10 cm
kali ini terinspirasi dari novel 5 cm yang baru-baru ini difilmkan. kisah 5cm sendiri tentang "Power Ranger" plus Arinda, si adik salah satu ranger. dikasih judul 5 cm karena cita-cita atau mimpi mereka biarkan menggantung 5cm di depan mata. kalo versi saya, cerita ini dikasih judul 10 cm karena personelnya ada 10 dan juga mungkin karena 5 cm terlalu deket sama mata jadi 10 cm aja biar jauhan dikit. haha
---
di Samaya Villas *hahaha* |
tersebutlah sebuah SMA di daerah Jakarta Pusat. SMA ini dikenal sebagai salah satu SMA ternama di daerah Jakarta. banyak siswanya yang berkarier di dunia entertainment ataupun berasal dari keluarga terpandang macam anak-anak pejabat. meski mayoritas siswanya merupakan orang "berduit" namun tidak menutup kemungkinan bagi siapapun untuk bisa bersekolah disini. siswa-siswinya mendapat pendidikan formal sekaligus pendidikan karakter. disini juga mereka bebas melakukan apapun sesuai passion-nya. ekstrakurikuler maupun keorganisasian macam OSIS, PMR, Pramuka, Paskibra tersedia dan hidup di sini. sebutlah SMA ini sebagai SMA PHP alias Pemberi Harapan Palsu, eh, Pemuda Harapan Pemudi, eh, Pemuda Harapan Pancasila.
pada tahun ajaran baru, datanglah kesepuluh siswa baru yang menjadi harapan Pancasila ini.
- Ernita Dewi (panggilan: Dewi), anak bungsu dari 7 bersaudara. 5 dari 6 kakaknya sudah berkeluarga. berasal dari sebuah kampung di sudut Jawa Tengah, meski berasal dari keluarga pas-pasan, kepribadiannya manja karena anak bungsu. belum pernah sekalipun keluar dari kota kelahirannya. ini pertama kali ia keluar kota dan langsung menuju Jakarta yang katanya lebih kejam dari ibu tiri.
- Arrina Febriantika (panggilan: Tika), anak sulung dari tiga bersaudara. keluarganya hidup di suatu wilayah di Jawa Timur. awalnya ia menolak sekolah di tempat yang jauh, ia berpendapat sekolah di kotanya lebih baik meningat keluarganya hidup pas-pasan, namun karena orang tuanya ingin anak mereka mendapat pendidikan yang baik, ia disekolahkan hingga jauh. sifat penyabar dan cenderung pendiam. sering mengalah karena di rumah juga sering dibully.
- Vivi Zuryati (panggilan: Yati), seperti Tika, Yati juga anak sulung dengan adik lebih banyak: 5 orang! Yati bertekad untuk memperbaiki kondisi keuangan keluarganya yang sering berhutang kesana kemari demi menyambung hidup. ia berhasil mendapat beasiswa untuk bersekolah di SMA PHP. Yati bersifat keibuan dan rajin memberi nasihat untuk teman-temannya yang kesusahan.
- Nurul Meirama (panggilan: Rama), karena panggilannya atau entah karena memang sifatnya, Rama dikenal sebagai gadis yang tomboy. ia lebih senang berkumpul bersama laki-laki karena perempuan dianggap cerewet. ia senang melakukan apa yang ia sukai, tentu saja ini didukung oleh latar belakang keluarganya. ayahnya adalah seorang Dirut BUMN di bidang transportasi (#eaaa)
- Astri Utami (panggilan: Tami), manja karena anak bungsu. semua keinginannya harus dituruti. selalu berani menyuarakan pendapatnya. bisa berteman dengan siapa saja. ayahnya adalah salah satu direktur sebuah Bank Syariah ternama dan ibunya berkarier di dunia politik.
- Nicko Setyabudi (panggilan: Budi), anak tunggal dari pengusaha rokok. meski kekayaan melimpah dan anak tunggal, Budi adalah anak yang baik. Ibu Budi memasak di dapur dan ayah Budi bekerja di kantor....................................
- Yasir Mukhtar (panggilan: Clark), jauh amat ya panggilannya? di rumah dia dipanggil Tuan Muda. panggilan Clark muncul karena sejak SD dia sudah memakai kacamata dan mudah mengulurkan tangan untuk membantu orang lain. sehingga teman-teman menjulukinya dengan sebutan Clark, seperti Clark Kent si Superman. Ayah Clark adalah seorang dosen universitas negeri, maka ia senang membaca dan membantu orang lain memahami suatu hal. ia murah senyum dan mudah tergerak jika ada kejahatan terjadi di sekitarnya (Clark Kent banget khaaaan?)
- Rosidi Rizkiandi (panggilan: Andi), Andiiii, cuci dulu bajunya (lo kate iklan Molto?!). Buyut Andi adalah guru SD sejak jaman penjajahan Belanda, kakek Andi adalah guru SMP jaman penjajahan Jepang, ayah Andi adalah guru SMA jaman penjajahan ideologi (apapula ini?), buyut perempuan Andi suster, begitu pula neneknya, namun tidak dengan ibunya karena ibunya adalah dokter. kombinasi profesi ini membuat Andi menjadi pribadi yang menyukai seorang suster/dokter dan ingin memiliki istri seorang dokter/suster pula. Andi sendiri, anak kedua dari dua bersaudara, senang berdiskusi (bicara panjang lebaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrr) namun kadang sulit untuk menerima gagasan dari orang lain.
- Faldo Maldini (panggilan: Rangga), anak sulung dari tiga bersaudara ini digilai banyak wanita dan diidolakan lelaki sejak di bangku SD. ia cerdas, ganteng (penulis merasa berat pas mau nulis ini), mudah berteman, murah senyum, ramah, loyal, namun tidak banyak mengungkapkan kelebihannya itu. karena sifatnya yang seperti ini, ia dipanggil Rangga karena mengingatkan pada Rangga di film AADC, apalagi rambut keritingnya pun sama. banyak yang salut pada Rangga atas kesederhanaannya itu. padahal ia adalah putra dari Presiden RI ke-XX yang digadang-gadang (cie bahasanya) akan menjadi penerus ayahnya di kemudian hari.
- Wahyu Purnamayoga (panggilan: Wahyu), bagi orang tuanya, Wahyu adalah wahyu yang turun dari langit. sejak kehadiran Wahyu, usaha keluarganya bertambah sedikit demi sedikit. yang awalnya hanya memiliki satu toko kelontong di samping rumah, saat ini sudah berkembang menjadi hypermarket di berbagai kota dengan nama Wahyu Mart. orang tuanya sering berpuisi sejak kelahiran Wahyu, sebagai wujud rasa syukur mereka. akibatnya Wahyu juga sering bersajak, berpuisi, menggalau. hidupnya bagaikan melayang dan tak menjejak tanah realita.
di suatu hari yang cerah, hari pertama masuk sekolah bagi semua siswa, suasana tenang dan damai tiba-tiba dikejutkan oleh bunyi keras.
"TEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEET!"
klakson dari mobil Ferrari biru muda memecah keheningan pagi itu. jendela mobil itu terbuka dan sebuah kepala keluar dengan ekspresi marah.
"Hey kalo mau lewat tuh ngasih tanda dulu tau! lagian gw duluan yang mau masuk! bisa nyetir gak sih?" suara keras Tami langsung menyerang pengemudi mobil di depannya. mobil Tami yang akan memasuki lapangan parkir sekolah terpaksa harus berhenti tiba-tiba karena dari arah berlawanan tiba-tiba ada mobil dan Tami hampir menabraknya.
seseorang berseragam SMA PHP turun dari pintu pengemudi mobil BMW 535i berwarna hitam dan menghampiri Tami. "maaf, tadi gw agak meleng dan gak nyalain lampu. gw bakal mundurin mobil supaya mobil lo bisa masuk."
"oh anak Pak Presiden toh," kata Tami sambil memandang Rangga dari atas ke bawah. "ya udah, sana pindahin, gak usah pake turun mobil juga sih."
Rangga tersenyum. "gw rasa lebih sopan buat ngomong langsung daripada teriak-teriak dari mobil di pagi buta," ujar Rangga lalu kembali ke mobilnya. muka Tami memerah saat itu juga dan ia langsung merasa tersindir.
"huh, terserah deh," gerutu Tami dan langsung menjalankan mobilnya ke tempat parkir.
di kejauhan, terdapat dua sosok yang memperhatikan kejadian tersebut: Dewi dan Tika. keduanya mendadak akrab setelah mendapati satu sama lain bisa berbahasa Jawa. merasa satu persaudaraan, mereka pun mengobrol.
"mobilnya bagus-bagus ya," kata Dewi.
"iya, pasti mereka salah satu dari anak orang kaya yang sekolah disini. aku jadi minder. kayaknya aku aja yang bukan orang kaya dan berasal dari luar Jakarta," kata Tika murung.
tiba-tiba pundak Tika ditepuk seseorang yang berkata dengan ceria, "kamu juga bukan dari Jakarta? sama dong. kenalin, aku Yati," Tika bengong. sosok di depannya ceria sekali dan bahkan langsung mengajaknya berkenalan. tak perlu waktu lama, ketiganya langsung akrab.
di kelas X-F, Tika, Yati, dan Dewi ternyata ditempatkan di kelas yang sama. mereka langsung duduk di bangku yang berdekatan. tidak lama kemudian Tami masuk dan langsung duduk di bangku paling belakang. ia segera mengeluarkan iPod dan headset juga sebuah novel berbahasa Inggris. belum tertarik untuk berkenalan dengan teman barunya. ia memilih untuk menyelesaikan novel Rick Riordan terbaru yang baru mulai dibacanya tadi malam. bel masuk berbunyi bertepatan dengan masuknya 5 sosok laki-laki dan 1 perempuan yang sedang mengobrol dengan laki-laki kelima. Rangga berjalan paling depan sambil tersenyum ramah. sedikit di belakangnya, Wahyu sedang mencoret-coret puisi barunya, merasa ada yang kurang pas. Andi sedang berdiskusi dengan Budi tentang isu kemanusiaan yang akhir-akhir ini merebak. sedangkan Clark dan Rama nampak asyik berdiskusi tentang arsitektur sebuah bangunan yang terdapat di majalah keluaran Paris.
Tami melengos melihat gerombolan itu masuk. ia sudah tahu siapa mereka. lingkungan keluarganya membuat ia mengenal kesemua orang disana. anak-anak orang kaya, tapi gak kayak orang kaya. terlalu baik jadi gak sesuai dengan imej orang kaya yang dimilikinya (ia sendiri orang kaya).
"Hai Tam," kata Wahyu setelah berdiri di dekatnya. ia duduk di bangku depan Tami lalu tersenyum-senyum sambil memperhatikan Tami.
"Hmph," kata Tami lalu kembali menekuni novelnya.
"Baca buku apa lagi, Tam?" kata Andi yang duduk di samping Wahyu.
"Novel," jawab Tami.
"Seru gak?" tanya Andi lagi.
"Seru kok. novelnya Riordan kan seru-seru," kata Tami sambil sedikit tersenyum.
"Nanti gw pinjem ya kalo lo udah selese baca. Gw juga punya novel Suzanne Collins baru terbitan pertama nih, kiriman dari kakak gw," Andi memang sering bertukar novel dengan Tami.
"Wah seru banget! makasih ya Ndi," Tami tersenyum lebar. beda sekali sikapnya kepada Andi dan kepada Wahyu.
Tanpa sadar, Rangga sudah duduk di sebelah Tami tanpa mengatakan apapun. Sementara itu Clark dan Rama duduk bersebelahan di depan Andi dan Wahyu. Budi sendiri duduk di bangku kedua dari depan. ia memang rajin mendengarkan guru maka ia memilih bangku agak di depan. Tami melirik sekilas sosok di sampingnya lalu memalingkan muka. diantara semua personel orang-kaya-tapi-ramah-pake-banget ini Tami paling tidak bisa berinteraksi dengan Rangga. beda dengan Wahyu yang sering diejeknya karena tingkah lakunya yang ajaib.
sejenak, Tika, Dewi, dan Yati tertegun karena orang-orang yang tadi mereka lihat ternyata sekelas dengan mereka. bahkan tempat duduknya pun berdekatan.
seminggu pertama, siswa kelas X mendapat berbagai macam pengenalan tentang sekolah mereka. kebanyakan dipegang oleh guru. siswa kelas atas ambil bagian di perkenalan organisasi dan ekstrakurikuler. pengenalan sekolah dilakukan melalui film, musik, diskusi terbuka, dan bahkan kegiatan olahraga. tidak seperti Masa Orientasi yang sering dilakukan dulu, Masa Orientasi ini dipegang oleh guru dan tetap seru.
selama seminggu itu Tami menjadi akrab dengan Trio Macan: Yati Dewi dan Tika. dengan sabarnya Tami mengajak mereka berkeliling Jakarta dan mengenalkan banyak hal. Trio Macan itu pun merasa terbantu dan senang karena Tami tidak segalak yang mereka bayangkan.
setelah Masa Orientasi usai, siswa baru memasuki kegiatan belajar mengajar biasa. pagi itu Tami datang terlambat karena malam sebelumnya ia maraton menonton DVD film Korea. untunglah guru belum datang. dengan terburu-buru Tami menuju tempat duduknya. berhai-hai sedikit dengan Trio Macan. sesampainya di meja, Tami kaget karena ada sebuket bunga Mawar Putih di mejanya. ia mencari kartu di sana namun tak mendapati tanda apapun. ia lalu melirik kesana kemari dan seketika melihat Wahyu sedang memandanginya.
"lo?" tanya Tami sambil memandang Wahyu dan menunjuk bunga itu.
Wahyu mengangguk dan nyengir.
"dalam rangka apa?"
"minta lo jadi pacar gw?"
"HAH? becanda ya?"
"lah nggak,"
"gila," Tami lalu menaruh bunga itu di ujung mejanya lalu mengeluarkan alat tulisnya.
Wahyu tertawa. "yah, pikirin dulu aja Tam,"
tanpa mereka berdua sadari, ada dua orang yang merasa sedih melihat adegan penembakan barusan.
sejak Wahyu memberikan bunga mawar putih kepada Tami (yang membuat Tami jadi perhatian seisi sekolah karena membawa buket bunga yang sangat besar pada jam pulang sekolah), Tami dan Trio Macan jadi akrab dengan keenam orang-kaya-tapi-baik-pake-banget itu. ini sebenarnya usaha Wahyu mendekati Tami yang mau tidak mau didukung teman-temannya. sementara itu Tami tidak mau bergabung tanpa Trio Macan. maka lengkaplah, mereka bersepuluh kompak kemana-mana.
setahun lewat dan tidak ada perubahan berarti dalam hubungan Wahyu dan Tami. Tami masih menolak perasaan Wahyu. lama kelamaan kesepuluh orang itu semakin akrab dan semakin dekat. hari-hari yang mereka lalui bersama, rahasia-rahasia yang mereka bagi, dan kesulitan yang dihadapi bersama, membuat semuanya memiliki hubungan yang erat. Trio Macan yang awalnya minder karena bukan dari golongan mampu dan bukan orang Jakarta, semakin tumbuh rasa percaya dirinya.
suatu pagi di awal kelas XI. kesembilan orang sedang berkumpul dan membicarakan seperti apa siswa-siswi kelas X nanti. tiba-tiba Rangga masuk dengan wajah berbinar dan menyeruak di tengah kerumunan.
"gw mau jadi Ketua OSIS!" kata Rangga berapi-api.
semuanya hanya memandang Rangga dengan datar lalu kembali melanjutkan mengobrol.
"kok pada gak kaget?"
"ya dari SMP kan lo udah jadi Ketua OSIS. mau jadi Ketua OSIS lagi pas SMA yang silakan aja," kata Budi.
"oh kirain pada gak peduli sama gw," kata Rangga lalu tertawa. "nah gw bantuan kalian buat kampanye gw,"
"kapan emang kampanyenya?" tanya Dewi.
"pendaftarannya dua minggu lagi. dari sekarang kita udah harus siap-siap. mikirin visi misi dan OSIS sekolah kita ini mau dibawa kemana. gw agak kurang sreg sama OSIS kita karena terkesan kelelep dibanding organisasi lain. padahal harusnya OSIS bisa jadi organisasi siswa terdepan. ini kan sekaligus ajang latihan buat di pemerintahan entar," Rangga menjelaskan dengan berapi-api.
"pantesan semangat. nyambungnya ke situ toh," kata Tami lalu memandangi kukunya yang baru di-manicure.
"eh, maksud gw tuh buat semua pengurus OSIS-nya. OSIS kan bentuk kecil pemerintahan yang ada di sekolah. OSIS-nya harus mantep biar negaranya juga oke," lanjut Rangga.
"cocok banget sama Rangga," Yati menanggapi.
"terus lo mau gimana?" tanya Rama sambil memandang Rangga tajam.
"gw udah bikin tim dan nyusun timeline," Rangga mengeluarkan secarik kertas dari tasnya.
"siapa timnya?" Wahyu bertanya sambil sedikit deg-degan.
"ya kalian semua," jawab Rangga ceria.
"HAAAAAH?" kesembilan orang itu kaget. Wahyu mengelus dada dan berpikir, 'bener kan'.
"nih, Clark lo bantu desain media kampanye gw. Rama lo bantu gimana memasarkan gw. Budi dan Andi kalian bantu gw bikin visi misi sama proker. Wahyu bantu gw latihan public speaking dan supply barang-barang kebutuhan gw ya. Hehehe. Yati bantu gw perencanaan keuangan OSIS berdasarkan data OSIS sebelumnya. Dewi sama Tika kalian yang ngatur pengeluaran kampanye gw. dan Tami . . . lo kasih semangat gw terus ya,"
Tami mengernyitkan alis. cuma itu? sementara teman-temannya diberi tugas yang 'nyata', Tami hanya harus menyemangati Rangga? Tami masih bingung..
"sepulang sekolah kita rapat di Starbucks GI, my treat! siapin konsep masing-masing ya!" masih dengan senyum di wajah, Rangga menuju tempat duduknya dan kembali menekuni kertas yang sama. nampak mematangkan beberapa konsep. sementara kesembilan temannya masih kebingungan atas tugas yang diberikan Rangga.
selama sebulan ke depan rupanya sudah menjadi rutinitas mereka untuk berkumpul. dari Starbucks ke JCo ke Hanamasa ke Black Canyon Coffee ke Expresso ke Sushi Tei ke Hanamasa ke rumah Rangga dan rumah Tami. setiap harinya membahas mengenai strategi kemenangan Rangga yang diberi judul "Rangga untuk OSIS yang Menginspirasi". karena Rangga ingin OSIS yang dipimpinnya menjadi OSIS yang mampu menjadi inspirasi alias panutan bagi setiap kegiatan di SMA PHP.
ketika semuanya sibuk memeras otak demi kampanye, sering kali Tami hanya duduk dan memperhatikan teman-temannya bekerja. perannya untuk memberi semangat pada Rangga seakan tak berarti karena Rangga sudah sangat semangat menjalani semua proses ini. akhirnya Tami menambah sendiri jobdesc-nya menjadi pengingat Rangga (dan yang lain) untuk makan dan menjaga kesehatan karena mereka semua suka lupa makan kalau sudah keasyikan berpikir.
saingan Rangga adalah seorang anak kelas XI lainnya bernama Jaka alias Jack. tidak kalah hebat dengan Rangga, Jack adalah keturunan Mr. Adam Malik. maka kemampuan diplomasi Jack pun hampir setara dengan Rangga. itulah sebabnya tim Rangga bekerja sangat keras.
malam itu di balkon rumah Rangga.
"kok diem aja?" Yati menghampiri Tami yang sedang memandangi bintang dan menyodorkan satu kaleng minuman bersoda.
"lagi ngitungin bintang, Ti," Tami nyengir lalu menggeser duduknya agar Yati bisa duduk di sebelahnya. Tami membuka penutup kaleng lalu meneguk isinya, merasakan setiap tetes minuman itu melewati tenggorokannya.
"masa iya bintang diitungin?" Yati bingung lalu ikut menatap langit.
"iya kok bisa. bintangnya ada 99, satunya lagi di mata kamu," kata Tami iseng. mereka berdua tertawa. Tami memang bisa saja membuat gombalan.
"lagi pada sibuk ya di dalem?" Tami melongok ke dalam tapi tak terlihat apa-apa.
"udah pada tepar. yang masih on cuma Rangga sama Andi. masih pada diskusiiin visi misi,"
"oh...." Tami memandang langit lagi. "nilai-nilai kamu gak keganggu sama kegiatan kita sebulan ini? kalau jelek beasiswanya terancam dicabut kan?"
"tenang aja. nilai-nilai aku masih bagus kok. gak usah takut beasiswa dicabut,"
"alhamdulillah kalau gitu," Tami tersenyum. "Ti, sadar gak ada yang beda diantara temen-temen kita?"
"beda gimana?"
"kayaknya Dewi suka Wahyu deh,"
"lho?"
"iya, beda dari matanya. terus dia kadang suka senyum-senyum kalo ngeliatin Wahyu. kalo Wahyunya ngegombalin aku, dia suka sedih,"
"iya mungkin ya. Dewi gak pernah cerita sih,"
Tami mengangguk. "aku jadi gak enak sama Dewi soalnya Wahyunya masih suka aku,"
"yah, perasaan kan fitrah, Mi. gak ada yang bisa nyegah. itu karunia yang dikasih Tuhan buat kita. yang bisa kita lakukan cuma menjaga perasaan itu supaya tetap berada di jalan yang bener dan gak mendatangkan masalah,"
"Yati pinter banget sih! pasti udah punya pacar ya?!"
Yati tiba-tiba tersipu. "nggak sih kalo pacar. tapi begitu lulus ada yang udah nungguin,"
Tami spontan berteriak dan memeluk Yati. "mantap banget!"
"ssst, jangan kenceng-kenceng! yang lain belum pada tau," Yati sibuk melihat ke dalam. takut ada yang mendengar.
Tami tertawa ditahan. "nanti kita diundang buat dateng ke nikahan kamu kan?"
"yaiyalah. tapi di Padang. gapapa ya?"
"gapapa. ntar naik getek ke sana,"
satu hari sebelum pemungutan suara, Rangga dan Jack dieksplorasi oleh seisi sekolah, baik siswa kelas X, XI, XII dan bahkan para guru. ini untuk memantapkan mereka yang akan memilih Ketua OSIS nanti. melihat sejauh apa kemampuan para calon Ketua OSIS. kedua calon terlihat seimbang dan bisa menjawab pertanyaan dengan baik. Rangga sedikit nervous menghadapi penghitungan besok.
"nih Cadbury, biar tenang dikit," kata Tami setelah sepulang sekolah. kali ini mereka tidak rapat. hanya makan malam bersama. "katanya coklat bisa bikin tenang,"
Rangga menerima tanpa berkata, ia lama memandangi coklat itu.
"buat Rangga doang? buat gw mana?" kata Wahyu.
"nih buat lo," Tami mengulurkan Beng-beng ke tangan Wahyu. juga ke tangan seluruh temannya.
"beda derajat," kata Wahyu cemberut.
"kalo besok lo menang, lo mau nraktir kita dimana, Ga?" Rama tersenyum-senyum iseng.
"mana aja deh yang kalian mau," kata Rangga getir.
"semangat dong Ga! udah sejauh ini masa gak semangat sih," Yati menggerak-gerakkan tangannya dan tersenyum lebar.
Rangga tertawa. "makasih Ti,"
pemungutan suara dilakukan seharian. biasanya anak-anak dan guru tidak terlalu antusias menghadapi pemilihan OSIS. namun karena kedua calon ketua OSIS kali ini sangat berkarisma, maka seisi sekolah berdebar-debar menantikan hasilnya. termasuk Rangga dan tim. pemilihan suara dilakukan dengan sistem e-vote. pemilik hak suara masuk ke dalam bilik lalu memasukkan ID mereka dan bisa memilih calon ketua OSIS. hasilnya akan terekam di database dan ditampilkan setelah masa pemungutan ditutup.
jam 5 sore seisi sekolah berkumpul di Gymnasium dan memandang layar yang dipasang untuk menampilkan hasil penghitungan suara. di sisi kanan Rangga dan tim memandang layar dengan cemas. sementara di sisi kiri Gym Jack dan tim seakan sudah percaya diri akan kemenangan mereka. di panggung, panitia pemilihan masih menyampaikan sambutan semacam: jumlah pemilih meningkat tajam lah, Jack dan Rangga karismatik lah, guru juga gak sabar lah, termasuk fans club Rangga dan Jack yang mendadak terbentuk.
layar tiba-tiba menampilkan foto Rangga dan Jack.
"diliat berapa kali pun lo jelek ya disitu, Ga? napa gak pake foto yang bagusan dikit sih?" ucap Wahyu.
"gak sempet ngasih. gw lupa mulu ngasih ke panitia. padahal Clark udah ngirim foto gw yang diedit jadi kayak Anjasmara. jadinya panitia ngambil foto gw di Google. itu hasil crop-an. sebelahnya ada bokap gw,"
"harusnya foto bokap lo ditempel juga biar narik perhatian," kata Clark sedikit kesal.
"ntar pada bingung ini pemilihan Ketua OSIS atau pemilihan Presiden," ucap Budi. semuanya tertawa.
tiba-tiba di sebelah foto Rangga dan Jack muncul semacam garis. garis itu bergerak terus dengan angka yang berubah-ubah. rupanya itu jumlah pemilih yang memilih mereka. kesepuluh orang itu harap-harap cemas melihat layar karena jumlah pemilih Rangga dan jack susul menyusul. setelah berdebar-debar selama 10 menit, layar menampilkan hasil pemungutan suara:
Total Suara: 800 suara
Rangga: 401 suara
Jack: 399 suara
"HOREEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE" kesepuluh orang di sisi kanan Gymnasium langsung melompat dan berpelukan. "ditraktir ditraktir ditraktir!"
Wajah Rangga terlihat takjub. Ia berhasil memenangkan pemilihan Ketua OSIS berkat bantuan teman-temannya! Rangga naik ke atas panggung untuk menyampaikan pidato kemenangan. ia memandang sahabat sekaligus timnya yang telah membantunya hingga ke puncak. lama mata Rangga terfokus pada satu sosok diantara sahabat-sahabatnya itu. sosok yang tanpanya, Rangga tidak akan mampu untuk melaju.
tiga bulan setelah Rangga terpilih menjadi Ketua OSIS. "gw merasa ada yang berbeda deh." Tami memandang lapangan sekolah yang terlihat dari tempatnya duduk di kantin.
"oh iya? apanya?" tanya Tika. hanya ada mereka berdua di kantin ini, tanpa kedelapan orang lainnya.
"Yati sibuk di PMR dan sibuk belajar. Rama dan Clark sibuk di Multimedia. Budi sama Andi sibuk bantuin Rangga di OSIS. Dewi sibuk di ekskul Menjahit dan Merajut. kamu juga sibuk di ekskul KIR. Wahyu juga sibuk di ekskul Sastra. meski kita masih rajin komunikasi sih, maksudnya aku dan lain-lain. tapi sama Rangga udah gak pernah." Tami masih memandangi lapangan.
"kamu juga bukannya sibuk di ekskul Fashion?"
"iya sih, tapi kan gak sesibuk kalian,"
"masih suka ditemui Wahyu juga kan?"
"masih sih,"
"terus?"
"ih gimana yah.. kita udah jarang ngumpul kayak dulu. meskipun jarang ngumpul tapi kalo masih sering komunikasi, gapapa. lebih spesifik lagi, sama Rangga udah gak pernah komunikasi. kadang aku suka mikir, apa aku cuma dibutuhin pas Rangga lagi ada perlunya aja ya? pas dia kampanye dulu itu? setelah kampanyenya selesai, ya selesai juga urusan..."
"hush gak boleh gitu. yang namanya temen itu kan harus saling yakin dan saling ngedukung. Rangga kan sibuk sama OSIS-nya," Yati tiba-tiba muncul dan duduk di sebelah Tika.
Tami tersenyum kecut.
Rama berulang tahun! ia yang biasanya berpakaian tomboy terpaksa harus memakai gaun di perayaan ulang tahunnya ini. di Ballroom Hotel Mulia, seluruh teman Rama dan kerabat orang tuanya hadir. tidak terkecuali Yati Tika Dewi Tami Rangga Budi Andi Wahyu dan Clark. itu adalah kali pertama mereka berkumpul bersepuluh setelah perayaan kemenangan Rangga. mereka makan tertawa dan menikmati acara juga berfoto ria. Yati Tika dan Dewi sempat merasa minder karena di sekitar mereka orang-orang kaya semua. mereka juga sempat ingat keluarga di rumah yang belum tentu bisa merasakan kenikmatan seperti ini. Tami memberi solusi untuk meminta izin dulu kepada keluarga mereka sebelum mereka menyantap makanan. juga untuk membawa kue-kue lezat semacam ini ketika mereka pulang ke rumah, anggap Tami yang mentraktir.
ketika acara usai, kesembilan orang itu bergerak pulang. Rama sendiri masih beramah tamah bersama beberapa tamu yang tersisa.
"udah lama banget kita gak ngumpul barengan ya," kata Rangga.
"ada yang terlalu sibuk gitu soalnya," tanpa sadar nada suara Tami meninggi.
"gw?" tanya Rangga bingung.
"siapa lagi disini yang udah jarang komunikasi? oh oke. sama gw doang kali ya. lo kan temen deket banget sama yang lainnya. sama gw kayaknya terpaksa aja temenan. bahkan lo butuh gw cuma buat bantuin kampanye lo doang. eh gw lupa! gw kan gak bener-bener bantuin lo ya, Rangga. karena lo gak cukup percaya sama gw buat bantuin lo. terus sekarang lo udah kepilih, selamat! cukup tau aja bahwa lo orang yang deket sama orang lain cuma kalo ada perlunya. abis selese urusan, tinggalin deh. kasian gw sama tim lo di OSIS," Tami berkata hampir berteriak tepat di depan muka Rangga. ketujuh orang di sekitar mereka menahan nafas. kaget. Yati memegang tangan Tami, menenangkan.
"maaf," ucap Rangga.
"terserah deh. gw marah sama lo!" Tami pun berbalik dan setengah berlari menuju tempat parkir. Yati Tika dan Dewi mengikuti Tami karena mereka akan bermalam di rumah Tami. sementara itu para lelaki berjas rapi itu wajahnya tidak terlihat rapi sama sekali.
hampir jam 2 pagi tapi Tami belum terlelap. setelah menghapus make up dan membereskan barang, Trio Macan tertidur. sementara Tami masih memandangi langit dari balkon kamarnya. iPhone Tami berbunyi. Wahyu yang menelepon.
"belom tidur?" ucap suara di ujung sana.
"udah,"
"lah terus ini yang ngangkat telepon siapa?"
"ini gw ngomong sambil tidur, Yu." Tami nyengir. "ada apaan?"
"lo semarah itu sama Rangga?"
"nggak..."
"baguslah,"
"...lebih marah lagi,"
"HAH?"
lalu berceritalah Tami pada Wahyu. tentang dia yang tak pernah bisa berkomunikasi dengan baik dengan Rangga dibandingkan dengan Budi Andi Clark atau Wahyu sejak mereka kenal. tentang dia yang tiba-tiba masuk inner circle Rangga dkk karena Wahyu. tentang kebingungan Tami karena ia tidak diberi kepercayaan apapun oleh Rangga. tentang Rangga yang seakan menjauh setelah menjadi ketua OSIS. ditambah dengan kekesalan Tami karena Rangga tidak menjenguk atau bahkan bertanya keadaannya ketika Tami sakit tipes sebulan lalu.
"...teman macam apa itu?" Tami mengakhiri ceritanya dengan kesal.
"jikalau ada kembang tumbuh di taman, saling mendoakan itulah teman," Wahyu malah berpantun.
"hah? apaan sih lo?"
"mungkin dia ngedoain lo dari jauh kali Tam meski gak jenguk lo," pendapat Wahyu dibalas dengan dengusan Tami. "yang penting kan waktu itu Bang Wahyu bawain bunga anggrek yang cantik buat Neng Tami."
"geli!"
"terus yang kesibukan dia itu...ya namanya juga lagi ngebangun organisasi. dia kan pengen OSIS SMA PHP gak PHP. jadi harus fokus,"
"tumben lo ngomong bener? gak ngelantur jadi sajak.."
"yah demi Neng Tami, Abang bisa serius terus kok,"
"gw tutup teleponnya nih,"
"haha jangan. ya pokoknya lo jangan marah-marah terus sama dia Tam. gak enak ke lo-nya. cepet tua lho ntar. lagian Rangga tuh selalu percaya sama semua temennya. kalau dia gak aktif komunikasi berarti dia emang gak bisa, bukan gak mau. lo sebagai salah satu temen deketnya harusnya bisa ngasih dukungan ke dia, bukan malah nambah hal yang dia pikirin,"
"hmmm..." Tami membiarkan kata-kata Wahyu meresap.
"ya udah. sekarang tidur ya Neng Tami. udah ampir jam 4. abang juga mau tidur, ntar kita ketemu di mimpi ya,"
"hiiiiiii~"
Tami buru-buru menutup teleponnya. kata-kata Wahyu terngiang terus. "lo sebagai salah satu temen deketnya harusnya bisa ngasih dukungan ke dia, bukan malah nambah hal yang dia pikirin."
enam tahun kemudian (ciyeeeee lama amat)
masalah di waktu SMA-nya rupanya tak terselesaikan. semuanya mengambil jalur dan kesibukannya masing-masing. tak terasa waktu berlalu, mereka naik ke kelas 3, fokus belajar untuk Ujian Nasional lalu berpisah mengejar cita-citanya masing-masing. Tami berkuliah di University of Oxford, Said Business School bersama Wahyu di Faculty of Linguistics, Philology, & Phonetics. setelah lulus SMA, Yati kembali ke rumahnya di Padang dan melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Unand setelah menikah dengan seorang pemuda terpandang. Tika dan Dewi berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia jurusan Akuntansi. Rama dan Clark berkuliah di The University of Queensland jurusan Multimedia Design. Andi berkuliah di Harvard Law School. Budi berkuliah di MIT. sementara Rangga di School of Management Yale University.
meski jaman sudah canggih dan komunikasi sudah lebih mudah, tidak pernah sekalipun mereka berkomunikasi bersama-sama. hanya Tami dengan Yati, Rama dengan Andi, Clark dengan Rangga, ataupun kombinasi lainnya.
Tami duduk memandangi gerimis dari kedai Starbucks yang sering ia kunjungi sejak SMA dulu. baru seminggu ia kembali ke Indonesia. belum sempat mengabari siapapun. baru Wahyu yang tahu keberadaannya karena mereka pulang bersama-sama. enam tahun berkuliah di tempat yang sama, Wahyu semakin sadar bahwa tatapan Tami bukan untuknya. ia pun akhirnya dekat dengan gadis Indonesia lain yang berkuliah di Oxford. dalam waktu dekat ini Wahyu akan melamar gadis itu.
iPhone Tami berbunyi. ada SMS dari nomor tak dikenal. bunyinya:
"guys, udah 6 taun kita gak pernah ketemuan. gw tau kalian semua pasti udah pada di Indonesia lagi kan? ketemu yuk. Sabtu minggu depan ketemuan ya. The Samaya Villas Bali yang Seminyak. gw udah booking kamar buat kita bersepuluh. terserah mau ke Bali hari apa. yang jelas Sabtu pagi kalian gw tunggu di restoran buat sarapan bareng. see you guys!"
Rangga? Bali? wow.
Tami sampai di The Samaya Villas, Seminyak hari Jumat sore. ia sengaja datang lebih dulu karena ingin menikmati waktu lebih banyak di indahnya Bali. ia bertanya pada resepsionis apakah ada pesanan kamar atas nama Rangga dan ternyata ada. ia juga bertanya apakah kamar lainnya sudah terisi dan ternyata belum. untung Tami tidak bertanya apakah hati si mbak resepsionis sudah terisi atau belum.
Tami menuju kamar yang dipesankan Rangga untuknya. mandi sore dan beranjak menuju restoran untuk makan malam. Tami sedang menunggu makanannya tiba ketika seseorang menghampirinya.
"wajah lo gak berubah ya?"
Tami mendongak dan mendapati Rangga berdiri di depannya. Tami speechless. ia hanya melongo.
"gw duduk disini ya," Rangga pun duduk di kursi di depan Tami.
"kapan lo sampe?" adalah kalimat pertama yang diucapkan Tami untuk Rangga setelah 6 tahun mereka tidak berkomunikasi.
"barusan. setelah naro barang gw langsung kesini."
Tami jadi ingat bagaimana terakhir mereka berkomunikasi, yaitu ketika ia melontarkan kata-kata kurang sedap pada Rangga.
"gw minta maaf buat selama ini," ucap Rangga. "bukan maksud gw buat manfaatin lo pas gw kampanye Ketua OSIS doang. gw jujur sangat membutuhkan bantuan sahabat-sahabat gw. ketika gw terpilih, banyak yang harus gw lakukan supaya jadiin OSIS SMA kita lebih keren dan bermanfaat. lo juga tau kan apa mimpi gw? makanya waktu gw tersita banyak kesana. gw tau ini bukan excuse untuk memutus komunikasi diantara kita. tapi setelah lo marah ke gw di ulang tahun Rama, gw bingung harus kayak gimana. kemudian pikiran gw dan kita semua tersita ke berbagai hal. padahal gw juga tau kita semua kangen ngumpul lagi. gw juga belum minta maaf sama lo. maka selama 6 tahun ini gw merasa gak enak banget. apa lo mau maafin gw?"
"apa lo tulus minta maaf?"
"banget, Mi. seriusan."
"apa lo bakal sibuk sama urusan lo doang terus ngelupain temen-temen lo lagi?"
"gw berusaha untuk gak kayak gitu lagi. tapi gw manusia yang bisa khilaf. gw butuh temen yang selalu ngingetin gw."
"oke. gw juga udah gak marah kok sama lo."
Rangga tersenyum lebar.
"syukurlah. gak ada marah-marahan lagi ya."
Tami mengangguk. urusan mereka selama 6 tahun rupanya bisa diselesaikan dalam sekejap mata. masalah apapun sebenarnya bisa diselesaikan dengan cepat asalkan pihak-pihak yang terkait memiliki hati yang lapang juga komunikasi yang baik.
"kayak gimana ya temen-temen kita yang lain?" Rangga memulai pembicaraan lagi.
"Yati udah punya anak. Tika sama Dewi udah nikah. Wahyu baik-baik aja. yang lainnya gw gak tau,"
"hmm, ada kabar seru dari Rama. lo pasti kaget dengernya,"
"oh yah? akhirnya Rama jadi cewek sejati?" Tami terbelalak.
"ada yang lebih ngagetin dari itu," Rangga tersenyum misterius. "lo sendiri gimana?"
"apanya?"
"menurut lo apa?"
"gak tau," sebenarnya Tami tahu ke arah mana pembicaraan ini. namun ia pura-pura tidak tahu. namun akibatnya wajahnya terasa panas. Tami cepat-cepat menunduk.
pembicaraan mereka berlanjut hingga pukul 11. mereka berjanji untuk melihat sunrise bersama nanti pagi.
"gw gak pernah bosen liat sunrise. seakan ngasih gw harapan baru," kata Tami saat ia dan Rangga berdiri di tepi pantai menatap matahari yang muncul malu-malu di ufuk timur.
"dan gw gak pernah bosen liat lo. selalu ngasih gw semangat baru," balas Rangga.
Tami menoleh cepat. ia kaget mendengar kalimat Rangga itu.
"lo tau, malam dimana lo marahin gw itu, ada dua hal yang bikin gw sedih. pertama sedih karena gw ternyata sejahat itu sama sahabat gw sendiri. kedua karena orang yang gw sayang malah marah besar ke gw."
Tami masih bingung.
"kita udah kenal lama kan? sejak kecil malah. mungkin lo baru kenal gw pas SMP. padahal gw udah tau lo sejak kita SD. sejak lo mulai diajak bokap ke pesta-pesta itu. tapi gw mungkin tipe cowo yang gak bisa nunjukkin perasaan. gw kebanyakan diem. pas lo marah gw gak tau harus ngapain. pas lo menjauh gw merasa bingung gimana ngedeketin lo lagi. pas lo keluar negeri gw cuma bisa mandang dari jauh. lo inget pas gw minta lo ngasih semangat ke gw dalam pemilihan Ketua OSIS? itu bukan karena lo gak mampu. tapi karena keberadaan lo sendiri udah cukup buat ngedukung gw. selama 17 tahun gw nyimpen perasaan ini gw merasa gak bisa nunda lagi. ini harus gw bilang. gw gak mau ketelatan dan ngeliat lo jadi sama orang lain. waktu Wahyu gencar ngedeketin lo, sejujurnya gw takut. takut lo jatuh ke dia. tapi gw gak bisa nyegah, dia temen gw sendiri. pas akhirnya lo malah jadi sering bareng kita, gw seneng banget. walaupun ujung-ujungnya gw cuma bikin lo kesel. sekali lagi gw minta maaf. gw gak mau ngelepas lo lagi,"
Tami merasa kakinya lemas. ia jatuh terduduk di atas pasir. tangannya menutupi muka. Rangga merasa bingung.
"lho?" Rangga ikut berjongkok di depan Tami.
Tami menangis. Rangga semakin bingung.
"gw berasa bego. marah-marah sama lo terus gak ngomong sama lo berapa taun. ternyata lo begitu sama gw,"
"gw salah ya?" tanya Rangga lirih.
Tami menggeleng.
"rasanya bego banget marah-marah gak jelas dan nyuekin orang yang gw sayang," ujar Tami di sela-sela tangisnya.
giliran Rangga yang bengong.
"tadi lo bilang apa?"
"jangan bikin gw ngulang dong ah!"
Rangga tertawa. senang karena problematikanya selama 6 tahun selesai sudah dan ternyata orang yang ia sayang pun balas menyayanginya (ciyeeee, gak bertepuk sebelah tangan nih yeeee~)
butuh waktu 1 jam hingga Tami selesai menangis. Rangga membujuk terus namun Tami tak kunjung berhenti. Tami berhenti setelah Rangga kelelahan dan duduk saja di depannya. sekitar pukul setengah 8 mereka baru kembali ke hotel untuk bersiap sarapan. itupun dengan Tami yang wajahnya tertunduk terus karena tidak mau wajah sehabis menangisnya dilihat Rangga.
belum sempat kembali ke kamar masing-masing, Tami dan Rangga sudah dihadang oleh 8 orang yang menanti mereka.
"hayoooooooooooohhh!"
"darimana nih?"
"berdua doang?"
"Tami abis nangis ya? diapain sama Rangga?"
"deuh ketauan deh pada dateng duluan,"
"ciyeeeee"
"hahahaha"
"suit suiiitttt"
Tami langsung berteriak dan menghampiri mereka semua.
"kangeeeeeeeeeeeeeeeeeennnnnn!!!!" Tami memeluk sahabat-sahabatnya erat.
"apa kabar kalian?" tanya Rangga. ia tidak bisa menyembunyikan kesenangan dalam suaranya.
"kyaaa Yati Dewi sama Tika lagi hamil!!!" jerit Tami.
"sama-sama 5 bulan nih," kata Dewi. Tika mengangguk cepat.
"kalo gw baru 4 bulan. anak pertama ditinggal di Padang," kata Yati.
"yang lain gimana?" tanya Tami bersemangat.
"ya gw sih gak hamil ya, Mi," jawab Budi.
semua tertawa.
"doain gw cepet punya anak ya," jawab Rama.
"ah Rama! lo berubah banget! jadi anggun! harusnya panggilan lo diganti nih. eh, emang lo udah nikah?" Tami mendadak bingung tapi kagum melihat sosok Rama yang jauh lebih feminim.
"bulan depan gw nikah. pada dateng ya. undangannya dibawa kan buat mereka?" Rama menoleh ke arah Budi.
"ada di kamar," kata Budi sambil tersenyum.
"Budi mau nikah sama Rama?! Kyaaaaaaaaaaa," Dewi menjerit kegirangan. diikuti Tami Tika dan Yati.
"gw baru mau lamaran nih minggu depan. doain lamaran gw diterima ya," Wahyu unjuk suara.
"pastilah. asal jangan kebanyakan sajak aja lo ya," balas Andi. semua tertawa lagi.
"siapa nama calon lo, Yu? gak jadi sama Tami ya?" Clark tertawa. Tami merengut.
"namanya Quro. dia kuliah di Oxford juga bareng gw dan Tami. kalo Tami sih," Wahyu melirik Rangga sekilas lalu memandang yang lainnya. "udah kepincut yang lain. lo gimana Ndi?"
"maaf gw gak bilang-bilang. gw udah nikah 2 bulan lalu. disini, di Bali juga. sekarang gw jadi dosen di Udayana. istri gw namanya Riyani, dia dokter di rumah sakit deket sini," jawab Andi.
"cepet bangeeet!" Tika menimpali.
"kalo Clark?" Wahyu ganti bertanya pada Clark yang tampak senyam senyum tak banyak bicara.
"gw belom ada rencana nikah. gw mau lanjut S2 dulu."
"Clark banget," timpal Rama.
"dan yang terakhir belum jawab nih. kalian gimana?" Budi melirik ke arah Rangga dan Tami.
"hah..." Tami bingung.
"udah baikan ya?" Yati tersenyum keibuan (dan memang udah jadi ibu juga sih).
Tami cengengesan.
"sehabis dari sini aku langsung ketemu ayah kamu ya?" tanya Rangga pada Tami. tatapannya sukses membuat Tami ingin kabur karena malu.
mendengar kalimat Rangga yang sudah ber-aku-kamu dan mau menemui ayah Tami langsung membuat teman-temannya ribut lagi.
"jadi disini kita punya dosen (Andi), akuntan handal (Dewi dan Tika), ibu rumah tangga sekaligus pengusaha makanan (Yati), penemu (Budi), ahli desain film (Rama), calon arsitek sekaligus ahli desain grafis (Clark), penulis (Wahyu)," Rangga mengabsen satu per satu teman-temannya.
"juga calon pemimpin negara," timpal Budi sambil menunjuk Rangga.
"dan calon ibu negara sekaligus CEO Bank ternama," tambah Rama sambil menunjuk Tami.
giliran Clark angkat suara. "gw jadi inget waktu SMA kita sering argumentasi ide tentang hal-hal apapun, dari yang ringan sampe yang berat. sama-sama seneng baca dan sering bersepuluh kemana-mana. guru-guru ampe ngejulukin kita..."
"...10 cm," jawab Andi.
"karena kita sangat terpengaruh oleh buku 5cm tapi kita 10 orang..." tambah Wahyu.
"dan karena kita sering nerapin aturan gak boleh duduk lebih dari 10 cm masing-masing orangnya, biar gak kayak musuhan," Budi menimpali.
"pun setelah kita hampir mencapai apa yang kita inginkan, biarkan ia menjauh lagi 10 cm. agar kita terus berusaha dan gak gampang puas," Rangga ikut berpendapat.
"terima kasih untuk kerendah hatian kalian yang mau berteman dengan siapa saja," kata Tika.
"terima kasih untuk tangan kalian yang selalu terbuka atas kehadiran siapa pun," kata Dewi.
"terima kasih untuk dukungan kalian yang selalu mengalir," kata Yati.
"terima kasih untuk kritik dan saran kalian yang selalu membangun," kata Rama.
"dan terima kasih untuk kebersamaan dan pengertian kalian selama ini," kata Tami.
"terima kasih untuk 9 orang yang melengkapi hidup gw. tanpa kalian, hidup gw gak akan pernah jadi nilai sempurna," balas Rangga.
THE END
----
awalnya kocak kok lama-lama serius ya? hahaha. semoga terhibur atas cerita ini. ini cerita murni fiksi semata. jika ada kesamaan nama, ya itu sengaja sih. tapi alur cerita 100% rekaan. semoga terhibur dan semoga ada insight yang bisa diambil. maaf kalo ngaco, namanya juga penulis ngaco. kyaaahahahaa~
Komentar