan tawaran apa yang Liv terima, menentukan konsep citra diri bagi Crystal, dan lain sebagainya. Untuk kebutuhan di lapangan, Crystal memiliki roadman sendiri dan itu bukan Liv. Tidak heran jika Liv tidak selalu menemani Crystal ke manapun Crystal menyanyi. Peran Liv ada pada posisi strategis. Dia banyak berdiskusi dengan Jade, kakak Crystal yang sekaligus CEO dari Crystal Corp.
“Mas Weli! Hai!” sapa Liv pada seorang laki-laki berusia 30-an yang terlihat sibuk dengan HT.
“Hei, Liv. Baru keliatan,” sapa Mas Weli dan menjabat tangan Liv. “Mau ngomongin kontrak kan? Gue ngobrol dulu sama tim gue soal hal lain ya. Bentar aja. Setelah itu kita ngobrol. Oke?”
Liv mengangguk dan memilih untuk duduk di salah satu tempat duduk yang disediakan. Tangannya refleks mencomot kue yang tersedia di toples. Lagipula dia belum sarapan apa pun pagi ini. Dia belum sempat membeli bahan makanan apapun dan terlalu lelah juga malas untuk memesan sarapan di apartemen. Lagipula pikirannya dipenuhi rencana syuting video klip kali ini. Video klip ini akan menjadi video klip pertama yang rilis untuk album baru Crystal. Jadi lebih baik video klip ini dibuat sebagus mungkin agar penjualan lagu bisa naik. Lebih penting lagi, Crystal dapat meraih penghargaan agar dia semakin dikenal di tanah air. Sehingga tahun depan, rencananya untuk go international dengan cara berkolaborasi dengan penyanyi luar negeri dapat terealisasi. Itu adalah target yang diberikan Jade padanya dengan imbalan kenaikan gaji yang signifikan sehingga Liv bisa pindah ke apartemen yang baru dia tempati 1 hari. Jika dia gagal, Jade akan memotong gajinya 25% dan Liv tidak mau itu.
Sembari menunggu Mas Weli menyelesaikan urusannya, Liv memperhatikan Crystal yang mulai syuting. Seperti biasa, dia terlihat penuh energi dan penuh tawa. Imej lagu ceria seperti ini amat cocok dengan kepribadian aslinya sehingga Liv berharap masyarakat dapat melihat keunggulan dari lagu ini. Crystal bergerak dan menyanyi sesuai dengan suaranya yang sudah direkam lebih dulu. Liv bisa melihat sutradara tersenyum saat melihat Crystal yang begitu luwes. Crystal memang banyak disukai kru yang bekerja sama dengannya atas kepribadian yang menarik dan sikapnya yang ramah.
“Hei Liv. Gini, kita mau bahas soal overtime shooting fee,” Mas Weli berdiri di samping Liv.
“Eh iya Mas. Gimana ya soal itu…” Liv mengalihkan perhatiannya untuk fokus kembali bekerja.
***
Komentar