My Night-Geeky-Knight
"Tia, nanti sore bisa meeting? kita belum sempat bahas soal project Payment Effectiveness itu padahal udah 2 minggu sejak Bu Ulfa bahas tentang ini di meeting," suara Pak Burhan terdengar jelas dan nyaring melalui sambungan telepon internal ini. Tatia menghela nafas tanpa suara. padahal hari ini ia punya setumpuk hal yang harus dikerjakan. laporan penjualan dan pengeluaran cabang yang harus ia selesaikan. jika ia menyanggupi permintaan Pak Burhan untuk meeting, berarti semua laporan itu harus ia tunda setelahnya. artinya, Tatia harus lembur lagi hari ini.
"Bisa Pak, kira-kira jam berapa?" Tatia menyanggupi, mengecek daftar things-to-do-nya hari ini.
"Jam 4 aja. ruang meeting-nya kamu yang tentukan ya. jangan lupa ajak Tim Finance dan Marketing juga," lanjut Pak Burhan. Tatia langsung menggerakkan mouse, mencari ruang meeting mana yang bisa dipakai untuk meeting dadakan ini.
"Siap Pak. di ruang meeting nomor 5 ya Pak. undangan meetingnya akan segera saya kirim." Tatia mengklik tombol untuk memesan ruang meeting, jari-jarinya langsung bergerak lincah mengirimkan undangan meeting ke pihak-pihak terkait. sekarang sudah pukul 1, harus segera gerak cepat jika ingin orang-orang terkait itu bisa ikut serta. Tatia agak jengkel juga karena ia sudah meminta bantuan Pak Burha dan Tim IT-nya untuk mulai mengerjakan project ini namun belum ada respon. sekarang tiba-tiba saja ada undangan mendadak. Kalau tidak ingat Bu Ulfa, sang Direktur Keuangan sudah memberikan tugas ini langsung kepadanya (bahkan tanpa melalui Kepala Divisi Accounting!), Tatia tidak akan serepot ini.
setelah selesai shalat Ashar, Tatia membereskan meja dan menyiapkan bahan untuk meeting project barunya ini. ia membawa serta laptopnya dan keluar dari ruangannya. memberi pesan pada Irsa, adminnya bahwa ia ada meeting hingga (mungkin, tapi semoga tidak) jam kantor usai. ruang meeting nomor 5 dibuka Tatia dengan pundaknya. ia kira belum ada siapa-siapa disitu tetapi ternyata ia salah, sudah ada seorang yang sedang sibuk mengetik dengan laptopnya. Tatia tidak mengenal siapa orang itu, padahal dari semua yang diundang meeting hari ini, ia kenal.
"halo," sapa Tatia.
pria itu mendongak. dari tampilannya, sepertinya ia bukan staf biasa, ditambah dengan kacamatanya dia malah terlihat lebih intelek. tampan dan intelek, oke, Tatia mengakui. saat menyadari Tatia sudah di ruang meeting, ia segera berdiri dan mengulurkan tangan.
"Rendra. Pak Burhan mendadak dipanggil untuk bertemu direktur jadi ia meminta saya untuk mewakili dia bertemu Bu Tatia," sahutnya sambil menjabat tangan Tatia. Tatia sendiri langsung sedikit cemberut saat ia dipanggil Bu.
"Tatia saja. saya belum menikah kok," balas Tatia, menyunggingkan sedikit senyum lalu meletakkan barang bawaannya di meja dan duduk tepat di depan Rendra. "saya belum pernah ketemu dengan Pak Rendra sebelumnya."
Rendra ikut duduk di kursinya. "Rendra saja, saya juga belum menikah. Saya salah satu manager Pak Burhan. project ini memang akan tim saya yang mengerjakan."
Tatia mengangguk tanpa suara. sebelum mereka berdua sempat bicara apapun, pintu ruang meeting terbuka dan masuklah Hari dari Divisi Finance bersama Indy dari Marketing. mereka sedang bercanda sepertinya, karena saat mereka masuk, masih terlihat seperti selesai tertawa. kedua orang ini termasuk orang-orang menyenangkan yang Tatia kenal. jadi Tatia langsung bergabung dalam pembicaraan mereka. sementara itu Rendra hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya. setelah asyik basa-basi, Tatia memulai meetingnya.
***
"Permisi, Bu Tatia," seseorang mengetuk pintu ruangan Tatia yang terbuka dan melongok ke dalam.
"ya?" sahut Tatia. "silakan duduk," Tatia menunjuk kursi tamu, tersenyum dan menghentikan pekerjaannya.
"saya diminta kirim ini oleh Pak Rendra. untuk dicek oleh Bu Tatia sebagai bahan pembuatan sistem Payment Effectiveness-nya," Perempuan itu mengulurkan sebundel kertas yang distapler di meja Tatia.
Tatia mengambil kertas-kertas tersebut dan mulai membacanya sekilas.
"oke, nanti saya kasih feedback dan kabari Pak Rendra. ada lagi?"
"kalau bisa feedbacknya paling lambat besok Bu. karena kata Pak Rendra, dia mau mulai mengerjakan rancangan awalnya besok juga," lanjut tamu Tatia itu.
Tatia berjengit. besok? kertas setebal 1 senti harus ia baca dan beri feedback besok? sementara ia masih harus mereview beberapa angka dan bahan presentasi anak magang di divisinya. tapi Tatia tidak mengenal kata 'tidak bisa'.
"saya usahakan. besok maksimal jam berapa?"
"jam berapapun boleh Bu," sahut sang anak buah Rendra sambil mengangguk.
"jam 10 malam gak masalah?" Tatia bermaksud bercanda.
"gak apa-apa. Pak Rendra biasa pulang malam kok Bu," jawab perempuan itu bahkan sambil tersenyum.
"wow, hmm, saya usahakan besok jam 1 siang sudah mengabari kalian ya," kalian disini maksudnya Pak Rendra dan timnya.
"mantap Bu. terima kasih. kalau ada yang mau ditanyakan, bisa langsung hubungi Pak Rendra atau saya saja. nama saya ada ditulis di Post-IT," dia menunjuk bundel kertas yang masih dipegang oleh Tatia. tertulis nama Vera dengan nomor extensionnya.
"Thanks Vera," sahut Tatia sambil tersenyum lagi. Vera mengangguk dan undur diri.
***
setelah pulang jam 10 malam karena mereview isi presentasi anak magang yang cukup keras kepala, Tatia baru bisa membaca dokumen dari Rendra di taksi menuju apartemennya. ia memberi tanda pada bagian-bagian seputar alur pembayaran, pihak-pihak yang terkait, data yang dibutuhkan, dan desain yang seharusnya eye-catchy. keesokan harinya, setelah selesai makan siang bersama timnya dan shalat dzuhur, Tatia melangkah menuju lantai 29, menuju tim IT.
Tatia jarang menuju lantai IT. ia dan timnya banyak berinteraksi dengan tim IT tapi biasanya staff-staff yang mengerjakan. hanya karena ini project dari Bu Ulfa (lagi-lagi Tatia mengingatkan dirinya) sehingga ia harus melaksanakan semuanya oleh dirinya sendiri. Tatia menemukan ruangan bertuliskan Rendra Putra Sanada dalam keadaan tertutup. Tatia mengetuk, tapi saat ia mengintip melalui celah kaca, Tatia berhenti. ternyata Rendra sedang shalat. kacamatanya dibuka dan, Tatia menelan ludah, ia terlihat sangat berbeda.
sembari menunggu Rendra selesai shalat, Tatia mondar-mandir di depan ruangan Rendra, beberapa staff memperhatikannya dan tersenyum. Tatia balas tersenyum. lama kelamaan ia merasa mati gaya jadi ia berbalik menghadap pintu ruang Rendra, tepat saat Rendra membuka pintu sambil mengenakan kacamatanya.
"hai!" sapa Tatia dengan kadar ceria berlebihan. ia langsung menyesali tindakannya karena terlihat terlalu excited melihat Rendra.
"mau feedback dokumen kemarin ya?" tanya Rendra to the point. Tatia mengangguk. "masuk."
Rendra duduk di kursinya dan Tatia duduk di kursi di hadapan Rendra dengan gaya seanggun mungkin. Rendra menyingkirkan laptop sehingga di meja tersedia ruang cukup luas untuk mereka membaca dokumen bersama. selama satu setengah jam berikutnya Tatia menikmati pembahasan mereka (yang disela oleh beberapa orang namun Tatia senang-senang saja), apalagi hidung mancung dari lawan bicaranya dan wangi parfum Bvlgari yang dipakai.
***
"Bu Tatia," sebut Rendra, saat mereka meeting lanjutan, dihadiri oleh tim Rendra maupun Tatia. Tatia mengangkat alis saat Rendra memanggilnya 'bu' tapi Rendra menggeleng sedikit dan melirik ke arah para staff mereka sehingga mau tidak mau Tatia mengiyakan dipanggil bu. "ini layout yang sudah saya dan tim kerjakan, berdasarkan feedback yang ibu berikan pekan lalu. sebelumnya juga saya sudah memperlihatkan desainnya ke ibu tapi menurut ibu, tim Accounting lainnya juga perlu tahu."
Tatia mengangguk, ia yang duduk di sebelah Rendra lalu memandang timnya. "kalau dari saya feedbacknya tambahannya cuma soal font huruf aja, lainnya udah oke sesuai permintaan saya. dari yang lain mungkin ada yang mau menambahkan?"
staf-staf Tatia langsung mengecek layar, memperhatikan lebih detil tampilan awal sistem Payment Effectiveness yang dikerjakan tim Rendra. mereka banyak bertanya dan dijawab dengan sabar oleh tim Rendra. akhirnya Sena, salah satu star people di tim Tatia mengemukakan bahwa sistemnya sudah cocok dengan kebutuhan mereka.
"kalau begitu, mulai besok saya minta bantuan dari Bu Tatia dan tim untuk mencoba sistem ini sebelum kita launch dan gunakan," Rendra menutup sistem tersebut dan mematikan laptopnya.
"siapa yang akan incharge dari tim Pak Rendra untuk trialnya?" Tatia memandang partner kerjanya. sedikit berharap Rendra akan menjawab bahwa ia yang akan bertanggungjawab. Rendra diam, memandang Tatia dalam. Tatia menunggu sambil deg-degan. berharap tak ada satupun di ruangan ini yang paham arti tatapan keduanya.
"saya dan Kevin," Rendra menunjuk salah seorang yang duduk tidak jauh darinya. Tatia mengikuti arah tangan Rendra dan melihat seseorang yang sangat kutu buku sedang mengangguk dan memandang kepadanya. "dari Accounting?"
"saya, Sena, dan Jihan," Tatia menunjuk timnya. Sena dan Jihan mengangguk. "kalau saya berhalangan, akan ada Sena dan Jihan yang in charge."
Rendra mengangguk. meeting ditutup dan mereka semua kembali ke tempatnya masing-masing. Kevin sengaja keluar paling akhir, setelah memberi isyarat pada Sena yang sudah ia kenal sejak lama.
"itu sistem bos gue yang ngerjain sendiri tuh," kata Kevin sambil nyengir jahil. sena ikut menyeringai.
"biar bisa ketemu bos gue terus ya?" balas Sena.
"yoi men. akhirnya bos gue bisa liat cewe, ga cuma coding," Kevin tertawa. ikut senang melihat bosnya jadi lebih perhatian pada hal lain. Sena merangkul pundak Kevin.
"gue juga bro. seneng kalau liat bos gue akhirnya suka cowo. udah kelamaan dia ngadepin angka doang,"
***
targetnya adalah sistem ini sudah mulai bisa dikerjakan untuk semua transaksi pembelian di bulan September. sistem ini membuat alur pembayaran untuk berbagai jenis transaksi perusahaan, baik itu pembelian barang dari konsumen ataupun pembelian kebutuhan perusahaan, menjadi lebih singkat tanpa perlu alur berbelit-belit. maka dari itu, Tatia dan Rendra bekerja keras bahkan sampai lembur demi memastikan sistemnya bisa berjalan dengan sempurna.
satu minggu sebelum batas waktu, Tatia, Rendra, Sena, Kevin, dan Jihan sudah sama-sama lelah di ruang meeting. kabel dan dokumen berserakan di sekitar mereka tapi mereka semua terlihat senang. sistem Payment effectiveness sudah rampung (menurut mereka) dan tinggal dipresentasikan di depan para direktur.
"cuma dua bulan. wow," Kevin menggeleng tak percaya. Rendra menepuk pundak orang kepercayaannya.
"memang biasanya bikin sistem berapa lama?" tanya Jihan dari sebrang Kevin.
"6 bulan bisa," jawab Kevin, lalu mengambil air mineral dan meneguknya.
mendengar itu, Tatia dan Sena berpandangan lalu bertepuk tangan. "luar biasa tim IT kita ini," sahut Tatia.
wajah Rendra bersemu merah lalu segera kembali ke warna asalnya.
"kalau gak ada apa-apa lagi, kita pulang yuk. istri saya udah nunggu di rumah," sahut Sena malu-malu. Rendra mengangguk, begitu pula Tatia. mereka mulai merapikan barang-barang.
Sena, Kevin, dan Jihan pamit terlebih dahulu. menyisakan Rendra yang masih membereskan dokumen dan Tatia yang sengaja berlama-lama. setelah sadar bahwa ruangan sudah beres dan Tatia masih disitu, Rendra mendongak.
"belum pulang?" tanya Rendra.
Tatia menggeleng. ia berdiri bersandar pada salah satu kursi sambil memeluk laptop dan dokumen.
"pulang pakai apa?" tanya Rendra lagi.
Tatia pura-pura berpikir lalu mengangkat bahu. Rendra menelan ludah lalu memberanikan diri.
"saya antar pulangnya," Tatia tersenyum lebar dan mengangguk. sekali lagi wajah Rendra bersemu merah. "tapi temani saya makan dulu."
seiring dengan wajah Rendra yang semakin memerah, semakin lebar pula senyum Tatia.
***
Tatia dan Rendra melakukan presentasi di depan para direktur dan atasan masing-masing mengenai sistem baru ini. presentasi yang singkat, padat, dan jelas. para direktur setuju dan sistem ini siap diluncurkan bulan depan. masih akan ada hal-hal yang perlu disesuaikan dan disosialisasikan kepada berbagai pihak. tapi pada intinya project Payment Effectiveness ini sudah selesai.
di luar ruang meeting tempat mereka melakukan presentasi, Tatia bersandar di dinding. begitu pula Rendra. keduanya sedang menenangkan diri karena project besar ini sudah selesai.
"akhirnya selesai juga," bisik Tatia.
"ya," sahut Rendra dari sebelahnya.
"thanks ya," Tatia berbalik menghadap Rendra dan mengulurkan tangan sambil memasang senyum terbaiknya. make up ekstra yang ia kenakan demi presentasi tadi masih terpasang, sehingga ini membuat kepercayaan diri Tatia meningkat.
"sama-sama," pelan-pelan Rendra menjabat tangan Tatia dan tersenyum juga. mereka saling pandang, saling tersenyum, dan saling menggenggam tangan masing-masing, rasanya cukup lama sampai seorang office boy lewat di depan mereka. Tatia buru-buru menarik tangannya dan Rendra segera memasukkan tangannya ke saku. keduanya terlihat salah tingkah tapi Tatia menutupinya dengan terkikik pelan.
"kita harus syukuran," Tatia memulai pembicaraan lagi, saat mereka sedang menuju lift.
"ide bagus," balas Rendra.
"ajak semua tim mu yang terlibat di project ini ya. kita bakal makan malem bareng. malam ini juga!" Tatia menggerakkan badannya, kegirangan. ia tidak sabar mengabari timnya mengenai pencapaian ini. Rendra tampak sedikit bengong karena spontanitas Tatia. tapi ia mengangguk dan menyanggupi. satu hal yang Rendra pikirkan saat itu hanyalah, ia bisa bertemu lagi dengan Tatia.
***
makan malam di salah satu restoran bebek terkemuka di ibu kota itu dihadiri dengan suka cita oleh berbagai orang. Tatia tersenyum senang melihat anggota timnya begitu puas. makan malam ini juga dihadiri Pak Burhan, yang duduk diantara Rendra dan Tatia, memandangi para staff yang sibuk makan dan mengobrol.
"luar biasa memang kalau ngasih tugas ke kalian berdua. gak pernah mengecewakan," Pak Burhan menepuk pundak Rendra dan Tatia. Rendra mengangguk rendah hati dan Tatia sumringah.
"bapak kan baru sekali ini kerja bareng saya," Tatia menatap Bapak KAdiv IT ini.
Pak Burhan mengangkat bahu. "saya sering denger tentang kamu kok. bener ternyata apa kata orang."
"wah saya jadi enak nih," Tatia berusaha bercanda dan ditanggapi dengan tawa menggelegar Pak Burhan.
selesai makan malam, para staf pulang satu per satu. naik motor atau mobil masing-masing atau nebeng teman-temannya. Pak Burhan sudah pamit duluan. Tatia tidak membawa kendaraan sendiri. tadi ia naik mobil Sena. ia memang tidak berencana membawa kendaraan karena ia punya rencana lain.
"kamu akan pulang dengan saya lagi?" Rendra bertanya dari sampingnya. setelah motor terakhir meninggalkan tempat parkir.
Tatia mengangkat bahu, sok tidak peduli. "mungkin akan naik ojek aja," Tatia pura-pura menyipitkan mata dan memandang ke sekitar mereka, ceritanya mencari ojek.
"jangan," Rendra berseru. Tatia memandang rendra. "dengan saya saja."
"ooooke," Tatia menyanggupi.
mereka berjalan dalam diam menuju mobil Rendra. di balik punggung Rendra, Tatia tersenyum karena rencananya berhasil. perjalanan dihiasi pemandangan kota Jakarta di malam hari dan suara radio yang mengalun. Rendra sedang fokus menyetir sementara Tatia sedang menikmati kebersamaan mereka.
mobil Rendra sampai di tempat parkir apartemen Tatia. pertama kali Rendra mengantar Tatia pulang, kemarin, Tatia akan mengucapkan salam dan turun dari mobil. Rendra dan Tatia kemudian saling melambai dan Rendra akan memperhatikan sampai Tatia masuk ke lobby. tapi kali ini Tatia diam saja. ia melepas safety belt, memajukan tubuhnya, dan memandang Rendra. Rendra memandangi Tatia tanpa bicara.
"kamu tau gak, kamu itu, lebih ganteng tanpa kaca mata?" pelan-pelan Tatia mengulurkan tangan dan membuka kacamata Rendra. dengan hati-hati, Tatia meletakkan kacamata itu di dashboard. Rendra mengedip tapi selebihnya ia diam saja.
Tatia beringsut. tangannya terulur mengelilingi leher Rendra, Rendra pun perlahan menggerakkan kepalanya mendekati Tatia. Tatia memejamkan mata, lega karena rencana keduanya bersambut baik. Rendra menyentuhkan bibirnya ke bibir Tatia dan melingkarkan tangannya ke pinggang Tatia. Tatia membuka mulutnya, membiarkan Rendra mencoba lebih jauh. mereka saling bertautan selama beberapa lama. sampai keduanya merasa cukup, mereka pun melepaskan diri.
"ternyata, anak IT juga bisa kayak gini ya?" ucap Tatia setelah mereka selesai dan hanya saling pandang. Tatia bersandar ke jok dan memandangi Rendra yang wajahnya benar-benar merah sekarang.
Rendra tidak berkata apa-apa. dia mengambil kacamatanya lalu bersandar juga, tapi memandang ke depan. karena Rendra diam saja, Tatia mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Rendra. sempat Tatia kira Rendra akan menepis tapi ternyata Rendra diam saja.
"aku masuk dulu," Tatia memutuskan untuk masuk ke apartemennya karena Rendra tidak mengatakan apapun setelah interaksi intim mereka. Tatia sudah membuka pintu mobil saat tangannya ditarik oleh Rendra. Tatia menoleh.
"I can't," sahut Rendra, wajahnya terlihat serba salah. Tatia menutup kembali pintu mobil dan memandang Rendra.
"Pardon me?"
Rendra menggeleng. "Aku tidak bisa punya hubungan apa-apa denganmu,"
Tatia mengernyit. apa maksudnya Rendra ternyata homo?
"I love you Tatia, I do." kata-kata Rendra tersebut membuahkan senyum lebar dan rona di pipi Tatia. "tapi aku tidak bisa berhubungan denganmu, apapun bentuknya."
Tatia memiringkan kepala. tidak mengerti. Rendra melanjutkan. "kita tidak diijinkan punya hubungan spesial dengan rekan satu kantor."
Tatia menghela nafas. "itu kan mudah, kita pacaran aja. kalau kita mau nikah, salah satu dari kita tinggal keluar,"
"aku tahu kamu bukan tipe orang yang mau menyerahkan pekerjaanmu begitu saja. selain itu, sebentar lagi Pak Burhan akan pensiun. aku yang akan menggantikan dia. tidak mungkin aku keluar."
Tatia melongo. usia Rendra hanya terpaut 3 tahun dengannya. di usia 30 tahun Rendra sudah akan menjadi kepala divisi IT? wow. woooow.
"selain itu, aku juga tidak bisa berhubungan dengan siapapun di kantor," genggaman tangan Rendra kepada Tatia semakin erat.
"kamu sudah bilang tadi," balas Tatia. Rendra menggeleng berkali-kali.
"di kantor ada Suzi," Tatia mengingat-ngingat nama tersebut.
"anak CSR? yang rambutnya panjang dan bagus banget? kenapa dengan dia?"
Rendra mengangguk. "dia akan dijodohkan denganku."
Tatia membelalak. ia menarik tangannya dari Rendra dan langsung keluar dari mobil.
***
"i dont date taken man," Tatia mengulang kalimat itu. menekankan setiap kata-katanya pada Olga, sahabatnya. mereka sedang makan siang bersama di sela-sela acara belanja.
"masih akan kan sis?" Olga berkomentar sambil memandang Gordon Bleu yang sedang diirisnya.
"lo ngomong sama gue apa sama daging? lo juga ketularan virus online shop ya?" mata Tatia menyipit. Olga meletakkan garpu dan pisaunya.
"dia masih akan ditunangkan kan Ta? bukan udah tunangan?" kata Olga serius. Tatia lebih puas.
"sama aja. ujung-ujungnya dia bakal nikah ama cewe lain. menyebalkan," Tatia bersandar, melipat tangan di dada dan memandang keluar jendela. "kalau dia mau dijodohin sama cewe lain ngapain dia mau cium gue?"
"dia emang suka sama lo kali," Olga melanjutkan memoptong makanannya.
"emang cowo itu buaya ya. kemana-mana mau," Tatia mengunyah es dengan bunyi yang memekakkan telinga. Olga hanya menggeleng dan melanjutkan makan.
***
Senin pagi Tatia datang ke kantor dengan perasaan campur aduk. rutinitasnya kembali seperti biasa, tanpa ada meeting dengan IT untuk pembuatan sistem. saat lift akan ditutup, seseorang menyela sehingga pintu itu terbuka lagi. masuklah seorang gadis dengan ukuran badan lebih besar dari Tatia, dengan rambut hitam panjang dan halus. rona wajahnya menunjukkan ia baru berlari, mungkin mengejar lift agar tidak terlambat. dia menekan tombol lantai 26 dan berdiri diam. Tatia memperhatikan orang iatu dari kaca lift. sadar bahwa dirinya diperhatikan, ia balas memandang Tatia melalui kaca lalu mengangguk dan tersenyum. setelah itu ia mengeluarkan HP dan mengetik. Tatia menghela nafas. ini Suzi. orang yang diceritakan Rendra kemarin.
Tatia memasuki ruangan dan kaget melihat ada sebuket bunga di mejanya. ia buru-buru keluar dan menghampiri Irsa.
"Irsa, ini bunga dari siapa?"
"gak tau Bu. tadi ditaro di meja saya gara-gara ruangan ibu belum dibuka. setelah OB bukain, langsung saya kasih ke ibu. itu ada kartunya kok," Irsa menunjuk ke arah buket. Tatia baru menyadari adanya kartu berwarna salem.
"oh, thanks ya." Tatia masuk kembali ke ruangannya dan menutup pintu. pelan-pelan ia meletakkan bunga di meja dan mencabut kartunya. pelan-pelan ia membuka kartu tersebut dan... "so sorry for that night. can we make it up again? -R"
mengetahui siapa pengirimnya, Tatia mendengus. ia sudah hampir melempar bunga ke tong sampah tapi berhenti. sadar bahwa bisa-bisanya Rendra yang kaku itu melakukan hal romantis begini. jadilah Tatia meminta Irsa membawakan vas dan menaruh bunga tersebut.
***
Tatia menolak berinteraksi dengan Rendra selama seminggu berikutnya. Pekerjaan mereka juga tidak menuntut mereka untuk berinteraksi. Karena pada dasarnya Rendra pun tipe orang yang kaku terhadap perempuan, ia tidak melakukan apapun untuk memenangkan hati Tatia. Hubungan mereka mendingin sejak kejadian di mobil Rendra.
Tapi suatu hari dengan cuaca mendung dan suasana hati Tatia yang tidak karuan (you know, period), Tatia terpaksa bertemu lagi dengan Rendra. Hari itu saat pertama beberapa divisi menggunakan sistem Payment Effectiveness. Entah karena sosialisasi yang kurang ataupun kecerobohan, terjadi kesalahan transaksi yang hampir mengakibatkan kerugian perusahaan. Bu Ulfa langsung memanggil Tatia dan Rendra ke ruangannya.
Saat itu Rendra langsung bisa memperbaiki kesalahan transaksi tersebut dan membuat alurnya kembali jadi manual. Bu Ulfa pun sudah lega. Tapi pada dasarnya Tatia memang masih kesal pada Rendra, saat mereka sedang menunggu lift, Tatia mengeluarkan kemarahannya.
"Kamu kalau kerja yang bener dong Ren," Tatia memulai.
"Sorry?" Rendra berbalik memandang Tatia.
"Iya. Coba kalau kamu sosialisasi yang bener, pasti gak akan ada kesalahan kayak gini deh. Kalau udah salah gini, timku yang kesusahan," Tatia melipat tangan dan menyipit memandang Rendra.
"Kita kan sudah sepakat untuk bagi dua tugas sosialisasi. Divisi HRD yang tadi salah itu bagian tim Accounting untuk sosialisasi," Rendra menjawab setenang mungkin. Sadar bahwa Tatia tidak sedang dalam suasana hati yang baik.
"Sekarang kamu nyalahin aku dan timku?! Kan harusnya juga itu sistem bisa deteksi sejak dini berdasarkan pengajuan biaya yang diajukan sejak awal. Jadi kalau beda, pasti ketauan. Itu kan tugas IT!" Tatia meninggikan nada suaranya. Rendra berdiri dengan gelisah. Tidak enak karena dilihat orang yang lalu lalang.
"Sudahlah Tatia. Masalahnya juga kan sudah selesai," Rendra mendekat, mengulurkan tangan untuk menyentuh Tatia. Dengan cepat Tatia menangkis tangan Rendra sampai terdengat bunyi 'plak'.
"Tapi yang kayak gini gak akan terjadi kalau kamu lebih teliti!" Tatia masih emosi, nada suaranya masih tinggi bahkan sampai berteriak. Ia mengepalkan tangannya. Tidak peduli karyawan sampai staff memperhatikan dirinya.
Pintu lift terbuka, Rendra sadar bahwa Tatia tidak bisa ditenangkan begitu saja. Jadi ia memilih untuk segera masuk lift dan menutupnya. Meninggalkan Tatia.
"Rendra!" teriak Tatia pada pintu lift.
Karena itu, seisi kantor menganggap hubungan Tatia dan Rendra tidak baik.
***
Yang orang-orang tidak tahu, setelah pertengkaran keduanya siang itu, Rendra menghampiri Tatia saat jam menunjukkan pukul 9. Rendra tahu Tatia sedang lembur. Hanya ada Irsa yang menemani Tatia malam itu.
"Ngapain?" adalah kata-kata sapaan Tatia pada Rendra.
Rendra membuka kacamatanya, mengerjapkan matanya berkali-kali lalu memandang Tatia. Minus matanya hanya 2 dan 2,5. Jadi tanpa kacmata pun dia masih bisa melihat Tatia dengan cukup jelas. Malah Tatia yang terhenyak melihat Rendra membuka kacamatanya.
"Ayo pulang, sudah malam," singkat, begitulah kata-kata Rendra.
"Aku tau ini udah malam, Rendra," Tatia berbisik pelan lalu kembali menghadapi laptopnya. Sementara itu Rendra duduk di depan Tatia.
"Aku tunggu kamu sampai selesai,"
"Ngapain? Kamu gak dicariin Suzi?" Tanya Tatia dengan nada sarkastis, tanpa memandang Rendra.
"Nggak," jawab Rendra kalem.
Tatia memandang Rendra dengan tatapan sinis. Rendra tenang-tenang saja. Ia bersandar, menautkan jari-jarinya dan memandang Tatia.
"Kamu lagi datang bulan ya?" tanya Rendra spontan. Tatia langsung malu.
"Kok kamu nanya gitu sih?!"
"Kamu pakai kutek," Rendra menunjuk jemari Tatia. Langsung Tatia menurunkan tangannya. "Kalau iya, itu menjelaskan kenapa kamu galak sama aku hari ini."
"Memangnya kenapa kalau aku galak?"
"Gak apa-apa,"
Tatia mendengus. Perlahan ia angkat lagi tangannya, kembali melanjutkan pekerjaannya. Sadar bahwa Tatia tidak akan pulang dalam waktu dekat, Rendra mengeluarkan iPhone dan mengutak-atiknya.
Setengah jam berlalu, Tatia sudah mematikan dan menutup laptopnya. Dilihatnya Rendra masih asik memainkan iPhone nya. Tatia bangkit dan berdiri di samping Rendra, sengaja berdiri begitu dekat lalu melongok apa yang sedang dilakukan Rendra. Tatia berbisik tepat di telinga Rendra.
"Main apa sih?"
Rendra terlonjak. Ia memegangi dadanya tapi cepat-cepat ditenangkannya. "Clash of Clans," jawabnya.
Mulut Tatia membentuk huruf O, masih memperhatikan grafik yang bergerak-gerak. Dalam sekejap tiba-tiba Rendra mencium pipi Tatia. Tatia langsung melompat mundur.
"Rendra! Ini di kantor!" Tatia menoleh ke luar. Khawatir ada yang memergoki mereka.
"Makanya, pulang," kata Rendra dengan polos. Ia sudah menyimpan Clash of Clans ke saku celana dan sedang memandang Tatia dengan...lugu. Tatia seakan tersihir, ia mengangguk dan mengambil tasnya. Dalam diam mereka menuju mobil Rendra.
Lain dari biasanya, Rendra memarkirkan mobilnya di basement tempat para pemilik biasa memarkir mobilnya. Tatia memandangi Rendra keheranan. Bahkan sebelum Tatia turun, Rendra sudah lebih dulu membuka pintu mobil. Tatia mengikuti Rendra yang sudah membawa tas ransel.
"Kamu mau kemana?" tanya Tatia bingung.
"Nginep tempat kamu," jawab Rendra datar. Tatia melongo. Cepat-cepat diatasi kekagetannya. Ia pun menggandeng lengan Rendra dan bergerak menuju lift. Mereka hanya berangkulan sampai lantai 15 lalu keluar lift dan menuju pintu kamar Tatia. Saat Rendra masuk ke kamar Tatia, ia meneliti isi kamar itu tapi tidak bicara apa-apa.
"Kamu mau mandi duluan? Nanti aku buatkan makan malam," Tatia menunjuk letak kamar mandi. Apakah begini juga kalau ia sudah menikah nanti,
Tanpa bicara, Rendra bergerak menuju kamar mandi. Tatia langsung menaruh barang-barangnya dan melangkah ke dapur. Membuka lenari es dan mulai membuat omelette. Entahlah Rendra akan suka atau tidak. Selesai membuat omelet, selesai juga Rendra dari kamar mandi. Ia mengenakan celana pendek dan kaus. Membuat Tatia tercekat melihatnya.
"Kamu makan duluan aja. Aku mau mandi dulu," Tatia buru-buru masuk ke kamar mandi tanpa mendengar balasan Rendra. Saat Tatia selesai mandi dan menuju dapur, lagi-lagi ia melihat Rendra sedang main CoC.
"Kamu belum makan?" Tatia duduk di samping Rendra, melihat omelet buatannya belum tersentuh.
"Nunggu kamu," Rendra menyimpan hapenya dan melipat tangan di atas meja.
Mereka makan sambil mengobrol ringan. Seakan lupa pertengkaran tadi siang. Lupa juga pada Suzi yang menjadi penghalang hubungan mereka. Setelah selesai makan dan minum, Rendra mencegah Tatia mencuci piring dan ia yang melakukan tugas itu. Tatia memperhatikan dari belakang saat kutu buku kesayangannya sedang mencuci piring.
"Kenapa bengong?" Rendra tiba-tiba sudah ada di depan Tatia lagi.
"Diantara mantan-mantanku, cuma kamu yang mau cuci piring," kata Tatia sambil tertawa.
"Aku mantan kamu? Hmm," Rendra berjalan meninggalkan Tatia di dapur dan duduk di depan TV, siaran berita malam mengisi keheningan.
"Eh bukan. Maksudku..." Tatia bermaksud menjelaskan tapi saat melihat wajah datar Rendra, Tatia merasa sebenarnya Rendra jauh lebih paham kata-kata Tatia dari yang dimaksudkannya sendiri. Karena itu, Tatia menghampiri sofa, duduk di samping Rendra dan menyentuh lengan Rendra. Rendra menatap ke arah Tatia dan mencium kening Tatia.
"Besok harus kerja," bisik Tatia di telinga Rendra
"Mending sekarang kita tidur. Nanti pagi-pagi bangun, mandi, berangkat ke kantor. Kalau bisa jangan sampai ketahuan orang kalau kita datang barengan," Tatia mencubit hidung Rendra. Yang dicubit masih lempeng-lempeng saja.
"Ya udah,"
Tatia mengangguk, turun dari sofa dan masuk ke kamarnya. Ia kembali lagi sambil membawa selimut.
"Selamat tidur," Tatia mengecup cepat bibir Rendra lalu masuk ke kamarnya.
***
Mereka sampai di kantor hampir pukul 8. Tatia sudah berlari-lari menuju lift sementara Rendra dengan santai berjalan di belakangnya. Sayangnya lift tidak bekerja sama sehingga bahkan saat Tatia sudah berjarak jauh dengan Rendra, ia tetap bisa menunggu lift yang sama dengan Tatia. Mereka saling diam, tidak menyapa sama sekali. Tatia dan Rendra sepakat untuk mengelabui orang-orang kantor bahwa mereka tidak berhubungan baik. Menyapa pun tidak. Semua agar tidak ada yang curiga bahwa mereka punya hubungan khusus.
Ada yang lebih telat dari mereka. Suzi berlari kecil dan berdiri di samping Rendra. Tatia memperhatikan mereka dari pantulan kaca lift.
"Mas Rendra," panggil Suzi ceria.
"Suzi," Rendra melirik sekilas kepada Tatia tapi kemudian memandang Suzi lagi.
"Mas kapan main ke rumah? Ibu sama Bapak mau ketemu mas lagi," lanjut Suzi. Tatia yang mendengar langsung merasa panas.
"Belum tau Suz. Tergantung Ayah dan Bunda," balas Rendra kalem.
"Ditunggu ya mas," Suzi tersenyum, Rendra mengangguk, Tatia emosi. Tapi diaturnya emosi itu agar tidak kentara. Saat pintu lift terbuka, Tatia langsung masuk, berusaha mengabaikan percakapan yang masih berlangsung antara Rendra dan Suzi.
***
"Sebenernya gimana cerita kamu dan Suzi bisa dijodohkan sih?" tanya Tatia sambil membuat nasi goreng. Rendra menunggu dengan sabar di meja dapur. Ia akan menginap lagi malam ini. Tatia sempat heran karena Rendra sudah membawa peralatan lengkap. Apa ia berencana untuk menginap selama seminggu?
"Ayah dan Bapaknya Suzi teman dekat sejak kuliah," balas Rendra sambil memperhatikan Tatia memasak.
"Cuma itu?" Tatia meletakkan piring di depan Rendra, sedikit lebih keras sehingga menimbulkan denting.
Rendra mengangkat bahu lalu mulai makan. Melihat Rendra tidak berniat menjawab lebih jauh, Tatia mengambil novel dan mulai membaca di sofa. Terdengar bunyi kucuran air yang artinya Rendra sudah selesai makan. Ia pun menyusul Tatia dan duduk di sofa.
"Ada kemungkinan perjodohannya dibatalkan gak?" Tatia menutup bukunya lalu memandangi Rendra.
"Entah," jawab Rendra singkat. Ia menyalakan TV dan bersandar.
"Kok gitu sih jawabannya?" Tatia bolak balik memperhatikan TV dan Rendra.
"Aku gak mau mikirin itu. Itu masalahku dan Suzi," Rendra menjawab kalem. Matanya tidak lepas dari siaran HBO.
"Tapi kan..."
Kalimat Tatia terhenti saat Rendra mendadak menatapnya. Tatapan Rendra membuat Tatia terdiam.
"Sekarang waktunya aku dengan kamu. Jangan sampai terganggu dengan urusan Suzi. Aku akan selesaikan itu sendiri," Tatia terpana oleh kata-kata Rendra. Selain karena Rendra bicara sampai tiga kalimat, Tatia juga terpana oleh sorot mata Rendra.
"Oke," ujar Tatia. Tubuhnya bersandar kaku ke sofa dan ia menatap TV tanpa benar-benar memperhatikan. Rendra menarik kepala Tatia ke pundaknya dan mengelus Tatia selama mereka menonton TV bersama.
***
Tatia harus puas dengan sesi pacarannya yang cuma bisa malam hari. Di siang hari Tatia dan Rendra seperti orang yang bermusuhan. Tidak menyapa meski berpapasan di jalan. Tim Akunting dan IT dua-duanya kebingungan melihat bos-bos mereka. Sementara itu akhir bulan Oktober ini Pak Burhan resmi pensiun. Sehingga kenaikan pangkat Rendra akan mulai resmi di bulan Desember, setelah segala urusan administrasi diselesaikan.
Sadar bahwa waktu mereka hanya malam hari, hampir setiap malam mereka habiskan bersama. Keduanya sudah tidak tinggal dengan orang tua sehingga terasa lebih bebas untuk bertemu. Tatia menolak saat Rendra mengajaknya mampir ke kost mewah Rendra. katanya ia khawatir keluarga Rendra akan tiba-tiba datang. Rendra juga tidak mungkin menginap terus menerus di apartemen Tatia. jadilah jika bukan jadwal kunjungan, Rendra dan Tatia menghabiskan waktu berkeliling Jakarta di malam hari. memang pada dasarnya mereka makhluk malam, jadi semuanya tidak masalah.
Sabtu malam itu Rendra memutuskan mengajak Tatia ke Ancol, makan malam di Bandar Jakarta dan menikmati pantai. ketika Tatia tiba-tiba berhenti makan dan memperhatikan Rendra. kadang Rendra bisa jadi seperti anak kecil, makan seenaknya sampai belepotan. Tatia jadi ingin menciumnya tapi tidak mungkin diantara banyak orang ini. jadi Tatia mengulurkan tissue dan mengelap bibir Rendra.
"kamu tuh, makannya yang bener dong," kata Tatia dengan lembut. ia menyeka bibir Rendra pelan-pelan, Rendra memandangi Tatia dengan intens. tiba-tiba Tatia diam. "Suzi...pernah kayak gini ke kamu?"
Rendra mengambil tissue dari tangan Tatia, mengelap mulutnya sendiri dan menggeleng. "gak pernah keluar bareng, sayang,"
Tatia tersenyum kecut mendengar Rendra memanggilnya 'sayang'. pertama kali dalam hubungan gelapnya selama 3 bulan ini. pak kadiv ini jadi semakin romantis.
"terus kalian biasanya ngapain?"
Rendra menerawang, mengingat saat-saat dia bertemu Suzi. "ketemu di kondangan, makan malam keluarga, udah."
"cuma dua kali?" Tatia terkejut.
Rendra mengangguk, lanjut menghabiskan pesanannya. Tatia sendiri sudah selesai makan. "cuma dua kali tapi kalian mau dijodohkan? ya ampun,"
Tatia bersandar di kursi, menggeleng berkali-kali. ia menerawang menatap laut.
"Mas Rendra?" sebuah suara terdengar ceria menyapa Rendra. Tatia menoleh ke asal suara. "Bu Tatia?"
Tatia gelagapan. diliriknya Suzi dan Rendra bergantian. mulut Tatia membuka menutup seperti ikan dikeluarkan dari air. sementara itu Rendra terlihat kalem.
"hai Suzi," balas Rendra.
"lagi apa mas disini?" tanya Suzi lagi. ia masih memandang Tatia dan Rendra dengan tatapan bingung.
"makan Suz," jawab Rendra polos. Tatia menepuk keningnya.
Suzi mengangguk. "aku sama temen-temenku abis dari Dufan mau makan disini," kata Suzi menjelaskan, padahal Rendra dan Tatia tidak bertanya apapun.
"silakan lanjut quality time-nya," Rendra tersenyum dan menunjuk ke arah teman-teman Suzi. mengusir halus.
Suzi pamit dan bergabung dengan teman-temannya. Tatia berdiri. "aku tunggu di mobil aja,"
sepanjang perjalanan pulang, Tatia kebingungan. "gimana kalau Suzi laporan ke orang tua kamu?"
"gak gimana-gimana," balas Rendra. pacarnya ini memang sering membuat Tatia kebingungan karena ke-datar-an sifatnya.
"kalau dia bilang terus kalian harus buru-buru tunangan gimana?"
kali ini pertanyaan Tatia harus dijawab lebih dalam oleh Rendra. "Suzi gak akan melakukan itu,"
"dari mana kamu tahu? kamu kenal dia juga gak terlalu dalam kan? kamu sendiri yang bilang kita jangan sampai ketauan Suzi karena itu berdampak ke perjodohan kalian," Tatia benar-benar panik sekarang. bagaimana kalau Rendra tidak berhasil menolak usul orang tuanya untuk dijodohkan?
"tenang, sayang,"
"mana bisa tenang Ren," Tatia meremas-remas tangan dan pahanya. matanya bergerak menyusuri jalanan. seakan khawatir orang tua Rendra akan muncul tiba-tiba dan menyuruh Tatia turun dari mobil.
Rendra mencondongkan tubuh ke arah Tatia, bermaksud mencium Tatia untuk menenangkan, ketika Tatia menahan wajah Rendra dengan kedua tangannya. "lagi bukan waktunya sih ah."
Rendra mengangkat bahu. "oke,"
Tatia jarang tahu apa yang sedang terjadi dalam pikiran Rendra. ia terlalu senang menyimpannya sendiri dan memberitahu Tatia melalui perbuatan. seperti ketika pertama kali Rendra menginap di apartemennya. dia tiba-tiba saja parkir di basement dan keluar membawa ransel. dia tidak bilang akan berusaha jadi lebih romantis tapi dia tiba-tiba memanggil 'sayang'. untuk kali ini apakah akan begitu juga?
"lho kok ke sini?" Tatia memperhatikan jalan. ini bukan jalan menuju rumahnya, mereka berada di daerah Menteng, daerah rumah Rendra.
"aku kenalkan kamu ke orang tuaku," balas rendra santai.
"apa?! Rendra, kamu bercanda ya? Rendra ah!" Tatia semakin panik. dia mencubit lengan Rendra, membuat Rendra meringis. Tatia melongok ke depan dan ke samping. ia semakin histeris saat pintu pagar rumah Rendra dibuka.
"Rendra ya ampun ini udah jam berapa juga?! jam 10! mana ada ngenalin ke orang tua jam segini?!"
"ada, aku, ayo," Rendra sudah turun dari mobil dan membukakan pintu Tatia. ragu-ragu, Tatia turun dari mobil. Rendra mengulurkan tangan, sambil bergandengan, mereka memasuki rumah. rumah besar itu hanya diisi oleh 6 orang. orang tua Rendra dan adik perempuannya, security, dan dua orang asisten rumah tangga. jika Rendra pulang, maka jumlah penghuninya menjadi tujuh orang. security yang tadi membukakan pagar nampaknya sudah mengabari ART karena tidak lama kemudian pintu terbuka. asisten rumah tangga yang masih muda itu tampak kaget melihat Rendra membawa seorang perempuan.
"ayah dan bunda masih bangun, mba?" tanya Rendra begitu mereka melangkah masuk. Tatia ragu-ragu mengikuti.
"masih, mas. mba Revia juga masih bangun," sahut sang ART. dia lalu kembali ke bagian belakang rumah. Tatia diajak Rendra menuju ruang keluarga. di sana ada seorang gadis sepertinya masih kuliah, sedang menonton TV. ia masih mengenakan pakaian main. saat Rendra masuk, ia menoleh dan tersenyum.
"eh Mas Rendra pulang?" adik rendra tersebut, Revia, langsung terdiam saat sadar Rendra tidak sendirian.
"iya. kenalkan, Tatia, pacar mas," Rendra menarik Tatia untuk maju dan memperkenalkan Tatia kepada adiknya. Revia hanya bengong saat menyalami Tatia dan menyebutkan namanya. "kamu tunggu disini dulu ya sayang. aku panggil ayah dan bunda."
Rendra meninggalkan ruangan keluarga. membuat Tatia berdiri kaku ditemani Revia. "duduk aja mba," kata Revia yang sudah kembali bersandar di sofa.
"eh iya," balas Tatia gugup. presentasi di depan direktur saja tidak segugup ini. ia duduk dengan kaku di ujung sofa yang sama dengan diduduki Revia.
"kalian beneran pacaran?" Revia memandang Tatia. Tatia menoleh lalu tertawa gugup dan pelan-pelan mengangguk. ia meremas celana jeansnya.
"bisa juga Mas Rendra pacaran," kata Revia sambil mengangguk. ia begitu intens memandangi Tatia. yang dipandangi merasa gugup dan risih. "Mas rendra kan ga pernah pacaran. palingan pacarannya sama komputer."
Tatia tertawa. tawanya tiba-tiba berhenti saat Rendra kembali masuk diikuti kedua orang tuanya yang sudah mengenakan pakaian tidur. Tatia buru-buru berdiri, sementara Revia duduk anteng memandangi drama apa yang akan terjadi di depannya.
Rendra menghampiri tatia dan dengan sengaja melingkarkan tangannya di pinggang Tatia. kedua orang tua Rendra langsung mengernyit. Tatia sendiri langsung tersenyum kecil dan berusaha menurunkan lengan rendra.
"Yah, Bun. kenalkan ini Tatia, pacar Rendra,"
Tatia mengangguk dan bermaksud menyalami keduanya, saat ayah dan bunda Rendra diam saja, tidak membalas uluran tangan Tatia. Tatia jadi canggung. akhirnya ia menarik dirinya lagi.
"ayah ada janji lari pagi besok. ayah tidur dulu," dan berbaliklah kedua orang tua Rendra, kembali ke kamar mereka. Tatia langsung lemas, rasanya ingin pingsan menyadari dirinya ditolak mentah-mentah. Rendra langsung memapahnya menuju sofa.
"sayang," panggil Rendra ragu-ragu.
"a-aku mau pulang aja," Tatia buru-buru bangkit. menoleh ke arah Revia yang balas mengangguk, lalu buru-buru keluar rumah. Rendra mengejar. malam itu juga Rendra mengantar Tatia yang minta pulang ke rumah orang tuanya. sepanjang perjalanan Tatia diam, rendra pun tidak berani bicara apa-apa. saat lampu merah, Rendra memberanikan diri menatap Tatia dan ia terkejut saat melihat Tatia menangis tanpa suara. Rendra buru-buru menepikan mobilnya dan memeluk Tatia.
"maaf Sayang. maafin ayah dan bunda,"
Tatia hanya menggeleng, tidak mampu berkata apa-apa. sudah cukup jelas bahwa orang tua Rendra tidak menyukainya. Rendra hanya memeluk Tatia yang masih menangis, mengelus rambut Tatia, menciumnya, menenangkan Tatia dengan kata-kata yang dia sendiri pun tak yakin. ayah dan ibunya orang yang saklek. jurusan yang dipilih Rendra pun karena usulan ayah. untung Rendra memang suka. beda dengan revia yang disuruh kuliah Hubungan Internasional padahal revia lebih suka Biologi.
selama hampir sejam Tatia menangis. akhirnya Tatia melepaskan diri dari pelukan Rendra. "aku mau pulang," ujar Tatia terbata-bata. rendra mengantarkan Tatia ke rumahnya. orang tua Tatia kenal dengan Rendra, jadi saat Tatia sampai di rumah dan pintu pagar rumah dibuka oleh ayah Tatia yang sedang menonton bola, Rendra langsung meminta maaf karena mengantar Tatia pulang terlalu malam dan karena Tatia menangis.
"Tatia capek Pa, tadi dapet hari pertama dan perut Tatia sakit banget. Tatia mau tidur langsung ya," sahut Tatia, menenangkan papanya lalu masuk ke kamar bahkan tanpa memandang Rendra.
"saya pamit pulang, om," Rendra kecewa karena Tatia bahkan tidak memandang dirinya. tapii rasanya itu konsekuensi yang tepat. malam itu Rendra memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya.
***
"Rendra, pulang Nak. hari ini keluarganya Suzi akan ke rumah," ibunya menelepon Rendra pagi hari itu. saat Rendra sedang lari pagi mengelilingi kompleks tempat kost-nya.
"Rendra tidak ingin dijodohkan Bun," akhirnya Rendra mengatakan kalimat itu, setelah berbulan-bulan wacana mengenai perjodohannya.
"bukan kita yang punya keputusan soal ini Nak," sang ibu berkata pelan. Rendra tahu semua keputusan kehidupan keluarganya ada di tangan ayah. tak ada yang bisa menolak. "suzi akan di rumah sejak pukul 4, lalu makan malam dengan kita. kamu hadir ya,"
Rendra tidak menanggapi lagi sampai ibunya menutup telepon. segera setelah itu ada SMS dari Suzi yang bertuliskan, "akhirnya keluarga kita akan benar-benar membahas perjodohan kita ya Mas. Suzi sudah gak sabar. Suzi juga sudah mulai cari pekerjaan lain karena kita gak boleh menikah dengan rekan satu perusahaan."
Rendra tidak menggubrisnya. yang ia pikirkan hanya perasaan Tatia.
***
Rendra tidak punya pilihan apa-apa. selama makan malam yang didominasi oleh ayah dan bapak Suzi, Rendra hanya bisa diam. ibunya berkali-kali menatap rendra dengan cemas. sementara itu Revia hanya menunduk menghadapi makanan. Suzi dan ibunya terlihat sumringah. tanggal pertunangan ditetapkan. hanya akan dihadiri keluarga dekat saja.
"sampai ketemu, Mas Rendra," Suzi mengangguk, tersenyum. Rendra hanya balas mengangguk singkat. keluarga Suzi pamit, begitu pula Rendra, langsung bermaksud memasuki mobilnya.
"mau kemana kamu?" tanya ayahnya.
"ke kosan," jawab Rendra singkat.
"jangan temui perempuan itu lagi," lanjut sang ayah. bunda memandangi Rendra dengan tatapan prihatin, Rendra hanya melengos lalu memasuki mobil dan pergi. ia memasang iPhone-nya ke port agar telepon masuk bisa langsung diterimanya dengan loudspeaker. sekitar 10 menit setelah meninggalkan rumah, Revia menelepon.
"mas bakal putusin Mba Tatia?"
"gak, rev,"
"kasian Mba Tatia, Mas,"
"iya aku tahu Tatia dirugikan. aku akan berusaha agar ayah membat..."
"kasian Mba Tatia kalau Mas gak putusin," potong Revia. membuat Rendra terdiam sejenak. kaget.
"maksudmu?"
"Mas kan tahu perintah ayah itu mutlak. jadi daripada Mba Tatia diduain sama Mba Suzi, mending mas putusin Mba Tatia sekarang,"
"akan mas pikirkan dulu," Rendra langsung menutup teleponnya. meski malam sudah larut, ia memberanikan diri menelepon ponsel Tatia.
telepon itu tidak diangkat. Tatia nampaknya masih kecewa pada Rendra. akhirnya Rendra mengirim pesan kepada Tatia, "sayang, kita harus ngobrol," yang tidak dibalas Tatia sama sekali.
***
pagi itu Rendra memberanikan diri mendatangi ruangan Tatia namun ruangan itu tertutup. Irsa menjadi sasaran pertanyaan Rendra.
"Tatia?" tanya Rendra sambil menunjuk ruangan tatia yang tertutup rapat.
"gak masuk Pak, sakit," jawab Irsa.
"dia ngabarin kamu?" tanya Rendra lagi.
Irsa mengangguk. "sakit apa?" lanjut Rendra.
"Bu Tatia gak bilang sih. bapak ada pesan untuk Bu Tatia? soal project PE ya pak?"
Rendra menggeleng. "bukan,"
Irsa diam, menunggu apa lagi yang akan ditanyakan sang kepala divisi. "ya sudah, terima kasih Irsa." Rendra berbalik dan kembali ke ruangannya.
Rendra berkali-kali menelepon Tatia tapi tidak diangkat. akhirnya Rendra nekat menelepon mama Tatia. mereka sempat beberapa kali berkorespondensi saat tahu Rendra adalah pacar putri bungsunya.
"tante," sapa Rendra begitu mama Tatia mengangkat telepon.
"Rendra, syukurlah kamu menelepon. baru aja tante mau telepon kamu,"
"ada apa ya Tante?"
"kondisi Tatia kok aneh ya? terakhir kalian ketemu, Tatia baik-baik saja kan?"
Rendra mulai merasa tidak enak. "iya Tante, baik-baik saja. memang Tatia kenapa?"
"Tatia di kamar terus sejak kemarin. Tante suruh makan juga gak mau. dia bilang sih sakit perut karena mens, tapi perasaan baru kemarin dia selesai mens. tante takut dia sakit apaa gitu."
Rendra langsung sadar bahwa dia penyebab Tatia mengurung diri. "kalian ada masalah?" tembak mama Tatia
Rendra bingung mau menjawab apa akhirnya dia jujur saja. "iya tante."
"pantesan. Rendra bisa datang ke rumah? biar masalahnya selesai. tante gak pernah liat Tatia begini. Tante khawatir Tatia sakit,"
"iya Tante, nanti saya mampir ke rumah,"
Rendra menutup sambungan telepon dan menaruh kepalanya di telapak tangan, menggosok wajah setelah melepaskan kacamatanya.
"Mas Rendra," Rendra mendongak dan melihat Suzi sedang berseri-seri memandangnya dari ambang pintu. 'here comes another problem,' pikir Rendra.
***
Rendra gagal bertemu Tatia malam itu. ia hanya bercerita dari balik pintu kamar Tatia. berharap Tatia mendengarkan. tatia memang mendengarkan, dari balik pintu dengan mata sembab dan rambut berantakan. Rendra tidak membahas soal perjodohannya, ia hanya meminta maaf dan meminta kesempatan sekali lagi. kedua orang tua Tatia memperhatian Rendra soalnya.
keesokan harinya, Rendra datang ke kantor dengan penuh pikiran, namun saat melihat sosok kekasihnya sedang menunggu lift, dengan kondisi sehat wal afiat, rendra langsung bersemangat dan bermaksud menghampiri Tatia. namun langkahnya dihadang oleh Suzi yang seakan tahu bahwa Rendra akan menghampiri Tatia. Suzi bahkan sudah mulai menyebarkan info bahwa ia akan segera resign demi bertunangan dengan Rendra. sehingga pagi itu, Suzi dengan leluasa mendekati Rendra. melihat Suzi yang begitu dekat dengan Rendra, Tatia memandang dengan tatapan pedih. tanpa berkata, Tatia memasuki lift.
waktu menunjukkan pukul 5 sore dan tatia sudah siap dengan tasnya. ia akan pulang cepat, membawa pekerjaannya yang tertunda untuk dikerjakan di apartemen. sebuah hal yang jarang bahkan tidak pernah dilakukan Tatia. tapi ia tahu bahwa jika ia berada di kantor lebih lama, Rendra akan menemuinya dan ia sedang tidak siap untuk itu.
"sa, saya pulang duluan ya," Tatia berpamitan pada Irsa, saat ia berbalik dan melangkah, hampir saja ia menabrak Rendra.
"Sa, er, Ta," sapa Rendra. Tatia mundur.
"urusan kerjaan besok lagi aja pak. saya ingin pulang cepat," kata Tatia dingin, ia berusaha melewati celah yang tidak terhalang Rendra tapi Rendra memegang tangannya.
"lepas," Tatia mendesis. ia sedikit melirik ke arah anak-anak divisi Akunting, khawatir dirinya jadi bahan tontonan.Rendra menurut. Tatia buru-buru berbalik dan setengah berlari, meninggalkan Rendra.
'we need to talk like an adult' adalah isi SMS Rendra begitu Tatia meninggalkannya. tatia ingin membalas dengan sejuta argumen tapi ia mengurungkannya. tatia hanya kecewa pada Rendra. bukan berarti ia tidak ingin menghadapi semuanya. tatia hanya butuh waktu.
"Ga, nginep tempat gue dong," Tatia menelepon sahabatnya yang bekerja di Bekasi.
"buset. sekarang?"
"ntar aja kalau Metallica ngeluarin album reliji. ya sekarang lah,"
"gue gak bisa say. banyak kerjaan nih. kalaupun dateng, gue baru bisa sampe jam 11 malem. terus besoknya jam 6 gue udah harus berangkat lagi. rontok badan adek, bang."
mau tak mau tatia tertawa. "tapi gue lagi butuh temen."
"emang kenapa? lo lagi Haus Belaian Lelaki? ya minta laki lo aja nginep lagi," kata Olga santai.
"nyebelin lo. malah dia yang mau gue hindari."
"lho kalian berantem?"
Tatia menceritakan permasalahannya dengan Rendra.
"dan lo merasa dia bakal datengin lo ke apartemen?" tanya Olga setelah Tatia selesai bercerita.
"100%. tadi aja dia nekad datengin ruangan gue di jam pulang kantor. biasanya dia beraninya kalau kami lagi sama-sama lembur. berarti dia desperately ingin ketemu gue,"
"pede abis lo. ya udah, gue usahain dateng lebih cepet. berdoa aja dia gak dateng pas gue masih di jalan. gue pinjem baju ya,"
"siap bos!"
Tatia sampai di apartemen dan lega mendapati tidak ada tanda-tanda Rendra. ia masuk ke apartemen dan langsung mandi dan bersiap dengan pakaian tidur. ia bertekad untuk menunggu sampai Olga tiba sambil mengerjakan pekerjaan yang dia bawa dari kantor. sekitar pukul setengah 10, Olga mengabari bahwa ia sudah dekat. maka ketika bel pintu berbunyi, Tatia membukanya dengan ceria, berharap Olga yang tiba. saat Tatia sadar Rendra yang ada di depannya, Tatia bermaksud menutup pintu tapi Rendra lebih cepat. ia menahan pintu agar terbuka dan berhasil masuk.
"aku lagi gak mau ketemu kamu," Tatia berkata ketus. ia mundur menjauhi Rendra.
"kita harus bicara," nada suara si kutubuku tercinta Tatia ini terdengar lelah. mungkin ia baru bertengkar dengan orang tuanya. "cepat atau lambat kita bakal harus membahas ini."
"iya tapi gak sekarang," Tatia menggeleng.
"lalu kapan? saat aku sudah terlanjur menikah dengan Suzi?" Rendra mulai tersulut emosi dan mengeluarkan kata-kata tersebut. Tatia membelalak dan Rendra langsung menyesal. "maaf sayang, maaf."
Rendra mendekati Tatia tapi Tatia kembali mundur dan mulai menangis.
"kamu tega ya," sahut Tatia di sela-sela tangisannya.
"bukan gitu. aku gak bermaksud begitu," Rendra terus berusaha mendekati Tatia dan Tatia terus mundur sampai tidak terasa ia menabrak dinding.
"kamu pergi aja Ren. kita putus aja,"
"gak gitu maksud aku. maafin aku," Rendra mendekati Tatia, mengunci kekasihnya dengan kedua tangan agar ia tidak bisa kemana-mana lagi.
Tatia menangis lebih keras. air mata membanjiri pipinya. Rendra menarik Tatia ke pelukannya, memeluk erat Tatia dan mencium keningnya. awalnya Tatia menolak, mendorong Rendra menjauh. namun Rendra pantang menyerah dan tetap menahan Tatia. sehingga pada akhirnya Tatia pasrah dan menangis di dada Rendra.
"sis, ini pintu sengaja ga ditutup?" tiba-tiba terdengar suara Olga. membuat Tatia dan Rendra membeku. Rendra buru-buru menjauhi Tatia dan memandang Olga dengan gugup.
"lho," kata Olga. saat Tatia menjauh mendorong Rendra lebih jauh, Olga berteriak semakin kencang. "wei!"
"Ga," panggil Tatia ragu-ragu.
"lo nyuruh gue buru-buru dari Bekasi ke Jakarta supaya lo ga didatengin laki lo. ketika gue dateng kalian malah lagi mesra-mesraan. kecewa gue," Olga menggeleng dan bersandar di ambang pintu.
"ini..." Tatia berusaha menjelaskan tapi Olga memotong.
"khilaf? Ren, mending lo cabut sekarang deh," Olga menunjuk keluar. Rendra mengangguk lalu memandang Tatia sebelum benar-benar melangkah keluar. Olga memberi jalan dan langsung menutup pintu dan mengunci saat Rendra sudah keluar.
"mana yang katanya 'i dont date taken men'?" Olga menghampiri Tatia, memperhatikan wajah Tatia yang habis menangis.
"terakhir Ga," jawab tatia dengan rasa bersalah.
"terakhir kalian ketemu mau ditandai apa? memutuskan untuk melanjutkan hubungan setelah Rendra nikah? itu bakal ngerusak hubungan si Rendra sama tunangannya dan bahkan hidup lo sendiri. lo mikir gak sih Ta? dimana logika lo, yang dari SMA jadi juara 1 dan lulus terbaik kampus?"
"we dont know logic when we're falling in love," bantah Tatia.
"men do know logic, women know feeling. pantesan lo mau-maunya masih mesra sama dia. kalian udah ngobrol? Rendra udah pilih lo daripada tunangannya?"
Tatia menggeleng.
"iya lah kalian ngobrolnya pake nafsu," seru Olga kesal. Tatia merasa tersinggung tapi ia tahu Olga benar. "pokoknya ga ada lo mesra-mesraan sama si Rendra sampai tau akhir hubungan kalian gimana. kalau udah married, lo mau ngapa-ngapain juga bebas, ibadah! tapi kalau Rendra memutuskan untuk nikah sama tunangannya, gue harap lo cukup waras untuk menjauh. gue akan nginap disini, setiap hari kalau perlu, untuk memastikan lo ga ada ketemu Rendra sampai hubungan kalian jelas."
Olga lalu mengunci pintu apartemen dan masuk ke dalam kamar, seperti yang biasa dia lakukan saat menginap di apartemen Tatia. Tatia sedikit menyesal mengundang Olga tapi Tatia tau keberadaan Olga jauh lebih ia butuhkan.
***
Tatia mengabarkan pada orang tuanya bahwa ia putus dengan Rendra. hari-hari berikutnya tak ada interaksi apapun antara mereka. Rendra dikekang keluarganya dan Tatia diawasi Olga. dua minggu setelah Tatia terpergok bermesraan dengan Rendra, Tatia didatangi oleh Suzi di ruangannya.
"Bu Tatia, saya mau antar dokumen dari Bu Iva," Suzi mengulurkan map berisi dokumen laporan kegiatan CSR yang dibuat Iva, rekan sesama manager di divisi CSR. kalau tidak ingat sedang di kantor, Tatia mungkin akan bersikap sangat jutek kepada Suzi. saingannya dalam percintaan.
"ya, taro aja di meja. makasih Suzi," sahut Tatia, ia berusaha tersenyum, tapi mengingat bahwa ini Suzi yang dihadapinya, ia hanya mampu menggerakkan sudut bibirnya lalu diam lagi.
"saya tahu Bu Tatia pacaran dengan Mas Rendra," Suzi melanjutkan. membuat Tatia terdiam dan pelan-pelan memandangi Suzi.
"saya pernah lihat kalian pulang bareng setelah Bu Tatia lembur. setelah kita gak sengaja ketemu di Bandar Jakarta, saya semakin curiga. ternyata bahkan Mas Rendra sudahh memperkenalkan Bu tatia ke keluarga Mas Rendra. saya tahu dari Revia," Suzi bercerita panjang lebar. Tatia sudah ingin menangis dan berteriak bahwa ia tidak punya kesempatan untuk Rendra.
"kalau saya gak setuju dengan perjodohan ini, saya mungkin akan dengan senang hati mempersilakan Mas Rendra melanjutkan hubungan dengan Bu Tatia. tapi maaf Bu, saya juga menyukai Mas Rendra. jadi saya gak akan menolak perjodohan ini," perasaan Tatia makin tak karuan. ia semakin ingin menangis. dadanya sesak.
"besok kami akan resmi bertunangan. jadi mohon Bu Tatia menyelesaikan semua hal yang masih menggantung dengan Mas Rendra. supaya besok kami bisa mempersiapkan pernikahan dengan sebaik-baiknya," nada suara Suzi sebenarnya biasa saja. bahkan ia mengatakannya sambil tersenyum. namun perasaan Tatia sudah begitu sakit dan tenggorokannya pun kering. jadi ia cuma bisa berkata 'ya' dengan susah payah dan suara super parau.
"terima kasih bu. saya permisi," Suzi keluar dari ruangan Tatia. saat itu juga tangis Tatia pecah. Irsa sampai tergopoh-gopoh masuk ke ruangan Tatia. bertanya apakah Tatia sakit? saat Tatia tak menjawab, Irsa akhirnya hanya menyediakan tisu dan mengelus pundak atasannya ini.
***
Tatia tidak sanggup menghadapi kenyataan bahwa hari ini Rendra dijodohkan, sendirian. ia mengajak Olga untuk mendadak kabur ke Bandung. sejauh mungkin dari lokasi pertunangan Rendra. Olga mengajak Tatia bermain ke Trans Studio Bandung, berpindah dari satu taman ke taman lain, mencoba berbagai hidangan yang sebenarnya bisa membuat berat badan mereka bertambah banyak. saat sore hari menjelang, matahari sudah hampir tenggelam dan Tatia memandangi matahari yang berwarna kuning keemasan itu tampak menyedihkan. sama seperti perasaannya sekarang.
"udah, ga usah dipikirin. tenggelamnya matahari berarti hubungan lo sama Rendra tenggelam juga. karam, kayak Titanic. mending kita makan aja yuk," Olga menyentil lengan Tatia dan menunjuk makan malam mereka. makan malam yang cantik dan menggiurkan dari sebuah restoran terkemuka di wilayah dago.
"apaan sih bawa-bawa Titanic segala," Tatia menghadapi makanannya dan mengambil garpu dan pisau. saat itu ia melihat kukunya yang hari ini dicat warna biru tua. Tatia teringat dialognya dengan Rendra setelah mereka bertengkar. Tatia menggeleng cepat, mengenyahkan memori tersebut. Rendra dan Suzi bertunangan sore ini. berarti saat ini Rendra sudah resmi menjadi calon suami orang lain.
ponsel Tatia tiba-tiba berdering. nomor tak dikenal.
"siapa?" tanya Olga.
"gak tau. paling nawarin asuransi. halo,"
"Mba Tatia?" sahut suara di ujung sana. nadanya panik.
"yyyyya. siapa ini?"
"Revia, Mba," Tatia tercekat. untuk apa adik Rendra meneleponnya di sore hari saat kakaknya bertunangan? Olga memandangi Tatia, kepo. Tatia berkata tanpa suara 'adiknya rendra'.
"Mba Tatia lagi dimana?" Revia melanjutkan.
"Di Bandung, Revia," jawab Tatia hati-hati.
"sama siapa?" tanya Revia lagi. kenapa ini jadi seperti interogasi?
"sama Olga,"
"beneran?" Revia seakan tidak percaya.
"bener. nih," Tatia mengulurkan ponsel ke arah Olga, menyuruhnya bicara. "yaaa, Olga disini,"
"percaya kan?" lanjut Tatia. "cek aja Path aku, locationnya Bandung kok,"
Revia diam. kecurigaannya tidak terbukti. "memang kenapa?" giliran Tatia bertanya.
"Mas Rendra kabur, Mba. gak tau dimana," jawab Revia.
Tatia kaget. Olga kebingungan.
"Mas Rendra ga ada hubungi Mba Tatia?"
"gak ada, Revia," Tatia menjawab lemah. apa ini artinya Rendra akhirnya berani menolak perjodohan?
"ya udah, makasih mba,"
sambungan telepon ditutup. Olga langsung heboh. "apa sih? kenapa?"
"Rendra kabur, ga dateng ke acara tunangannya. keluarga dia ngira Rendra lagi sama gue,"
***
Rendra bahkan tak masuk kantor seminggu kemudian. tidak hanya keluarganya yang panik (Suzi bahkan sampai berteriak-teriak dan menangis di ruangan Tatia, membuat orang-orang penasaran. thanks to pintu dan dinding kedap suara, mereka gak tau Tatia dituduh menyembunyikan Rendra), Tatia juga mulai khawatir. takut jika Rendra kecelakaan atau semacamnya. namun stafnya tampak tenang-tenang saja, karena katanya Rendra memang mengajukan cuti untuk seminggu.
di saat sedang desperate menunggu kabar dari Rendra, pada hari Sabtu siang saat Tatia sedang membantu ibunya di dapur, karena akan ada arisan keluarga di rumah, ponsel Tatia berdering. lagi-lagi nomor tak dikenal.
"halo,"
"sayang," sahut sang penelepon. Tatia menjatuhkan centong sup yang dipegangnya. mama Tatia menoleh keheranan. Tatia buru-buru mengambil sendok sup itu dan berlari ke kamarnya.
"Rendra! kamu sehat? kamu dimana?" tanya Tatia panik, senang, lega, khawatir.
"kamu lagi dimana sayang?" Rendra malah balas bertanya, terdengar lelah.
"aku di rumah. kamu..."
"aku akan ke rumahmu dalam 3 jam. jangan kabari siapapun kecuali orang tuamu," telepon ditutup. Tatia berusaha meyakinkan diri bahwa telepon itu nyata, benar-benar dari Rendra. selama 3 jam ke depan tatia tidak tenang. saudara-saudaranya sudah mulai tiba untuk arisan. Tatia sedang menyambut tamu saat sebuah taksi berhenti di depan rumahnya dan Rendra turun dari taksi, sopir taksi membantu menurunkan kopernya. sementara itu, Rendra, tampak sehat dan sedang tersenyum lebar. Tatia mengabaikan keluarga besarnya dan langsung berlari menghampiri Rendra.
"kamu..." Tatia tidak tahu harus berkata apa. ia ingin memarahi dan memukul rendra karea kabur begitu saja dan membuat dirinya khawatir. tapi Tatia juga ingin memeluk Rendra karena lega kutu bukunya masih sehat.
"rumahmu ramai," komentar Rendra. Tatia mendengus tertawa.
"kamu pasti capek, istirahat di kamarku dulu ya," akhirnya Tatia memutuskan untuk melakukan itu dulu. ia mengajak Rendra menuju kamarnya di lantai atas. yang sulit adalah melewati keluarga besar yang menginterogasi Tatia. berbeda dengan Tatia yang kebingungan, Rendra malah dengan leluasa dan sopan santun yang luar biasa, menjawab bahwa ia pacar Tatia. Tatia menggeleng dan semakin menarik Rendra. setelah sampai di kamar dan menaruh koper besarnya, Rendra menghadap Tatia. Tatia baru sadar bahwa rendra melepas kacamatanya. sepertinya ia mengenakan soft lens bening, karena ada lingkaran tipis di sekitar hitam matanya. terlihat saat Rendra mencondongkan tubuhnya dan mencium Tatia.
"rindu," bisik Rendra saat memeluk tatia begitu erat. awalnya Tatia merasa kaku, ia ingat kata-kata Olga yang melarangnya bersamaan dengan Rendra sebelum ada kepastian. tapi ia memberikan excuse untuk hari ini. tatia mengelus rambut Rendra.
"kita harus bicara, menyelesaikan semuanya hari ini juga. kamu bisa menunggu samppai selesai acara arisan kan? aku harus bantu-bantu mama," kata tatia sambil menelusuri wajah sang kekasih yang sekarang juga ditumbuhi jambang tipis.
"akan aku bantu juga,"
bersama-sama, mereka turun dan terlibat dalam acara keluarga. Rendra bisa bergaul dengan mudah bersama gerombolan lelaki. ia diminta jadi fotografer untuk acara ini, memotret keluarga besar Tatia. singkat kata, keluarga besar Tatia sungguh menyukai Rendra! sesuatu yang ironis karena keluarga Rendra bahkan tak menyukai Tatia.
"makasih ya Rendra udah bantu-bantu," kata mama saat Tatia, mama, papa, dan rendra selesai membereskan rumah.
"sama-sama Ma," Rendra tersenyum. Tatia mengernyitkan kening. sejak kapan Rendra panggil mama Tatia dengan sebutan 'ma', biasanya juga 'tante'.
"kata Tatia, kalian putus?" lanjut mama Tatia. membuat Tatia gelagapan karena Rendra mengerutkan kening memandang Tatia.
"biasa ma, kalau lagi berantem obrolannya emang suka ngaco," jawab rendra sambil tertawa.
"jangan gampang minta putus dong, Ta.. nanti kalau udah nikah ga bisa gitu," mama menepuk paha Tatia. Tatia hanya nyengir sedangkan rendra tertawa.
"ngomong-ngomong, bawa koper gede abis dari mana, Ren?" kali ini papa Tatia yang bertanya.
"abis tugas dinas dari luar kota, Pa. lumayan seminggu. jadi begitu saya sampai Jakarta lagi saya langsung cari Tatia. kangen," Rendra melirik Tatia yang malah ingin melemparkan bantal ke arahnya. sejak kapan Rendra jadi lihai ngegombal dan bercanda?
mendengar Rendra menggonbali Tatia, papa tatia mendeham keras. senyum menghilang dari wajah Rendra. giliran Tatia yang tertawa.
"terus sekarang mau pulang apa gimana?" tanya papa Tatia lagi.
"yaa nginep sini aja gapapa kok, Ren. ada kamar tyo ga dipake kan Pa?" sebelum Rendra sempat menjawab, mama sudah mengusulkan lebih dulu. sepertinya mama benar-benar mengerti kerinduan Rendra. Tyo adalah adik laki-laki Tatia yang sedang S2 di Jerman.
"ya, boleh. asal jangan tiba-tiba nyelinap ke kamar Tatia ya. Tatia jangan lupa kunci pintu," papa Tatia lalu bangkit dan meremas pundak Rendra. memperingati agar Rendra jangan macam-macam. mama Tatia mengikuti suaminya, memandang Rendra dan tersenyum. sekarang tinggal Rendra dan tatia berdua.
"jadi, seminggu ini kamu kemana?" Tatia memulai sesi interogasi.
"Belitong, sayang," Rendra lalu menceritakan rencananya untuk kabur dari acara pertunangan. benar-benar menghilang. ia sudah mempersiapkannya sebelum pertunangan dimulai. maka ia kabur ke Belitong, menikmati waktu liburannya dan memikirkan strategi apa yang akan dia ambil untuk mempertahankan perasaannya pada Tatia.
"aku terharu Rendra, karena ternyata kamu masih mau berjuang untuk aku. tapi kamu parah. semua orang cari kamu, mereka curiga kamu kabur denganku,"
Rendra memandangi Tatia dengan penuh cinta, senyum terkembang di wajah tampannya. kalau orang-orang melihat Rendra seperti ini, tanpa kacamata dan ditambah jenggot tipis, bisa dipastikan dia mendadak masuk Top 10 Most Eligible Bachelor.
"i'll try to fix it. aku akan berusaha menjelaskan kepada ayah dan bunda, memperjuangkan kamu. kalau ternyata mereka masih menolak juga, kita menikah tanpa restu mereka,"
"hush Ren. orang tua itu penting," Tatia membantah usul gila Rendra tersebut. Rendra mengembangkan senyumnya.
"aku akan berusaha besok. kamu doakan terus ya," Tatia mengangguk, Rendra membuka tangannya, mengajak Tatia ke pelukannya. Tatia bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Rendra erat.
***
kehadiran Rendra kembali di rumahnya menggemparkan seisi rumah. Bunda langsung memeluk rendra, Revia kebingungan antara akan menyambut kakanya atau masuk ke kubu ayahnya, ayah yang begitu melihat Rendra di pintu langsung menggelegar. ayahnya memarahi Rendra. membahas soal kehormatan keluarga, mempermalukan ayah, menurunkan harga diri, dan lain sebagainya. sementara itu bunda hanya memeluk putra sulungnya, terlalu lega karena putra sulungnya masih sehat. Revia, sang adik hanya mampu duduk diam tak bergerak. setelah ayahnya selesai memarahi, giliran Rendra yang bicara. ia berdiri menjulang menyaingi tinggi ayahnya.
"saya tegaskan bahwa saya menolak perjodohan dengan Suzi. saya akan menentukan siapa orang yang akan saya nikahi. jika ayah masih memaksa saya menikah dengan Suzi, mohon maaf berarti saya akan meninggalkan keluarga ini,"
kalimat terakhir Rendra membuat tangis bundanya semakin keras dan Revia menutup mulut. ayahnya malah tertawa menggelegar.
"siapa yang akan kamu nikahi? perempuan yang kamu ajak kesini? bisa apa dia? cuma tertarik dengan uangmu?!"
mendengar itu Rendra saja sudah sakit hati, apalagi jika Tatia mendengarnya sendiri. jangan sampai Tatia tahu hal ini.
"tatia adalah manager perempuan termuda yang dimiliki perusahaan kami. tahun lalu dia berhasil meraih penghargaan internal untuk loyalitas kepada perusahaan. dia juga pekerja keras dan aktif terlibat di kegiatan-kegiatan sosial kantor. ayahnya salah seorang dekan universitas swasta. Tatia sendiri lulusan UI untuk S1 dan Inggris untuk S2," Rendra memaparkan CV singkat kekasihnya. membuat ayahnya terhenyak. "jadi jika ayah khawatir Tatia hanya tertarik pada kekayaan Rendra, ayah salah. Tatia sudah bisa menghasilkan uang sendiri dan keluarganya pun cukup berada. pendidikan Tatia juga baik, tidak kalah dengan saya, kalau ingin dibandingkan. hatinya pun baik. saya tahu dia mencintai saya apa adanya dan saya juga begitu padanya. saya merasa nyaman saat dekat dengannya. sesuatu yang tidak saya dapatkan saat bersama dengan Suzi."
ibarat permainan sepak bola, tendangan Rendra telah sukses menjebol gawang lawan. untuk semakin mempercantik hasilnya, Rendra menambahkan. "saya harap ayah mau mengenal Tatia lebih dulu, tidak langsung menolak Tatia hanya karena ayah sudah punya pilihan lain untuk saya. pilihan yang bahkan bukan keinginan saya pribadi. saya yang akan menikah, yah,"
ayah Rendra semakin tercengang, sekaligus tersinggung. ia berbalik lalu melambai, "sesukamu lah."
bunda memandang suaminya dan anak sulungnya bergantian. Rendra langsung merosot ke sofa, memijat keningnya.
"itu pertanda baik, rendra. bunda mau menyusul ayah dulu," Bunda menepuk pundak Rendra lalu berlari menyusul suaminya.
"bravo bro," Revia bertepuk tangan lalu duduk di sebelah kakaknya.
"thanks sis," sahut Rendra masih sembari memijat keningnya.
"akhirnya ada yang berani menentang keinginan ayah,"
"akhirnya."
"kapan-kapan ajak aku jalan bareng Mba Tatia dong," pinta Revia.
"kapan-kapan ya," Rendra mengacak rambut adiknya lalu bangkit.
"lho Mas mau kemana?"
"balik ke kosan. besok udah kerja," Rendra melambai dan meninggalkan rumahnya.
***
benar saja, seisi kantor terpana melihat penampilan baru Bapak Rendra Putra Sanada. sang kepala divisi termuda yang dulu terlihat geek tapi sekarang begitu cool dan mempesona. geng gosip kantor baru akan memasukannya ke Top 10 Most Eligible Bachelor, langsung ke peringkat 1 karena jabatannya yang tinggi, ketika saat makan siang, Rendra terang-terangan menggandeng tangan Tatia untuk makan siang bersama. Tatia bahkan mendengar bisik-bisik di toilet, "ternyata Pak Rendra pacaran sama Bu Tatia. yaudah itu mah jelas aja butiran debu kayak kita gak punya kesempatan." Tatia tertawa tanpa suara. saat dia membuka pintu bilik toilet, orang-orang yang membicarakannya langsung mendekap mulut.
"thanks ya, pujiannya," balas tatia lalu melambai.
pagi tadi Rendra menjemputnya dari apartemen. sepanjang perjalanan Rendra menjelaskan pertemuannya dengan ayah, kecuali bagian ayahnya mengira Tatia menginginkan Rendra karena uang. menyadari bahwa pintu mereka sudah terbuka lebar, Tatia refleks memeluk Rendra. "yang, lagi di jalan nih," seru Rendra. benar saja, para pengamen sedang memperhatikan mereka. Tatia langsung menjauhkan diri. sementara itu Suzi sudah terlanjur resign dari perusahaan. rencananya malam ini kedua keluarga akan bertemu untuk membahas pembatalan pertunangan. baru setelah itu Rendra akan mengajak Tatia ke rumahnya dan mengenalkan Tatia dengan lebih proper. karena sudah tidak ada halangan lagi, maka dari itu Rendra berani mengajak Tatia dan menunjukkan hubungan mereka berdua. meski akibatya, banyak wanita patah hati, emm, selain itu, Bu Ulfa juga memanggil Tatia ke ruangannya.
"saya gak tahu ternyata kamu pacaran dengan Rendra. sudah berapa lama?" Bu Ulfa membuka pembicaraan.
Tatia menjawab malu-malu. "sejak selesai project PE, Bu,"
"wah sudah lama itu. bisa aja kalian nutupinnya," Bu Ulfa menggeleng.
"kalian tau kan kalau satu perusahaan gak boleh menikah? harus ada yang pindah berarti,"
"saya yang akan pindah, Bu," Tatia menjawab tanpa ragu. ia memang belum membicarakannya dengan rendra tapi Tatia sadar posisinya lebih rendah dari rendra jadi kesempatan untuk pindah dan naik jabatan pun lebih mudah didapatkan Tatia.
"kamu serius? saya bakal kehilangan star people saya," Bu Ulfa terkejut. Tatia menyunggingkan senyum.
"saya serius bu,"
"tapi itu belum fix kan? rencana kalian menikah bulan apa?"
"kami belum bahas itu Bu. saya bahkan belum ketemu keluarga Rendra secara resmi,"
"hmm, berarti masih ada kesempatan buat bikin peraturan baru ya," Bu Ulfa menggumam lebih kepada dirinya sendiri. Tatia melongo tapi kemudian terharu mendengar kalimat tersebut.
"ibu gak harus melakukan itu demi saya kok Bu,"
"nggak. cuma saya liat banyak cinta tumbuh di kantor ini dan kalau gara-gara itu kita harus kehilangan orang, mending kita tinjau ulang peraturannya. toh kita bukan bank juga kan?" Bu Ulfah mengedipkan sebelah mantanya, tatia mengangguk saja.
***
Suzi menolak perjodohan dibatalkan. awalnya. tapi Rendra menjelaskan secara detil perasaannya terhadap Suzi dan meyakinkan bahwa Suzi akan mendapat jodoh lain. "saya bukan kepingan puzzle yang tepat untuk melengkapi kamu, Suz." Suzi menangis karena ia amat menyukai Rendra. tapi orang tuanya menenangkan dan perjodohan pun resmi batal. untunglah bapak Suzi tidak membatalkan hubungan pertemanan dengan ayah Rendra.
keesokan harinya, sepulang kerja, tatia langsung mandi dan berganti baju untuk menghadiri makan malam bersama kedua orang tua Rendra dan revia. selama makan malam itu Tatia ditanyai banyak hal oleh Bunda. pertanyaan yang berkecamuk di pikiran ayah tapi terlalu gengsi untuk bertanya. semakin Tatia menjawab, semakin Revia kagum akan pilihan kakaknya ini. di akhir acara makan malam, Bunda bertanya, "jadi kapan, ayah dan bunda bisa ketemu papa mama Tatia?"
wajah Tatia langsung bersemu merah. ia menatap rendra yang membalasnya dengan senyuman. "ka-kapan aja boleh. nanti saya bilang mama dan papa," orang tua Rendra sepakat untuk bertemu keluarga Tatia untuk melangsungkan acara lamaran dalam dua minggu. karenanya, saat makan malam usai, Tatia langsung menghubungi mama dan papa.
berhubung ini hari kerja, Tatia pulang ke apartemen, diikuti Rendra dengan peralatan menginapnya. begitu sampai, tatia langsung menuju kamar mandi sementara Rendra menunggu sambil menonton TV. setelah selesai, giliran Tatia yang menonton TV dan Rendra yang mandi. saat asyik menonton Avengers yang diputar di FOX Movies, tiba-tiba ada tangan terulur memegangi sebuah kalung di depan wajah Tatia.
"happy 27th birthday, sayang," Rendra mengecup kepala Tatia, masih sambil mengulurkan kalung di depan wajah Tatia.
"eh," tatia kebingungan, ia melirik kalender dan benar saja sekarang sudah tanggal 12 Maret, ulang tahunnya.
Rendra memasangkan kalung itu di leher Tatia dan Tatia tidak berhenti mengagumi kalung berhias permata itu.
"so beautiful," kata Tatia takjub.
"just like the owner," kata Rendra gombal. setelah mandi, ia mengenakan lagi kacamatanya dan duduk di samping Tatia
"kamu sekarang jadi bisa ngegombal ya. diajarin siapa sih?" tatia mencubit lengan Rendra. Rendra meringis tapi tetap nyengir.
"semoga ulang tahun berikutnya bisa kita jalani bareng terus ya," kata Rendra.
Tatia mengangguk. "makasih sayang."
panggilan 'sayang' Tatia yang pertama untuk si kutu buku di usia 27. bersamaan dengan itu pula Tatia menghadiahkan ciuman pertama di usia 27 untuk si kutu buku yang jadi lebih lunak dan lebih gaul, setelah melepas kacamatanya. dan untuk pertama kalinya juga malam itu mereka...
...memasak mie instan karena perut Rendra tiba-tiba berkeruyuk keras saat Tatia dan Rendra berciuman. sepanjang malam mereka habiskan untuk merangkai rencana pernikahan. tidak peduli harus berangkat kerja pagi-pagi. mulai saat ini, pagi, siang, malam, Rendra akan selalu jadi ksatria Tatia.
Sabtu malam itu Rendra memutuskan mengajak Tatia ke Ancol, makan malam di Bandar Jakarta dan menikmati pantai. ketika Tatia tiba-tiba berhenti makan dan memperhatikan Rendra. kadang Rendra bisa jadi seperti anak kecil, makan seenaknya sampai belepotan. Tatia jadi ingin menciumnya tapi tidak mungkin diantara banyak orang ini. jadi Tatia mengulurkan tissue dan mengelap bibir Rendra.
"kamu tuh, makannya yang bener dong," kata Tatia dengan lembut. ia menyeka bibir Rendra pelan-pelan, Rendra memandangi Tatia dengan intens. tiba-tiba Tatia diam. "Suzi...pernah kayak gini ke kamu?"
Rendra mengambil tissue dari tangan Tatia, mengelap mulutnya sendiri dan menggeleng. "gak pernah keluar bareng, sayang,"
Tatia tersenyum kecut mendengar Rendra memanggilnya 'sayang'. pertama kali dalam hubungan gelapnya selama 3 bulan ini. pak kadiv ini jadi semakin romantis.
"terus kalian biasanya ngapain?"
Rendra menerawang, mengingat saat-saat dia bertemu Suzi. "ketemu di kondangan, makan malam keluarga, udah."
"cuma dua kali?" Tatia terkejut.
Rendra mengangguk, lanjut menghabiskan pesanannya. Tatia sendiri sudah selesai makan. "cuma dua kali tapi kalian mau dijodohkan? ya ampun,"
Tatia bersandar di kursi, menggeleng berkali-kali. ia menerawang menatap laut.
"Mas Rendra?" sebuah suara terdengar ceria menyapa Rendra. Tatia menoleh ke asal suara. "Bu Tatia?"
Tatia gelagapan. diliriknya Suzi dan Rendra bergantian. mulut Tatia membuka menutup seperti ikan dikeluarkan dari air. sementara itu Rendra terlihat kalem.
"hai Suzi," balas Rendra.
"lagi apa mas disini?" tanya Suzi lagi. ia masih memandang Tatia dan Rendra dengan tatapan bingung.
"makan Suz," jawab Rendra polos. Tatia menepuk keningnya.
Suzi mengangguk. "aku sama temen-temenku abis dari Dufan mau makan disini," kata Suzi menjelaskan, padahal Rendra dan Tatia tidak bertanya apapun.
"silakan lanjut quality time-nya," Rendra tersenyum dan menunjuk ke arah teman-teman Suzi. mengusir halus.
Suzi pamit dan bergabung dengan teman-temannya. Tatia berdiri. "aku tunggu di mobil aja,"
sepanjang perjalanan pulang, Tatia kebingungan. "gimana kalau Suzi laporan ke orang tua kamu?"
"gak gimana-gimana," balas Rendra. pacarnya ini memang sering membuat Tatia kebingungan karena ke-datar-an sifatnya.
"kalau dia bilang terus kalian harus buru-buru tunangan gimana?"
kali ini pertanyaan Tatia harus dijawab lebih dalam oleh Rendra. "Suzi gak akan melakukan itu,"
"dari mana kamu tahu? kamu kenal dia juga gak terlalu dalam kan? kamu sendiri yang bilang kita jangan sampai ketauan Suzi karena itu berdampak ke perjodohan kalian," Tatia benar-benar panik sekarang. bagaimana kalau Rendra tidak berhasil menolak usul orang tuanya untuk dijodohkan?
"tenang, sayang,"
"mana bisa tenang Ren," Tatia meremas-remas tangan dan pahanya. matanya bergerak menyusuri jalanan. seakan khawatir orang tua Rendra akan muncul tiba-tiba dan menyuruh Tatia turun dari mobil.
Rendra mencondongkan tubuh ke arah Tatia, bermaksud mencium Tatia untuk menenangkan, ketika Tatia menahan wajah Rendra dengan kedua tangannya. "lagi bukan waktunya sih ah."
Rendra mengangkat bahu. "oke,"
Tatia jarang tahu apa yang sedang terjadi dalam pikiran Rendra. ia terlalu senang menyimpannya sendiri dan memberitahu Tatia melalui perbuatan. seperti ketika pertama kali Rendra menginap di apartemennya. dia tiba-tiba saja parkir di basement dan keluar membawa ransel. dia tidak bilang akan berusaha jadi lebih romantis tapi dia tiba-tiba memanggil 'sayang'. untuk kali ini apakah akan begitu juga?
"lho kok ke sini?" Tatia memperhatikan jalan. ini bukan jalan menuju rumahnya, mereka berada di daerah Menteng, daerah rumah Rendra.
"aku kenalkan kamu ke orang tuaku," balas rendra santai.
"apa?! Rendra, kamu bercanda ya? Rendra ah!" Tatia semakin panik. dia mencubit lengan Rendra, membuat Rendra meringis. Tatia melongok ke depan dan ke samping. ia semakin histeris saat pintu pagar rumah Rendra dibuka.
"Rendra ya ampun ini udah jam berapa juga?! jam 10! mana ada ngenalin ke orang tua jam segini?!"
"ada, aku, ayo," Rendra sudah turun dari mobil dan membukakan pintu Tatia. ragu-ragu, Tatia turun dari mobil. Rendra mengulurkan tangan, sambil bergandengan, mereka memasuki rumah. rumah besar itu hanya diisi oleh 6 orang. orang tua Rendra dan adik perempuannya, security, dan dua orang asisten rumah tangga. jika Rendra pulang, maka jumlah penghuninya menjadi tujuh orang. security yang tadi membukakan pagar nampaknya sudah mengabari ART karena tidak lama kemudian pintu terbuka. asisten rumah tangga yang masih muda itu tampak kaget melihat Rendra membawa seorang perempuan.
"ayah dan bunda masih bangun, mba?" tanya Rendra begitu mereka melangkah masuk. Tatia ragu-ragu mengikuti.
"masih, mas. mba Revia juga masih bangun," sahut sang ART. dia lalu kembali ke bagian belakang rumah. Tatia diajak Rendra menuju ruang keluarga. di sana ada seorang gadis sepertinya masih kuliah, sedang menonton TV. ia masih mengenakan pakaian main. saat Rendra masuk, ia menoleh dan tersenyum.
"eh Mas Rendra pulang?" adik rendra tersebut, Revia, langsung terdiam saat sadar Rendra tidak sendirian.
"iya. kenalkan, Tatia, pacar mas," Rendra menarik Tatia untuk maju dan memperkenalkan Tatia kepada adiknya. Revia hanya bengong saat menyalami Tatia dan menyebutkan namanya. "kamu tunggu disini dulu ya sayang. aku panggil ayah dan bunda."
Rendra meninggalkan ruangan keluarga. membuat Tatia berdiri kaku ditemani Revia. "duduk aja mba," kata Revia yang sudah kembali bersandar di sofa.
"eh iya," balas Tatia gugup. presentasi di depan direktur saja tidak segugup ini. ia duduk dengan kaku di ujung sofa yang sama dengan diduduki Revia.
"kalian beneran pacaran?" Revia memandang Tatia. Tatia menoleh lalu tertawa gugup dan pelan-pelan mengangguk. ia meremas celana jeansnya.
"bisa juga Mas Rendra pacaran," kata Revia sambil mengangguk. ia begitu intens memandangi Tatia. yang dipandangi merasa gugup dan risih. "Mas rendra kan ga pernah pacaran. palingan pacarannya sama komputer."
Tatia tertawa. tawanya tiba-tiba berhenti saat Rendra kembali masuk diikuti kedua orang tuanya yang sudah mengenakan pakaian tidur. Tatia buru-buru berdiri, sementara Revia duduk anteng memandangi drama apa yang akan terjadi di depannya.
Rendra menghampiri tatia dan dengan sengaja melingkarkan tangannya di pinggang Tatia. kedua orang tua Rendra langsung mengernyit. Tatia sendiri langsung tersenyum kecil dan berusaha menurunkan lengan rendra.
"Yah, Bun. kenalkan ini Tatia, pacar Rendra,"
Tatia mengangguk dan bermaksud menyalami keduanya, saat ayah dan bunda Rendra diam saja, tidak membalas uluran tangan Tatia. Tatia jadi canggung. akhirnya ia menarik dirinya lagi.
"ayah ada janji lari pagi besok. ayah tidur dulu," dan berbaliklah kedua orang tua Rendra, kembali ke kamar mereka. Tatia langsung lemas, rasanya ingin pingsan menyadari dirinya ditolak mentah-mentah. Rendra langsung memapahnya menuju sofa.
"sayang," panggil Rendra ragu-ragu.
"a-aku mau pulang aja," Tatia buru-buru bangkit. menoleh ke arah Revia yang balas mengangguk, lalu buru-buru keluar rumah. Rendra mengejar. malam itu juga Rendra mengantar Tatia yang minta pulang ke rumah orang tuanya. sepanjang perjalanan Tatia diam, rendra pun tidak berani bicara apa-apa. saat lampu merah, Rendra memberanikan diri menatap Tatia dan ia terkejut saat melihat Tatia menangis tanpa suara. Rendra buru-buru menepikan mobilnya dan memeluk Tatia.
"maaf Sayang. maafin ayah dan bunda,"
Tatia hanya menggeleng, tidak mampu berkata apa-apa. sudah cukup jelas bahwa orang tua Rendra tidak menyukainya. Rendra hanya memeluk Tatia yang masih menangis, mengelus rambut Tatia, menciumnya, menenangkan Tatia dengan kata-kata yang dia sendiri pun tak yakin. ayah dan ibunya orang yang saklek. jurusan yang dipilih Rendra pun karena usulan ayah. untung Rendra memang suka. beda dengan revia yang disuruh kuliah Hubungan Internasional padahal revia lebih suka Biologi.
selama hampir sejam Tatia menangis. akhirnya Tatia melepaskan diri dari pelukan Rendra. "aku mau pulang," ujar Tatia terbata-bata. rendra mengantarkan Tatia ke rumahnya. orang tua Tatia kenal dengan Rendra, jadi saat Tatia sampai di rumah dan pintu pagar rumah dibuka oleh ayah Tatia yang sedang menonton bola, Rendra langsung meminta maaf karena mengantar Tatia pulang terlalu malam dan karena Tatia menangis.
"Tatia capek Pa, tadi dapet hari pertama dan perut Tatia sakit banget. Tatia mau tidur langsung ya," sahut Tatia, menenangkan papanya lalu masuk ke kamar bahkan tanpa memandang Rendra.
"saya pamit pulang, om," Rendra kecewa karena Tatia bahkan tidak memandang dirinya. tapii rasanya itu konsekuensi yang tepat. malam itu Rendra memutuskan untuk tidak pulang ke rumahnya.
***
"Rendra, pulang Nak. hari ini keluarganya Suzi akan ke rumah," ibunya menelepon Rendra pagi hari itu. saat Rendra sedang lari pagi mengelilingi kompleks tempat kost-nya.
"Rendra tidak ingin dijodohkan Bun," akhirnya Rendra mengatakan kalimat itu, setelah berbulan-bulan wacana mengenai perjodohannya.
"bukan kita yang punya keputusan soal ini Nak," sang ibu berkata pelan. Rendra tahu semua keputusan kehidupan keluarganya ada di tangan ayah. tak ada yang bisa menolak. "suzi akan di rumah sejak pukul 4, lalu makan malam dengan kita. kamu hadir ya,"
Rendra tidak menanggapi lagi sampai ibunya menutup telepon. segera setelah itu ada SMS dari Suzi yang bertuliskan, "akhirnya keluarga kita akan benar-benar membahas perjodohan kita ya Mas. Suzi sudah gak sabar. Suzi juga sudah mulai cari pekerjaan lain karena kita gak boleh menikah dengan rekan satu perusahaan."
Rendra tidak menggubrisnya. yang ia pikirkan hanya perasaan Tatia.
***
Rendra tidak punya pilihan apa-apa. selama makan malam yang didominasi oleh ayah dan bapak Suzi, Rendra hanya bisa diam. ibunya berkali-kali menatap rendra dengan cemas. sementara itu Revia hanya menunduk menghadapi makanan. Suzi dan ibunya terlihat sumringah. tanggal pertunangan ditetapkan. hanya akan dihadiri keluarga dekat saja.
"sampai ketemu, Mas Rendra," Suzi mengangguk, tersenyum. Rendra hanya balas mengangguk singkat. keluarga Suzi pamit, begitu pula Rendra, langsung bermaksud memasuki mobilnya.
"mau kemana kamu?" tanya ayahnya.
"ke kosan," jawab Rendra singkat.
"jangan temui perempuan itu lagi," lanjut sang ayah. bunda memandangi Rendra dengan tatapan prihatin, Rendra hanya melengos lalu memasuki mobil dan pergi. ia memasang iPhone-nya ke port agar telepon masuk bisa langsung diterimanya dengan loudspeaker. sekitar 10 menit setelah meninggalkan rumah, Revia menelepon.
"mas bakal putusin Mba Tatia?"
"gak, rev,"
"kasian Mba Tatia, Mas,"
"iya aku tahu Tatia dirugikan. aku akan berusaha agar ayah membat..."
"kasian Mba Tatia kalau Mas gak putusin," potong Revia. membuat Rendra terdiam sejenak. kaget.
"maksudmu?"
"Mas kan tahu perintah ayah itu mutlak. jadi daripada Mba Tatia diduain sama Mba Suzi, mending mas putusin Mba Tatia sekarang,"
"akan mas pikirkan dulu," Rendra langsung menutup teleponnya. meski malam sudah larut, ia memberanikan diri menelepon ponsel Tatia.
telepon itu tidak diangkat. Tatia nampaknya masih kecewa pada Rendra. akhirnya Rendra mengirim pesan kepada Tatia, "sayang, kita harus ngobrol," yang tidak dibalas Tatia sama sekali.
***
pagi itu Rendra memberanikan diri mendatangi ruangan Tatia namun ruangan itu tertutup. Irsa menjadi sasaran pertanyaan Rendra.
"Tatia?" tanya Rendra sambil menunjuk ruangan tatia yang tertutup rapat.
"gak masuk Pak, sakit," jawab Irsa.
"dia ngabarin kamu?" tanya Rendra lagi.
Irsa mengangguk. "sakit apa?" lanjut Rendra.
"Bu Tatia gak bilang sih. bapak ada pesan untuk Bu Tatia? soal project PE ya pak?"
Rendra menggeleng. "bukan,"
Irsa diam, menunggu apa lagi yang akan ditanyakan sang kepala divisi. "ya sudah, terima kasih Irsa." Rendra berbalik dan kembali ke ruangannya.
Rendra berkali-kali menelepon Tatia tapi tidak diangkat. akhirnya Rendra nekat menelepon mama Tatia. mereka sempat beberapa kali berkorespondensi saat tahu Rendra adalah pacar putri bungsunya.
"tante," sapa Rendra begitu mama Tatia mengangkat telepon.
"Rendra, syukurlah kamu menelepon. baru aja tante mau telepon kamu,"
"ada apa ya Tante?"
"kondisi Tatia kok aneh ya? terakhir kalian ketemu, Tatia baik-baik saja kan?"
Rendra mulai merasa tidak enak. "iya Tante, baik-baik saja. memang Tatia kenapa?"
"Tatia di kamar terus sejak kemarin. Tante suruh makan juga gak mau. dia bilang sih sakit perut karena mens, tapi perasaan baru kemarin dia selesai mens. tante takut dia sakit apaa gitu."
Rendra langsung sadar bahwa dia penyebab Tatia mengurung diri. "kalian ada masalah?" tembak mama Tatia
Rendra bingung mau menjawab apa akhirnya dia jujur saja. "iya tante."
"pantesan. Rendra bisa datang ke rumah? biar masalahnya selesai. tante gak pernah liat Tatia begini. Tante khawatir Tatia sakit,"
"iya Tante, nanti saya mampir ke rumah,"
Rendra menutup sambungan telepon dan menaruh kepalanya di telapak tangan, menggosok wajah setelah melepaskan kacamatanya.
"Mas Rendra," Rendra mendongak dan melihat Suzi sedang berseri-seri memandangnya dari ambang pintu. 'here comes another problem,' pikir Rendra.
***
Rendra gagal bertemu Tatia malam itu. ia hanya bercerita dari balik pintu kamar Tatia. berharap Tatia mendengarkan. tatia memang mendengarkan, dari balik pintu dengan mata sembab dan rambut berantakan. Rendra tidak membahas soal perjodohannya, ia hanya meminta maaf dan meminta kesempatan sekali lagi. kedua orang tua Tatia memperhatian Rendra soalnya.
keesokan harinya, Rendra datang ke kantor dengan penuh pikiran, namun saat melihat sosok kekasihnya sedang menunggu lift, dengan kondisi sehat wal afiat, rendra langsung bersemangat dan bermaksud menghampiri Tatia. namun langkahnya dihadang oleh Suzi yang seakan tahu bahwa Rendra akan menghampiri Tatia. Suzi bahkan sudah mulai menyebarkan info bahwa ia akan segera resign demi bertunangan dengan Rendra. sehingga pagi itu, Suzi dengan leluasa mendekati Rendra. melihat Suzi yang begitu dekat dengan Rendra, Tatia memandang dengan tatapan pedih. tanpa berkata, Tatia memasuki lift.
waktu menunjukkan pukul 5 sore dan tatia sudah siap dengan tasnya. ia akan pulang cepat, membawa pekerjaannya yang tertunda untuk dikerjakan di apartemen. sebuah hal yang jarang bahkan tidak pernah dilakukan Tatia. tapi ia tahu bahwa jika ia berada di kantor lebih lama, Rendra akan menemuinya dan ia sedang tidak siap untuk itu.
"sa, saya pulang duluan ya," Tatia berpamitan pada Irsa, saat ia berbalik dan melangkah, hampir saja ia menabrak Rendra.
"Sa, er, Ta," sapa Rendra. Tatia mundur.
"urusan kerjaan besok lagi aja pak. saya ingin pulang cepat," kata Tatia dingin, ia berusaha melewati celah yang tidak terhalang Rendra tapi Rendra memegang tangannya.
"lepas," Tatia mendesis. ia sedikit melirik ke arah anak-anak divisi Akunting, khawatir dirinya jadi bahan tontonan.Rendra menurut. Tatia buru-buru berbalik dan setengah berlari, meninggalkan Rendra.
'we need to talk like an adult' adalah isi SMS Rendra begitu Tatia meninggalkannya. tatia ingin membalas dengan sejuta argumen tapi ia mengurungkannya. tatia hanya kecewa pada Rendra. bukan berarti ia tidak ingin menghadapi semuanya. tatia hanya butuh waktu.
"Ga, nginep tempat gue dong," Tatia menelepon sahabatnya yang bekerja di Bekasi.
"buset. sekarang?"
"ntar aja kalau Metallica ngeluarin album reliji. ya sekarang lah,"
"gue gak bisa say. banyak kerjaan nih. kalaupun dateng, gue baru bisa sampe jam 11 malem. terus besoknya jam 6 gue udah harus berangkat lagi. rontok badan adek, bang."
mau tak mau tatia tertawa. "tapi gue lagi butuh temen."
"emang kenapa? lo lagi Haus Belaian Lelaki? ya minta laki lo aja nginep lagi," kata Olga santai.
"nyebelin lo. malah dia yang mau gue hindari."
"lho kalian berantem?"
Tatia menceritakan permasalahannya dengan Rendra.
"dan lo merasa dia bakal datengin lo ke apartemen?" tanya Olga setelah Tatia selesai bercerita.
"100%. tadi aja dia nekad datengin ruangan gue di jam pulang kantor. biasanya dia beraninya kalau kami lagi sama-sama lembur. berarti dia desperately ingin ketemu gue,"
"pede abis lo. ya udah, gue usahain dateng lebih cepet. berdoa aja dia gak dateng pas gue masih di jalan. gue pinjem baju ya,"
"siap bos!"
Tatia sampai di apartemen dan lega mendapati tidak ada tanda-tanda Rendra. ia masuk ke apartemen dan langsung mandi dan bersiap dengan pakaian tidur. ia bertekad untuk menunggu sampai Olga tiba sambil mengerjakan pekerjaan yang dia bawa dari kantor. sekitar pukul setengah 10, Olga mengabari bahwa ia sudah dekat. maka ketika bel pintu berbunyi, Tatia membukanya dengan ceria, berharap Olga yang tiba. saat Tatia sadar Rendra yang ada di depannya, Tatia bermaksud menutup pintu tapi Rendra lebih cepat. ia menahan pintu agar terbuka dan berhasil masuk.
"aku lagi gak mau ketemu kamu," Tatia berkata ketus. ia mundur menjauhi Rendra.
"kita harus bicara," nada suara si kutubuku tercinta Tatia ini terdengar lelah. mungkin ia baru bertengkar dengan orang tuanya. "cepat atau lambat kita bakal harus membahas ini."
"iya tapi gak sekarang," Tatia menggeleng.
"lalu kapan? saat aku sudah terlanjur menikah dengan Suzi?" Rendra mulai tersulut emosi dan mengeluarkan kata-kata tersebut. Tatia membelalak dan Rendra langsung menyesal. "maaf sayang, maaf."
Rendra mendekati Tatia tapi Tatia kembali mundur dan mulai menangis.
"kamu tega ya," sahut Tatia di sela-sela tangisannya.
"bukan gitu. aku gak bermaksud begitu," Rendra terus berusaha mendekati Tatia dan Tatia terus mundur sampai tidak terasa ia menabrak dinding.
"kamu pergi aja Ren. kita putus aja,"
"gak gitu maksud aku. maafin aku," Rendra mendekati Tatia, mengunci kekasihnya dengan kedua tangan agar ia tidak bisa kemana-mana lagi.
Tatia menangis lebih keras. air mata membanjiri pipinya. Rendra menarik Tatia ke pelukannya, memeluk erat Tatia dan mencium keningnya. awalnya Tatia menolak, mendorong Rendra menjauh. namun Rendra pantang menyerah dan tetap menahan Tatia. sehingga pada akhirnya Tatia pasrah dan menangis di dada Rendra.
"sis, ini pintu sengaja ga ditutup?" tiba-tiba terdengar suara Olga. membuat Tatia dan Rendra membeku. Rendra buru-buru menjauhi Tatia dan memandang Olga dengan gugup.
"lho," kata Olga. saat Tatia menjauh mendorong Rendra lebih jauh, Olga berteriak semakin kencang. "wei!"
"Ga," panggil Tatia ragu-ragu.
"lo nyuruh gue buru-buru dari Bekasi ke Jakarta supaya lo ga didatengin laki lo. ketika gue dateng kalian malah lagi mesra-mesraan. kecewa gue," Olga menggeleng dan bersandar di ambang pintu.
"ini..." Tatia berusaha menjelaskan tapi Olga memotong.
"khilaf? Ren, mending lo cabut sekarang deh," Olga menunjuk keluar. Rendra mengangguk lalu memandang Tatia sebelum benar-benar melangkah keluar. Olga memberi jalan dan langsung menutup pintu dan mengunci saat Rendra sudah keluar.
"mana yang katanya 'i dont date taken men'?" Olga menghampiri Tatia, memperhatikan wajah Tatia yang habis menangis.
"terakhir Ga," jawab tatia dengan rasa bersalah.
"terakhir kalian ketemu mau ditandai apa? memutuskan untuk melanjutkan hubungan setelah Rendra nikah? itu bakal ngerusak hubungan si Rendra sama tunangannya dan bahkan hidup lo sendiri. lo mikir gak sih Ta? dimana logika lo, yang dari SMA jadi juara 1 dan lulus terbaik kampus?"
"we dont know logic when we're falling in love," bantah Tatia.
"men do know logic, women know feeling. pantesan lo mau-maunya masih mesra sama dia. kalian udah ngobrol? Rendra udah pilih lo daripada tunangannya?"
Tatia menggeleng.
"iya lah kalian ngobrolnya pake nafsu," seru Olga kesal. Tatia merasa tersinggung tapi ia tahu Olga benar. "pokoknya ga ada lo mesra-mesraan sama si Rendra sampai tau akhir hubungan kalian gimana. kalau udah married, lo mau ngapa-ngapain juga bebas, ibadah! tapi kalau Rendra memutuskan untuk nikah sama tunangannya, gue harap lo cukup waras untuk menjauh. gue akan nginap disini, setiap hari kalau perlu, untuk memastikan lo ga ada ketemu Rendra sampai hubungan kalian jelas."
Olga lalu mengunci pintu apartemen dan masuk ke dalam kamar, seperti yang biasa dia lakukan saat menginap di apartemen Tatia. Tatia sedikit menyesal mengundang Olga tapi Tatia tau keberadaan Olga jauh lebih ia butuhkan.
***
Tatia mengabarkan pada orang tuanya bahwa ia putus dengan Rendra. hari-hari berikutnya tak ada interaksi apapun antara mereka. Rendra dikekang keluarganya dan Tatia diawasi Olga. dua minggu setelah Tatia terpergok bermesraan dengan Rendra, Tatia didatangi oleh Suzi di ruangannya.
"Bu Tatia, saya mau antar dokumen dari Bu Iva," Suzi mengulurkan map berisi dokumen laporan kegiatan CSR yang dibuat Iva, rekan sesama manager di divisi CSR. kalau tidak ingat sedang di kantor, Tatia mungkin akan bersikap sangat jutek kepada Suzi. saingannya dalam percintaan.
"ya, taro aja di meja. makasih Suzi," sahut Tatia, ia berusaha tersenyum, tapi mengingat bahwa ini Suzi yang dihadapinya, ia hanya mampu menggerakkan sudut bibirnya lalu diam lagi.
"saya tahu Bu Tatia pacaran dengan Mas Rendra," Suzi melanjutkan. membuat Tatia terdiam dan pelan-pelan memandangi Suzi.
"saya pernah lihat kalian pulang bareng setelah Bu Tatia lembur. setelah kita gak sengaja ketemu di Bandar Jakarta, saya semakin curiga. ternyata bahkan Mas Rendra sudahh memperkenalkan Bu tatia ke keluarga Mas Rendra. saya tahu dari Revia," Suzi bercerita panjang lebar. Tatia sudah ingin menangis dan berteriak bahwa ia tidak punya kesempatan untuk Rendra.
"kalau saya gak setuju dengan perjodohan ini, saya mungkin akan dengan senang hati mempersilakan Mas Rendra melanjutkan hubungan dengan Bu Tatia. tapi maaf Bu, saya juga menyukai Mas Rendra. jadi saya gak akan menolak perjodohan ini," perasaan Tatia makin tak karuan. ia semakin ingin menangis. dadanya sesak.
"besok kami akan resmi bertunangan. jadi mohon Bu Tatia menyelesaikan semua hal yang masih menggantung dengan Mas Rendra. supaya besok kami bisa mempersiapkan pernikahan dengan sebaik-baiknya," nada suara Suzi sebenarnya biasa saja. bahkan ia mengatakannya sambil tersenyum. namun perasaan Tatia sudah begitu sakit dan tenggorokannya pun kering. jadi ia cuma bisa berkata 'ya' dengan susah payah dan suara super parau.
"terima kasih bu. saya permisi," Suzi keluar dari ruangan Tatia. saat itu juga tangis Tatia pecah. Irsa sampai tergopoh-gopoh masuk ke ruangan Tatia. bertanya apakah Tatia sakit? saat Tatia tak menjawab, Irsa akhirnya hanya menyediakan tisu dan mengelus pundak atasannya ini.
***
Tatia tidak sanggup menghadapi kenyataan bahwa hari ini Rendra dijodohkan, sendirian. ia mengajak Olga untuk mendadak kabur ke Bandung. sejauh mungkin dari lokasi pertunangan Rendra. Olga mengajak Tatia bermain ke Trans Studio Bandung, berpindah dari satu taman ke taman lain, mencoba berbagai hidangan yang sebenarnya bisa membuat berat badan mereka bertambah banyak. saat sore hari menjelang, matahari sudah hampir tenggelam dan Tatia memandangi matahari yang berwarna kuning keemasan itu tampak menyedihkan. sama seperti perasaannya sekarang.
"udah, ga usah dipikirin. tenggelamnya matahari berarti hubungan lo sama Rendra tenggelam juga. karam, kayak Titanic. mending kita makan aja yuk," Olga menyentil lengan Tatia dan menunjuk makan malam mereka. makan malam yang cantik dan menggiurkan dari sebuah restoran terkemuka di wilayah dago.
"apaan sih bawa-bawa Titanic segala," Tatia menghadapi makanannya dan mengambil garpu dan pisau. saat itu ia melihat kukunya yang hari ini dicat warna biru tua. Tatia teringat dialognya dengan Rendra setelah mereka bertengkar. Tatia menggeleng cepat, mengenyahkan memori tersebut. Rendra dan Suzi bertunangan sore ini. berarti saat ini Rendra sudah resmi menjadi calon suami orang lain.
ponsel Tatia tiba-tiba berdering. nomor tak dikenal.
"siapa?" tanya Olga.
"gak tau. paling nawarin asuransi. halo,"
"Mba Tatia?" sahut suara di ujung sana. nadanya panik.
"yyyyya. siapa ini?"
"Revia, Mba," Tatia tercekat. untuk apa adik Rendra meneleponnya di sore hari saat kakaknya bertunangan? Olga memandangi Tatia, kepo. Tatia berkata tanpa suara 'adiknya rendra'.
"Mba Tatia lagi dimana?" Revia melanjutkan.
"Di Bandung, Revia," jawab Tatia hati-hati.
"sama siapa?" tanya Revia lagi. kenapa ini jadi seperti interogasi?
"sama Olga,"
"beneran?" Revia seakan tidak percaya.
"bener. nih," Tatia mengulurkan ponsel ke arah Olga, menyuruhnya bicara. "yaaa, Olga disini,"
"percaya kan?" lanjut Tatia. "cek aja Path aku, locationnya Bandung kok,"
Revia diam. kecurigaannya tidak terbukti. "memang kenapa?" giliran Tatia bertanya.
"Mas Rendra kabur, Mba. gak tau dimana," jawab Revia.
Tatia kaget. Olga kebingungan.
"Mas Rendra ga ada hubungi Mba Tatia?"
"gak ada, Revia," Tatia menjawab lemah. apa ini artinya Rendra akhirnya berani menolak perjodohan?
"ya udah, makasih mba,"
sambungan telepon ditutup. Olga langsung heboh. "apa sih? kenapa?"
"Rendra kabur, ga dateng ke acara tunangannya. keluarga dia ngira Rendra lagi sama gue,"
***
Rendra bahkan tak masuk kantor seminggu kemudian. tidak hanya keluarganya yang panik (Suzi bahkan sampai berteriak-teriak dan menangis di ruangan Tatia, membuat orang-orang penasaran. thanks to pintu dan dinding kedap suara, mereka gak tau Tatia dituduh menyembunyikan Rendra), Tatia juga mulai khawatir. takut jika Rendra kecelakaan atau semacamnya. namun stafnya tampak tenang-tenang saja, karena katanya Rendra memang mengajukan cuti untuk seminggu.
di saat sedang desperate menunggu kabar dari Rendra, pada hari Sabtu siang saat Tatia sedang membantu ibunya di dapur, karena akan ada arisan keluarga di rumah, ponsel Tatia berdering. lagi-lagi nomor tak dikenal.
"halo,"
"sayang," sahut sang penelepon. Tatia menjatuhkan centong sup yang dipegangnya. mama Tatia menoleh keheranan. Tatia buru-buru mengambil sendok sup itu dan berlari ke kamarnya.
"Rendra! kamu sehat? kamu dimana?" tanya Tatia panik, senang, lega, khawatir.
"kamu lagi dimana sayang?" Rendra malah balas bertanya, terdengar lelah.
"aku di rumah. kamu..."
"aku akan ke rumahmu dalam 3 jam. jangan kabari siapapun kecuali orang tuamu," telepon ditutup. Tatia berusaha meyakinkan diri bahwa telepon itu nyata, benar-benar dari Rendra. selama 3 jam ke depan tatia tidak tenang. saudara-saudaranya sudah mulai tiba untuk arisan. Tatia sedang menyambut tamu saat sebuah taksi berhenti di depan rumahnya dan Rendra turun dari taksi, sopir taksi membantu menurunkan kopernya. sementara itu, Rendra, tampak sehat dan sedang tersenyum lebar. Tatia mengabaikan keluarga besarnya dan langsung berlari menghampiri Rendra.
"kamu..." Tatia tidak tahu harus berkata apa. ia ingin memarahi dan memukul rendra karea kabur begitu saja dan membuat dirinya khawatir. tapi Tatia juga ingin memeluk Rendra karena lega kutu bukunya masih sehat.
"rumahmu ramai," komentar Rendra. Tatia mendengus tertawa.
"kamu pasti capek, istirahat di kamarku dulu ya," akhirnya Tatia memutuskan untuk melakukan itu dulu. ia mengajak Rendra menuju kamarnya di lantai atas. yang sulit adalah melewati keluarga besar yang menginterogasi Tatia. berbeda dengan Tatia yang kebingungan, Rendra malah dengan leluasa dan sopan santun yang luar biasa, menjawab bahwa ia pacar Tatia. Tatia menggeleng dan semakin menarik Rendra. setelah sampai di kamar dan menaruh koper besarnya, Rendra menghadap Tatia. Tatia baru sadar bahwa rendra melepas kacamatanya. sepertinya ia mengenakan soft lens bening, karena ada lingkaran tipis di sekitar hitam matanya. terlihat saat Rendra mencondongkan tubuhnya dan mencium Tatia.
"rindu," bisik Rendra saat memeluk tatia begitu erat. awalnya Tatia merasa kaku, ia ingat kata-kata Olga yang melarangnya bersamaan dengan Rendra sebelum ada kepastian. tapi ia memberikan excuse untuk hari ini. tatia mengelus rambut Rendra.
"kita harus bicara, menyelesaikan semuanya hari ini juga. kamu bisa menunggu samppai selesai acara arisan kan? aku harus bantu-bantu mama," kata tatia sambil menelusuri wajah sang kekasih yang sekarang juga ditumbuhi jambang tipis.
"akan aku bantu juga,"
bersama-sama, mereka turun dan terlibat dalam acara keluarga. Rendra bisa bergaul dengan mudah bersama gerombolan lelaki. ia diminta jadi fotografer untuk acara ini, memotret keluarga besar Tatia. singkat kata, keluarga besar Tatia sungguh menyukai Rendra! sesuatu yang ironis karena keluarga Rendra bahkan tak menyukai Tatia.
"makasih ya Rendra udah bantu-bantu," kata mama saat Tatia, mama, papa, dan rendra selesai membereskan rumah.
"sama-sama Ma," Rendra tersenyum. Tatia mengernyitkan kening. sejak kapan Rendra panggil mama Tatia dengan sebutan 'ma', biasanya juga 'tante'.
"kata Tatia, kalian putus?" lanjut mama Tatia. membuat Tatia gelagapan karena Rendra mengerutkan kening memandang Tatia.
"biasa ma, kalau lagi berantem obrolannya emang suka ngaco," jawab rendra sambil tertawa.
"jangan gampang minta putus dong, Ta.. nanti kalau udah nikah ga bisa gitu," mama menepuk paha Tatia. Tatia hanya nyengir sedangkan rendra tertawa.
"ngomong-ngomong, bawa koper gede abis dari mana, Ren?" kali ini papa Tatia yang bertanya.
"abis tugas dinas dari luar kota, Pa. lumayan seminggu. jadi begitu saya sampai Jakarta lagi saya langsung cari Tatia. kangen," Rendra melirik Tatia yang malah ingin melemparkan bantal ke arahnya. sejak kapan Rendra jadi lihai ngegombal dan bercanda?
mendengar Rendra menggonbali Tatia, papa tatia mendeham keras. senyum menghilang dari wajah Rendra. giliran Tatia yang tertawa.
"terus sekarang mau pulang apa gimana?" tanya papa Tatia lagi.
"yaa nginep sini aja gapapa kok, Ren. ada kamar tyo ga dipake kan Pa?" sebelum Rendra sempat menjawab, mama sudah mengusulkan lebih dulu. sepertinya mama benar-benar mengerti kerinduan Rendra. Tyo adalah adik laki-laki Tatia yang sedang S2 di Jerman.
"ya, boleh. asal jangan tiba-tiba nyelinap ke kamar Tatia ya. Tatia jangan lupa kunci pintu," papa Tatia lalu bangkit dan meremas pundak Rendra. memperingati agar Rendra jangan macam-macam. mama Tatia mengikuti suaminya, memandang Rendra dan tersenyum. sekarang tinggal Rendra dan tatia berdua.
"jadi, seminggu ini kamu kemana?" Tatia memulai sesi interogasi.
"Belitong, sayang," Rendra lalu menceritakan rencananya untuk kabur dari acara pertunangan. benar-benar menghilang. ia sudah mempersiapkannya sebelum pertunangan dimulai. maka ia kabur ke Belitong, menikmati waktu liburannya dan memikirkan strategi apa yang akan dia ambil untuk mempertahankan perasaannya pada Tatia.
"aku terharu Rendra, karena ternyata kamu masih mau berjuang untuk aku. tapi kamu parah. semua orang cari kamu, mereka curiga kamu kabur denganku,"
Rendra memandangi Tatia dengan penuh cinta, senyum terkembang di wajah tampannya. kalau orang-orang melihat Rendra seperti ini, tanpa kacamata dan ditambah jenggot tipis, bisa dipastikan dia mendadak masuk Top 10 Most Eligible Bachelor.
"i'll try to fix it. aku akan berusaha menjelaskan kepada ayah dan bunda, memperjuangkan kamu. kalau ternyata mereka masih menolak juga, kita menikah tanpa restu mereka,"
"hush Ren. orang tua itu penting," Tatia membantah usul gila Rendra tersebut. Rendra mengembangkan senyumnya.
"aku akan berusaha besok. kamu doakan terus ya," Tatia mengangguk, Rendra membuka tangannya, mengajak Tatia ke pelukannya. Tatia bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Rendra erat.
***
kehadiran Rendra kembali di rumahnya menggemparkan seisi rumah. Bunda langsung memeluk rendra, Revia kebingungan antara akan menyambut kakanya atau masuk ke kubu ayahnya, ayah yang begitu melihat Rendra di pintu langsung menggelegar. ayahnya memarahi Rendra. membahas soal kehormatan keluarga, mempermalukan ayah, menurunkan harga diri, dan lain sebagainya. sementara itu bunda hanya memeluk putra sulungnya, terlalu lega karena putra sulungnya masih sehat. Revia, sang adik hanya mampu duduk diam tak bergerak. setelah ayahnya selesai memarahi, giliran Rendra yang bicara. ia berdiri menjulang menyaingi tinggi ayahnya.
"saya tegaskan bahwa saya menolak perjodohan dengan Suzi. saya akan menentukan siapa orang yang akan saya nikahi. jika ayah masih memaksa saya menikah dengan Suzi, mohon maaf berarti saya akan meninggalkan keluarga ini,"
kalimat terakhir Rendra membuat tangis bundanya semakin keras dan Revia menutup mulut. ayahnya malah tertawa menggelegar.
"siapa yang akan kamu nikahi? perempuan yang kamu ajak kesini? bisa apa dia? cuma tertarik dengan uangmu?!"
mendengar itu Rendra saja sudah sakit hati, apalagi jika Tatia mendengarnya sendiri. jangan sampai Tatia tahu hal ini.
"tatia adalah manager perempuan termuda yang dimiliki perusahaan kami. tahun lalu dia berhasil meraih penghargaan internal untuk loyalitas kepada perusahaan. dia juga pekerja keras dan aktif terlibat di kegiatan-kegiatan sosial kantor. ayahnya salah seorang dekan universitas swasta. Tatia sendiri lulusan UI untuk S1 dan Inggris untuk S2," Rendra memaparkan CV singkat kekasihnya. membuat ayahnya terhenyak. "jadi jika ayah khawatir Tatia hanya tertarik pada kekayaan Rendra, ayah salah. Tatia sudah bisa menghasilkan uang sendiri dan keluarganya pun cukup berada. pendidikan Tatia juga baik, tidak kalah dengan saya, kalau ingin dibandingkan. hatinya pun baik. saya tahu dia mencintai saya apa adanya dan saya juga begitu padanya. saya merasa nyaman saat dekat dengannya. sesuatu yang tidak saya dapatkan saat bersama dengan Suzi."
ibarat permainan sepak bola, tendangan Rendra telah sukses menjebol gawang lawan. untuk semakin mempercantik hasilnya, Rendra menambahkan. "saya harap ayah mau mengenal Tatia lebih dulu, tidak langsung menolak Tatia hanya karena ayah sudah punya pilihan lain untuk saya. pilihan yang bahkan bukan keinginan saya pribadi. saya yang akan menikah, yah,"
ayah Rendra semakin tercengang, sekaligus tersinggung. ia berbalik lalu melambai, "sesukamu lah."
bunda memandang suaminya dan anak sulungnya bergantian. Rendra langsung merosot ke sofa, memijat keningnya.
"itu pertanda baik, rendra. bunda mau menyusul ayah dulu," Bunda menepuk pundak Rendra lalu berlari menyusul suaminya.
"bravo bro," Revia bertepuk tangan lalu duduk di sebelah kakaknya.
"thanks sis," sahut Rendra masih sembari memijat keningnya.
"akhirnya ada yang berani menentang keinginan ayah,"
"akhirnya."
"kapan-kapan ajak aku jalan bareng Mba Tatia dong," pinta Revia.
"kapan-kapan ya," Rendra mengacak rambut adiknya lalu bangkit.
"lho Mas mau kemana?"
"balik ke kosan. besok udah kerja," Rendra melambai dan meninggalkan rumahnya.
***
benar saja, seisi kantor terpana melihat penampilan baru Bapak Rendra Putra Sanada. sang kepala divisi termuda yang dulu terlihat geek tapi sekarang begitu cool dan mempesona. geng gosip kantor baru akan memasukannya ke Top 10 Most Eligible Bachelor, langsung ke peringkat 1 karena jabatannya yang tinggi, ketika saat makan siang, Rendra terang-terangan menggandeng tangan Tatia untuk makan siang bersama. Tatia bahkan mendengar bisik-bisik di toilet, "ternyata Pak Rendra pacaran sama Bu Tatia. yaudah itu mah jelas aja butiran debu kayak kita gak punya kesempatan." Tatia tertawa tanpa suara. saat dia membuka pintu bilik toilet, orang-orang yang membicarakannya langsung mendekap mulut.
"thanks ya, pujiannya," balas tatia lalu melambai.
pagi tadi Rendra menjemputnya dari apartemen. sepanjang perjalanan Rendra menjelaskan pertemuannya dengan ayah, kecuali bagian ayahnya mengira Tatia menginginkan Rendra karena uang. menyadari bahwa pintu mereka sudah terbuka lebar, Tatia refleks memeluk Rendra. "yang, lagi di jalan nih," seru Rendra. benar saja, para pengamen sedang memperhatikan mereka. Tatia langsung menjauhkan diri. sementara itu Suzi sudah terlanjur resign dari perusahaan. rencananya malam ini kedua keluarga akan bertemu untuk membahas pembatalan pertunangan. baru setelah itu Rendra akan mengajak Tatia ke rumahnya dan mengenalkan Tatia dengan lebih proper. karena sudah tidak ada halangan lagi, maka dari itu Rendra berani mengajak Tatia dan menunjukkan hubungan mereka berdua. meski akibatya, banyak wanita patah hati, emm, selain itu, Bu Ulfa juga memanggil Tatia ke ruangannya.
"saya gak tahu ternyata kamu pacaran dengan Rendra. sudah berapa lama?" Bu Ulfa membuka pembicaraan.
Tatia menjawab malu-malu. "sejak selesai project PE, Bu,"
"wah sudah lama itu. bisa aja kalian nutupinnya," Bu Ulfa menggeleng.
"kalian tau kan kalau satu perusahaan gak boleh menikah? harus ada yang pindah berarti,"
"saya yang akan pindah, Bu," Tatia menjawab tanpa ragu. ia memang belum membicarakannya dengan rendra tapi Tatia sadar posisinya lebih rendah dari rendra jadi kesempatan untuk pindah dan naik jabatan pun lebih mudah didapatkan Tatia.
"kamu serius? saya bakal kehilangan star people saya," Bu Ulfa terkejut. Tatia menyunggingkan senyum.
"saya serius bu,"
"tapi itu belum fix kan? rencana kalian menikah bulan apa?"
"kami belum bahas itu Bu. saya bahkan belum ketemu keluarga Rendra secara resmi,"
"hmm, berarti masih ada kesempatan buat bikin peraturan baru ya," Bu Ulfa menggumam lebih kepada dirinya sendiri. Tatia melongo tapi kemudian terharu mendengar kalimat tersebut.
"ibu gak harus melakukan itu demi saya kok Bu,"
"nggak. cuma saya liat banyak cinta tumbuh di kantor ini dan kalau gara-gara itu kita harus kehilangan orang, mending kita tinjau ulang peraturannya. toh kita bukan bank juga kan?" Bu Ulfah mengedipkan sebelah mantanya, tatia mengangguk saja.
***
Suzi menolak perjodohan dibatalkan. awalnya. tapi Rendra menjelaskan secara detil perasaannya terhadap Suzi dan meyakinkan bahwa Suzi akan mendapat jodoh lain. "saya bukan kepingan puzzle yang tepat untuk melengkapi kamu, Suz." Suzi menangis karena ia amat menyukai Rendra. tapi orang tuanya menenangkan dan perjodohan pun resmi batal. untunglah bapak Suzi tidak membatalkan hubungan pertemanan dengan ayah Rendra.
keesokan harinya, sepulang kerja, tatia langsung mandi dan berganti baju untuk menghadiri makan malam bersama kedua orang tua Rendra dan revia. selama makan malam itu Tatia ditanyai banyak hal oleh Bunda. pertanyaan yang berkecamuk di pikiran ayah tapi terlalu gengsi untuk bertanya. semakin Tatia menjawab, semakin Revia kagum akan pilihan kakaknya ini. di akhir acara makan malam, Bunda bertanya, "jadi kapan, ayah dan bunda bisa ketemu papa mama Tatia?"
wajah Tatia langsung bersemu merah. ia menatap rendra yang membalasnya dengan senyuman. "ka-kapan aja boleh. nanti saya bilang mama dan papa," orang tua Rendra sepakat untuk bertemu keluarga Tatia untuk melangsungkan acara lamaran dalam dua minggu. karenanya, saat makan malam usai, Tatia langsung menghubungi mama dan papa.
berhubung ini hari kerja, Tatia pulang ke apartemen, diikuti Rendra dengan peralatan menginapnya. begitu sampai, tatia langsung menuju kamar mandi sementara Rendra menunggu sambil menonton TV. setelah selesai, giliran Tatia yang menonton TV dan Rendra yang mandi. saat asyik menonton Avengers yang diputar di FOX Movies, tiba-tiba ada tangan terulur memegangi sebuah kalung di depan wajah Tatia.
"happy 27th birthday, sayang," Rendra mengecup kepala Tatia, masih sambil mengulurkan kalung di depan wajah Tatia.
"eh," tatia kebingungan, ia melirik kalender dan benar saja sekarang sudah tanggal 12 Maret, ulang tahunnya.
Rendra memasangkan kalung itu di leher Tatia dan Tatia tidak berhenti mengagumi kalung berhias permata itu.
"so beautiful," kata Tatia takjub.
"just like the owner," kata Rendra gombal. setelah mandi, ia mengenakan lagi kacamatanya dan duduk di samping Tatia
"kamu sekarang jadi bisa ngegombal ya. diajarin siapa sih?" tatia mencubit lengan Rendra. Rendra meringis tapi tetap nyengir.
"semoga ulang tahun berikutnya bisa kita jalani bareng terus ya," kata Rendra.
Tatia mengangguk. "makasih sayang."
panggilan 'sayang' Tatia yang pertama untuk si kutu buku di usia 27. bersamaan dengan itu pula Tatia menghadiahkan ciuman pertama di usia 27 untuk si kutu buku yang jadi lebih lunak dan lebih gaul, setelah melepas kacamatanya. dan untuk pertama kalinya juga malam itu mereka...
...memasak mie instan karena perut Rendra tiba-tiba berkeruyuk keras saat Tatia dan Rendra berciuman. sepanjang malam mereka habiskan untuk merangkai rencana pernikahan. tidak peduli harus berangkat kerja pagi-pagi. mulai saat ini, pagi, siang, malam, Rendra akan selalu jadi ksatria Tatia.
-THE END-
Komentar