hak menyuarakan pendapat di lingkungan keluarga

kebanyakan orang terlalu sibuk mlelakukan kewajiban sampai kadang melupakan apa hak yang harus ia dapatkan. sebagian lainnya sibuk menuntut hak tanpa melakukan kewajiban secara layak. bagi mereka yang berpikiran lurus dan mengerti, tentu akan memilih melakukan kewajiban kemudian menuntut hak sesuai dengan kewajiban apa yang telah mereka lakukan. dalam kehidupan kita sehari-hari, hak dan kewajiban berjalan beriringan sesuai dengan apa yang kita lakukan.
banyak artikel ataupun perlombaan sibuk menyerukan kewajiban apa yang sebaiknya kita lakukan. meskipun tidak secara gamblang menjelaskan, namun secara tidak langsung mengatakan bahwa seseorang seharusnya melakukan A, B, C, hingga Z, untuk mewujudkan peradaban dan kehidupan manusia yang sejahtera. lantas ketika kewajiban kita ditunaikan, apakah hak yang kita dapatkan juga muncul di waktu yang sama?
dalam lingkungan terkecil kehidupan sosial, yaitu keluarga. sering kali seorang anak (usia berapapun, selama masih ada ayah atau ibu, maka ia akan tetap disebut anak) melupakan atau terpaksa melupakan apa yang menjadi haknya. hal yang terkecil adalah hak untuk berpendapat. secara tidak sadar kadang seorang yang lebih muda dalam keluarga tidak memiliki kebebasan untuk berpendapat, menentukan kemana arah bergeraknya keluarga. apa yang ingin dilakukan oleh keluarga. bagaimana penyelesaian terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama-sama. padahal hak untuk berpendapat itu penting karena dapat membuat seseorang merasa dihargai. terlebih jika pendapat yang dikemukakannya mendapat persetujuan keluarga.
dalam lingkup yang lebih besar, hak untuk mengemukakan pendapat tercermin dalam hak seseorang menentukan arah hidupnya sendiri. sangat disayangkan ketika orang tua terlalu memaksakan kehendaknya kepada anak. menentukan dimana sang anak harus berkuliah, menentukan dengan siapa sang anak harus menikah, dan hal-hal lain yang sesungguhnya krusial dan dapat ditentukan secara bersama-sama.
jika dan hanya jika si anak menyetujui untuk mengikuti permintaan orang tuanya secara ikhlas, maka semuanya akan berjalan dengan baik. namun jika ada perasaan terpaksa maka ada kemungkinan yang bersangkutan melaksanakannya tidak dengan keikhlasan. lebih buruk lagi, jika sang anak menolak dan kemudian melakukan pemberontakan dalam keluarga atau kadang-kadang, melakukan bunuh diri.
apa yang harus kita soroti disini adalah mengenai hak seseorang untuk menentukan apa yang ia inginkan, dalam lingkup terkecil kehidupan sosial manusia: keluarga. dengan menentukan jalur hidupnya sendiri maka ia harus siap dengan segala konsekuensi dari pilihannya tersebut. apalagi bagi seorang pemuda. ketika ia memilih suatu keputusan maka apapun yang ia hadapi seharusnya bisa membuat ia bertahan dan semakin mendewasakan dirinya. ia juga pasti memiliki tujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi diri dan keluarga.
tujuan besar yang ia pilih kemudian dielaborasikan dalam berbagai cara sesuai dengan jalur yang ia pilih. tentunya jalan yang ia pilih pun akan bersinggungan dengan banyak hal, diantaranya kesejahteraan orang banyak (pembangunan sosial dalam lingkup yang lebih besar).
menjadi seorang pendidik, entrepreneur, pejabat negara, artis, ataupun profesi lainnya akan bersinggungan dan bermanfaat bagi kehidupan bernegara yang akhirnya dapat mensejahterakan orang banyak namun tetap mengarah kepada goal yang dimiliki masing-masing individu. 
jika tujuan untuk mencapai kesejahteraan orang banyak itu dapat tercapai dengan memberikan manfaat bagi orang banyak, tentu itu sangat baik. perlu diingat bahwa semua itu juga bermula dari lingkungan kecil, yaitu keluarga, yang mampu memberikan kebebasan berpendapat dan memberi hak kepada sang anak secara tepat. maka mulailah untuk mengatur porsi hak dan kewajiban anak dalam rumah agar ia tumbuh dengan karakter yang kuat, tujuan yang jelas, dan cara-cara pencapaian tujuan yang baik dan bermanfaat. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq

cumlaude dan IPK tertinggi

mimpi mimi apa?