Yakin

"Putri?"

Putri menoleh ke sumber suara. Cocktail Effect, meski dalam ruangan bising sekalipun, jika ada orang yang menyebut nama kita, kita cenderung menyadari panggilan itu.

"Maya!" seru Putri terkejut lalu buru-buru menghampiri teman SMA-nya itu.

"ya ampun Put! udah lama banget gue ga ketemu lo," Maya berseri-seri menyapa Putri setelah mereka melakukan ritual khas perempuan, cipika-cipiki

"gue juga May, udah 8 taun ada kali ya?" balas Putri

"iyaaa, lo menetap di Jakarta terus ya?" tanya Maya

"setelah lulus SMA, iya. balik lah ke keluarga gue. gue kan di Bandung numpang sekolah doang," balas Putri lalu terkikik.

"iya sih ya. udah nikah belum lo?" Maya menyenggol lengan Putri lalu Putri tertawa.

"sebentar lagi. lo gimana May? lagi hamil nih keliatannya?"

"anak kedua gue nih," lalu mereka berdua tertawa bersama.

"produktif ya lo. suami lo mana? ga dikenalin sama gue?" Putri celingukan mencari pendamping Maya.

"suami gue lagi di rumah sakit. jaga malam dia. gue dateng sama temen kuliah gue. kami sama-sama temennya Wendi, penganten cowo. gak sih, gue adik kelasnya Wendi, temen gue ini seangkatan sama Wendi, 2 tahun di atas kita," jelas Maya

"oh, gue temennya Rita, si penganten cewe. dia orang Bandung sih emang. dunia sempit emang ya?"

"banget Put! eh ini temen gue," seseorang yang cantik dan tinggi semampai menghampiri Maya. raut mukanya terlihat keras tapi ketika tersenyum, manis sekali. "Putri, ini Kak Ramya. Kak Ramya, ini Putri,"

"Putri," ujar Putri sambil menyodorkan tangannya, mengajak bersalaman.

"Anassa Ramya, panggil aja Ramya," balas Ramya sambil tersenyum. anggun sekali, pikir Putri.

"kalian cocok ya kalau berdua, yang satu namanya putri, yang satu arti namanya ratu," celetuk Maya

"oh ya?" Putri menoleh ke arah Ramya.

"iya," jawab Ramya sembil tersenyum. "Anassa artinya Ratu. Ramya artinya indah atau malam. mungkin maksudnya gue pengen jadi ratu malam atau apalah gitu. Orang tua gue kayaknya punya ketertarikan khusus sama Yunani. adik gue juga arti namanya prajurit Yunani gitu,"

"oh, namaku juga unik. Putri Nyneve. Nyneve artinya Gadis, legenda King Arthur,"

mereka bertiga tertawa.

"btw Put, lo dateng jauh-jauh dari Jakarta gak sendirian kan?" tanya Maya.
"Oh iya. nggak. gue dateng sama calon suami gue. mana ya dia? kayaknya 
lagi kalap makan deh. eh itu tuh, yang pake jas abu-abu," Putri melambai pada sosok yang sedang memegang gelas. sosok itu langsung menghampiri Putri.

"Maya, Kak Ramya, kenalin ini calon suami gue," seru Putri berseri-seri.

"Damar," kata sosok yang sekarang lengannya digandeng oleh Putri.

"Maya ini temenku pas SMA, dan Kak Ramya ini senior di kampusnya Maya, sekaligus temennya Wendi,"

Damar mengangguk dan tersenyum.

"eh Put, udah agak maleman juga nih. gue balik duluan ya. lo jangan lupa undang-undang kalau nikah,"

"iya May, insyaa Allah gue undang. ati-ati ya lo," Putri menyalami Maya dan juga Kak Ramya. setelah itu mereka pun berlalu.

"kita juga pulang yuk," ajak Damar pada Putri.

"yuk, langsung ke Jakarta ya gara-gara kamu harus ke Makassar besok. padahal pengen nikmatin Bandung dulu mumpung weekend,"

Damar tertawa. "we will have much times for that in the future,"

"i hope so. kamu kan sibuk banget," ujar Putri sambil pura-pura cemberut

***

"temen lo yang namanya Putri itu, kayaknya gue pernah ketemu deh," Ramya tiba-tiba bersuara saat dia dan Maya dalam perjalanan pulang.

"oh ya Kak?"

"dia kerja di mana?" tanya Ramya

"terakhir gue denger sih di perusahaan Consumer Goods gitu, bagian Research, kantornya daerah Kuningan, tapi gak tau sekarang posisinya apa,"

Ramya mengangguk dalam dia. menggali ingatannya terhadap wajah tertentu yang rasanya pernah dia ingat.

***

"lo kapan balik sih Dek?"

Minggu pagi yang cerah. setelah selesai menyediakan sarapan untuk orang tua, suami dan anaknya, Ramya selalu menyempatkan diri untuk Skype-ing dengan adiknya yang sedang mengembara di negeri antah berantah.

"ketika gue udah sukses, kak,"

Ramya menghela nafas.dia duduk di bangku di halaman belakang. memperhatikan suami dan anaknya sedang berenang. orang tuanya sementara itu sedang berjalan-jalan di Gasibu. selalu begitu jawaban adiknya. sudah 2 tahun dia bekerja di luar negeri. tidak ingat untuk pulang bahkan saat Lebaran sekalipun.

"lo selalu bilang gitu. lo udah jadi manager, anak buah lo banyak, udah punya rumah di Korea sana, di Bogor juga. tunggu apa lagi?" Ramya memandang adiknya dengan gemas. adiknya yang meski tampilannya sudah mirip Bradley Cooper dengan jenggot dan sorot mata tajam tapi masih dia ingat sebagai sosok yang cengeng, yang menangis hanya karena kakinya terluka.

"gue merasa masih ada yang kurang,"

"apa lagi sih? mama papa udah pengen banget ketemu lo, mereka udah kangen. Kayla belum pernah ketemu omnya sama sekali," Ramya terdiam dan adiknya masih menggeleng.

"dan Putri udah mau nikah," lanjut Ramya.

kalimatnya kali ini berhasil meraih 100% perhatian adiknya.

"how do you know?" kali ini Ray benar-benar memandang kakaknya, setelah sejak tadi dia masih membaca sekilas-sekilas laporan dari stafnya.

"gue gak sengaja ketemu dia tadi malem, di nikahan temen gue. gue dikenalin Maya, salah satu junior gue di kampus yang ternyata temen SMA-nya Putri. awalnya gue gak tau apa-apa tapi gue rasa gue familiar sama mukanya dia. setelah pulang dari kondangan, gue masuk ke kamar lo. gue buka barang-barang lo dan gue liat foto kalian berdua. baru gue yakin Putri yang gue liat tadi malam adalah Putri mantan pacar lo, yang lo tinggalin gitu aja waktu lo pergi ke Korea Selatan buat kerja."

wajah Ray mendadak kaku. "dan . . . gimana lo tau dia udah mau nikah?"

Ramya melanjutkan. "dia datang bareng cowo dan dia ngenalin cowo itu ke gue dan Maya, 'kenalin, ini Damar, calon suami gue'," Ramya menirukan cara bicara Putri.

Ray diam lagi. Ramya juga diam. menanti apakah informasinya ini bisa membuat adiknya pulang ke tanah air.

"i'll take the very first flight to Indonesia," adalah kalimat terakhir Ray dan sambungan Skype terputus. Ramya tersenyum. di satu sisi ia bersyukur karena bisa membuat adiknya pulang, namun di sisi lain ia juga khawatir akan apa yang bisa dilakukan Ray. adiknya itu sering memberi 'kejutan'.

***

setelah mengunjungi keluarganya yang kini menetap ke Bandung, Ray langsung bertolak menuju rumahnya di Bogor. sejak ia bekerja di Korea, rumahnya ini dirawat oleh salah satu saudara jauhnya agar tidak terlalu kosong. Ray termenung lama di sofa rumahnya ini, memikirkan langkah apa yang akan ia lakukan sekarang. ketika di Bandung, kakaknya berkali-kali mengingatkannya untuk tidak gegabah. Putri sudah akan menikah, entah dalam berapa bulan lagi. memang bukan hal yang tepat untuk 'merusak' rencana pernikahan seseorang, tapi menurut Ray ia harus menyelesaikan beberapa hal.

sebenarnya Ray masih ingin lebih lama di Bandung, mengobrol banyak dengan orang tuanya yang sudah ia tinggalkan 2 tahun, menjadi lebih akrab dengan Kevin, kakak iparnya yang dulu masih ia kenal sebagai pacar kakaknya, bukan suami kakaknya. juga bermain dengan Kayla, keponakannya yang cantik dan baru berusia 1 tahun. tapi ia hanya punya waktu cuti 2 minggu, bos besarnya tidak mengijinkan lebih lama dari itu. maka, Ray memilih untuk segera bertemu Putri, keluarganya bisa menunggu, sebentar lagi.

hari Kamis pagi Ray langsung bertolak menuju gedung tempat dulu ia bekerja. Ray sebenarnya tidak yakin apakah Putri masih bekerja di situ atau tidak. maka dengan segenap keberanian, ia tetap datang. dengan penampilannya saat ini, Ray berharap tidak banyak yang akan mengenalinya. ia butuh untuk langsung bertemu orang yang ia cari, tanpa perlu bertemu orang lain, yang berpotensi membocorkan kehadirannya kepada Putri. kehadirannya akan menimbulkan salah paham lain jika Putri tahu dari orang lain.

pelan-pelan Ray memasuki lobby, dengan langkah lebih tegap dari sebelumnya. ia lebih percaya diri daripada 2 tahun yang lalu saat melangkah ke gedung ini. beberapa karyawati perempuan menoleh dan tersenyum kepadanya. tapi Ray tidak mempedulikannya dan tetap melangkah menuju meja resepsionis. belum sampai ia di resepsionis, seseorang berjalan lebih cepat melewatinya sambil menelepon.

"kamu bakal lebih lama di Makassar? one week extend? how come?"

Ray menoleh dan jantungnya berdetak lebih cepat. tanpa perlu mencari, orang yang ingin dia temui sudah muncul dengan sendirinya. Putri masih sama seperti yang dulu. masih mengenakan high heels 9 senti, memeluk laptop dan dokumen, rok dan blus yang sederhana tapi membuatnya super elegan. wajahnya yang ber-make up minimalis masih memancarkan ekspresi ceria. bahkan ia masih sempat menyapa security dan resepsionis di sela-sela teleponnya. Ray termenung, tidak menyangka ia akan bertemu Putri secepat ini. ia segera berjalan mengikuti Putri tapi Putri sudah menghilang di belokan menuju lift.

"pagi Mba," akhirnya Ray kembali ke meja resepsionis.

"pagi Pak, ada yang bisa dibantu?"

"yang namanya Putri Nyneve, masih kerja di Lantai 27?"

"mohon tunggu sebentar ya pak," respsionis itu lalu melakukan pencarian dalam komputernya. "Bu Putri sekarang jabatannya Small Business Marketing Departement Head, lokasinya di Lantai 29. bapak bisa ambil lift yang ujung kanan."

"oke, terima kasih,"

Ray melangkah menuju lift tapi kemudian dia berbalik arah, menuju Starbucks yang ada di lantai dasar.

***

Ray memutuskan sepertinya mendatangi Putri di kantor bukanlah hal yang baik. maka ia berniat untuk bertemu Putri di suatu tempat yang aman, yang jika Putri ingin melempar sesuatu kepadanya, itu bukanlah barang pecah belah ataupun dapat membuat kehebohan di sekitarnya. dan untuk itu ia membutuhkan bantuan Hani, sebagai orang yang dekat dengan Putri.

"R&D selamat pagi,"

"Hani?"

"ya, ini dengan siapa?"

"Ray,"

Hani terdiam sebentar. Lalu, "GILA! KEMANA AJA LO?!"

"Ssst," ujar Ray dan sepertinya diikuti oleh orang-orang di sekitar Hani karena ketika bicara, suara Hani sekarang pelan sekali.

"ini si Raedi yang tiba-tiba ngilang gak tau kemana?" bisik Hani

Ray tersenyum miris. "jadi orang-orang inget tentang gue bagian itu ya. iya ini Raedi. lo masih setia aja di situ?"

"males pindah nih gue. lo kemana aj nyet? sumpah ya rese banget lo tiba-tiba ngilang dua tahun lalu terus sekarang tiba-tiba muncul lagi. udah ketemu Putri belum? dia udah mau kawin."

"justru itu yang bikin gue nelepon lo. gue sekarang ada di starbucks. bisa ketemu? gue mau minta tolong sama lo,"

"misi rahasia nih? gue minta ijin bos gue dulu, ntar gue turun,"

"oke," sahut Ray.

15 menit kemudian Hani tiba. ia celingak celinguk selama 5 menit hanya untuk menemukan Ray yang saat itu sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya.

"Ray?" Hani memanggil ragu-ragu.

"eh Han," Ray lalu berdiri dan menyodorkan tangannya. "apa kabar?"

Hani bengong. Ray beda sekali!

"gila! beda banget lo!" Hani menyambar uluran tangan Ray tapi wajahnya masih kebingungan.

"lo juga beda, Han," balas Ray sambil tersenyum dan mempersilakan Hani duduk.

"er, ga usah bahas soal lemak ya, sejak melahirkan, gue susah balik ke ukuran gue dulu."

"oh iya, gimana anak lo? udah usia berapa?"

"baru 4 bulan, dibantu dirawat sama adik gue yang 100% ibu rumah tangga,"

Ray mengangguk.

"jadi lo kemana aja?" tanya Hani. kali ini ekspresinya serius.

Ray tersenyum miris. "gue kerja di Samsung, kantor pusatnya. ketika pacaran sama Putri dulu itu gue sedang proses ngelamar kerja di sana. gue pengen bisa jadi cowo yang sesuai buat dia. ketika diterima, gue langsung pergi, gue bertekad ga akan pulang sebelum sukses dan merasa pantas. i almost there. saat ini jabatan gue manager yang sedang dipromosikan jadi salah satu kepala divisi. tadinya gue ga akan pulang ke Indonesia sampai promosi gue selesai. tapi ketika kakak gue bilang Putri udah mau nikah, gue merasa harus segera kembali ke Indonesia."

"kenapa lo pergi gitu aja? ga ada yang tau lo pergi kemana. bahkan Putri sekalipun,"

"karena gue gak mau 'ditahan' untuk tetap di sini. Putri adalah alasan terbesar gue harus ngambil kerjaan ini sekaligus alasan terbesar gue ingin stay di Jakarta. gue ngerasa belum bisa membahagiakan Putri maka gue memutuskan untuk pergi tanpa bilang,"

"lo pergi tiba-tiba itu yang bikin Putri lebih sakit hati tau,"

"i'm sorry for that,"

"terus lo bilang lo tau Putri mau nikah dari kakak lo. emangnya kakak lo kenal Putri?"

"mereka gak sengaja ketemu di acara nikahan di Bandung. kakak gue dikenalin ke Damar,"

"udah tau juga ya lo bahwa Putri bakal nikah sama Damar. mantannya sebelum lo itu,"

Ray mengangguk. "gimana ceritanya?"

***

"for some weeks, Putri just not like Putri. dia lebih banyak diam dan cuma kerja. dia ga peduli kalau harus dateng jam 6 dan pulang jam 11. dia udah kayak zombie. dia jarang makan, jam makan siang gue sering liat dia ngilang gak tau kemana. lama-lama akhirnya gue tau bahwa selama jam makan siang itu dia sering nangis di gudang. gudang sepi kan tuh selama jam makan siang. ketika malem pun gue ga tau deh dia makan apa nggak. si Ojan sempet ngasih dia makan padahal Putri ga minta. lalu Putri dengan berbinar-binar nanya, 'ini dari Ray?' dan ketika Ojan jawab bukan, Putri sedih lagi. sampai besok paginya, itu makanan masih utuh. gue paksa makan pun Putri ga pernah mau, sampai suatu saat gue pernah dia marahin karena gue paksa dia makan pas dia ngelembur. mau gue marahin balik, karena saat itu gue juga lagi mumet. suami gue lagi dinas padahal kita baru nikah, dan ini temen baik gue ga merhatiin kesehatannya sendiri. tapi gak jadi, akhirnya gue peluk si Putri dan malah gue yang nangis. lalu dia ikutan nangis. kita berdua nangis malem-malem kayak orang bego. dia cerita betapa sakit hatinya dia ketika lo pergi tiba-tiba. dia nyalahin dirinya sendiri, apa karena soal finansial? apa karena Putri kurang perhatian? apa karena Putri sering rewel? dia gak pernah nyalahin lo karena lo pergi tiba-tiba. dia cuma sakit hati karena lo ga bilang apa-apa sama dia. malam itu gue ajak dia nginep di rumah gue. gue masakin banyak banget makanan dan gue ajak nonton film-film kocak. saat itu dia makan, ga banyak, tapi mending lah, setidaknya gue liat ada makanan yang masuk ke mulutnya. dia juga ketawa, tapi sorot sedihnya tetep ada. besoknya dia tetep males makan dan lusa setelah gue sama dia nangis-nangisan itu, dia dirawat karena tipes,"

Hani menarik nafas sebentar.

"entah dapet kabar dari mana, Damar nengokin Putri. saat itu gue juga kebeneran lagi di rumah sakit. ampir tiap hari gue datengin si Putri, daripada gue di rumah sendirian kan, laki gue juga masih dimana tau. ampe gue akrab banget sama keluarganya Putri. ya, Damar dateng, bawa bunga mawar cantik banget. orang tua Putri ternyata udah kenal sama Damar dan saat itu Damar malah ngobrol banyak sama bokapnya Putri. Damar datang hampir setiap hari. lama-lama mereka sering ngobrol lagi sampai-sampai gue gak enak kalau tetep di kamar Putri ketika Damar ada. Putri sempet nanya, 'kamu tumben punya waktu buat hal-hal kayak gini? biasanya kamu sibuk terus.' dan dijawab Damar 'aku mulai sadar bahwa kesibukan aku tuh ga ada artinya kalau ga ada tujuannya. jadi aku mulai menata hidup lebih baik lagi, ngasih perhatian sama orang-orang yang seharusnya lebih aku perhatikan, daripada terus menerus mikirin kerjaan.' terus dua-duanya diem lagi. lalu si Damar akhirnya bilang, 'boleh aku minta kesempatan buat memperbaiki hubungan kita yang dulu?' lo tau kan Ray kalau mereka putus karena Damar terlalu sibuk? sampai-sampai dia lebih sering keluar sama temen-temen kantornya daripada sekedar say hi ke pacarnya. saat itu Putri diem aja. dia lalu bilang ke gue bahwa dia masih ga yakin Damar bisa berubah dan Putri pun saat itu masih mikirin lo."

Hani diam lagi. menyambar cappucino milik Ray.

"tapi ternyata kali ini Damar gigih banget. dia bener-bener ngasih perhatian ke Putri lebih dari waktu mereka pacaran. jemput, nemenin Putri belanja, temenin bokapnya Putri mancing, dan lain-lain. sekitar sebulan setelah Putri keluar dari rumah sakit, Damar ngajak balikan lagi, tapi masih ditolak sama Putri. masih mikirin lo, gue rasa. tapi lama kelamaan Putri luluh juga. ketika untuk kesekian kalinya Damar ngajak balikan, Putri bilang iya. mereka pun resmi pacaran lagi. sejak saat itu  Putri kembali jadi Putri seperti biasa. masih susah makan sih, tapi setidaknya gak nangis dan gak ngamuk lagi kalau gue paksa makan. lo pun mulai berkurang jadi topik ceritanya. oiya, lo tau kah bahwa sejak lo pergi, Putri nyari lo kemana-mana? dia datengin kosan lo tapi semuanya udah bersih, dia tanya sama ibu kosan lo alamat lo yang asli dan dia dapet FC KTP lo, lalu dia datengin rumah lo di Bogor tapi di sana adanya sodara lo yang cuma tau lo pergi ga tau kemana dan keluarga lainnya pindah ke Bandung tapi sodara lo itu ga tau alamatnya, dia juga tanyain lo ke temen-temen kampus lo. tapi semua ga ada yang tau, ga ada yang tau lo hilang kemana. ketika akhirnya Putri mengiyakan Damar buat jadi pacarnya lagi, gue rasa itu ketika Putri menyerah dan menganggap lo ga pernah ada lagi di hidupnya."

Hani bersandar di sofa lalu memandang keluar.

"sekitar 4 bulan lalu, ketika Putri dan Damar nengokin gue yang baru melahirkan, di situ Damar melamar Putri. not literally gave her an engagement ring, but say a joke about 'what a cute baby Hani have, why dont we make one?' dan dua bulan lalu mereka resmi tunangan."

***

"mungkin ini konspirasi semesta, ketika lo datang lagi di Indonesia. meski Putri udah tunangan, tapi persiapannya belum banyak. yah, gue gak dukung lo juga sih. siapapun yang jadi pasangannya, gue gak mau Putri sedih lagi. kasian dia,"

Ray diam. sedari tadi dia memvisualisasikan cerita Hani di dalam pikirannya. terbayang ketika Putri jadi semakin gila kerja dan tak mau makan. terbayang pula ketika Putri mencarinya kesana kemari. namun yang membuat Ray lebih tertohok adalah ketika Putri menangis setiap hari dan menyalahkan dirinya sendiri.

"Putri sekarang udah jadi manager, kariernya cepet juga sih naiknya, dan dia pindah ke Marketing. gak di R&D lagi,"

"lo?"

"gue gantiin posisi Putri," jawab Hani sambil tersenyum.

Ray mengangguk. "boleh gue ketemu Putri?"

"silakan," jawab Hani. "kebeneran Damar lagi ke Makassar selama 2 minggu. jadi lo ga perlu takut ketemu Putri dengan resiko dihajar calon suaminya."

Ray tersenyum.

"mau ketemu di mana?" tanya Hani lagi.

"gue masih memikirkan tempat yang pas. tempat yang kita bisa ngobrol dengan enak dan ga ada barang pecah belah yang bisa dia lempar kalau dia marah,"

Hani tertawa. "lo dateng ke rumah gue aja. malam ini rencananya dia mau nginep di tempat gue karena lagi-lagi suami gue lagi di luar. tapi mungkin jam 9an karena anak gue harus tidur dulu, baru deh emaknya bisa jadi wasit kalau kalian berdua tarung."

"oke,"

***

"Han, gue ke belakang duluan ya," begitu mesin mobil dimatikan, Putri langsung menuju halaman belakang rumah Hani. tempat favorit Putri dan Hani untuk mengobrol ataupun bekerja. ini spesial untuk Putri. ia bisa saja tetap bekerja walaupun ia datang ke rumah Hani judulnya adalah untuk 'bergosip'. Putri menyapa Hana sebentar, adik Hani yang merawat Bonnie, bayi Hani yang sekarang sudah tidur.

"ya ya, seperti biasa kan Put," jawab Hani sekilas. ia lalu masuk ke kamarnya, membersihkan diri sebentar sebelum menghampiri Bonnie yang sudah tidur.

Putri menyalakan laptop setelah mencolokkan kabelnya ke steker. ia lalu melakukan conference dengan rekannya di Inggirs dan Rusia. jam menunjukkan pukul 08.30 ketika diskusi mereka selesai dan Hani menghampiri Putri dengan membawa secangkir susu hangat. hani sudah mengenakan pakaian tidur sementara Putri masih lengkap dengan setelan kerja.

"udah selese?"

"udah, pusing banget gue, mereka maunya berubah-berubah mulu deh," jawab Putri sambil meregangkan badannya.

"Damar udah ditelepon belum?"

"nggak. tadi whatsappan doang. dia masih meeting kayaknya,"

"ampir jam setengah 11 masih meeting?"

Putri mengangkat bahu.

"Bonnie udah bobo ya?"

"udah, besok pagi aja lo ketemu dia. alarm alami kan dia,"

"hahaha, iya gue selalu bangun karena Bonnie nangis kalau nginep di sini."

ting tong!

"siapa tuh Han? tumben ada tamu di rumah lo jam segini," Putri melongokkan kepala ke arah pintu depan, tapi tidak terlihat.

"gue buka pintu dulu. lo tunggu sini aja,"

"aman?" tanya Putri agak cemas.

"ada tongkat golf di depan buat jaga-jaga,"

"bener nih?"

"iya, lo diem sini aja Put. kalau gue teriak, lo langsung telepon polisi. daripada kita dua-duanya ke depan ntar ditangkep malingnya dan gak ada yang hubungi polisi atau laki gue,"

"ha ha. horor ye kata-kata lo,"

Hani pun berjalan keluar. Putri mengikuti langkah Hani sambil memegang handphone dalam posisi stand by. siap menelepon jika terjadi sesuatu.

tidak lama kemudian Hani kembali masuk dan melangkah menuju patio, diikuti oleh sesosok pria mirip Bradley cooper yang tidak dikenal Putri. Putri sempat berpikir macam-macam akan Hani, tapi setelah semakin dekat, Putri terperanjat. ia berdiri dan termangu menghadapi sosok di belakang Hani.

"Putri," sapa Ray ketika mereka sudah saling berhadapan dalam jarak 1 meter.

"hmm, gue mau nengokin Bonnie dulu ya," kata Hani tidak pada siapapun lalu ia menghilang meninggalkan Putri dan Ray.

"Ray," bisik Putri sangat pelan.

"iya,"

Putri mengangkat tangannya bermaksud untuk menyentuh Ray tapi kemudian gerakannya terhenti. ekspresi wajah Putri mulai berubah dari kaget jadi marah. refleks, ia lempar smartphone yang sedang dipegangnya ke arah Ray. tidak peduli smartphone itu harganya hampir dua digit. "kamu kemana aja? kenapa dulu tiba-tiba ngilang gak bilang-bilang? sekarang tiba-tiba muncul gak bilang apa-apa? kamu gak tau aku nyariin kamu kemana-mana? kamu gak tau kalau aku nangis setiap hari gara-gara kamu pergi? aku salah apa sama kamu? kita memang berantem satu hari sebelum kamu menghilang tapi aku pikir semua udah beres tapi terus kamu gak ada kabarnya! kamu mau mainin perasaan aku? kamu seneng liat aku sedih? kamu kok tega banget sih jadi orang? kamu kemana ajaaaaaaaaaaaaaa?!'

Putri berteriak-teriak sambil memukul setiap bagian tubuh Ray yang bisa dijangkaunya. Ray sementara itu diam saja. ia merasa pantas menerima luapan kemarahan Putri. setelah Putri selesai dengan terengah-engah, kali ini Ray yang mendekati Putri, bermaksud memeluknya.

"jangan berani-berani sentuh aku apalagi mau meluk aku! kamu belum jawab pertanyaan-pertanyaanku!"

Ray mundur lagi. "oke, aku jelaskan. tapi kamu jangan teriak-teriak kayak tadi. kasian anaknya Hani nanti bangun."

Putri cuma mendengus. 

Ray menjelaskan dengan cepat kepergiannya ke Korea Selatan untuk bekerja di perusahaan ternama, Samsung. bagaimana kariernya menanjak dengan cepat, dan bagaimana rencana hidupnya di masa depan. ia juga menjelaskan alasannya pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa. Ray menegaskan bahwa ini adalah keinginannya, tidak ada kesalahan Putri yang membuatnya harus pergi. Putri sama sekali tidak memandang Ray saat ia bercerita, namun Putri tentu memperhatikan cerita Ray dengan seksama.

"aku ingin memulai lagi denganmu, Putri," ujar Ray menutup ceritanya.

Putri kesal sekali mendengar cerita Ray, terutama ketika Ray berkata bahwa ia harus pergi ke Korea Selatan demi jadi pria yang bisa memenuhi kebutuhan Putri. masih itu saja yang jadi masalah Ray sejak dulu.

"Ray, ada 2 masalah yang gak berubah dari kamu bahkan meski kamu udah jadi manager perusahaan segede Samsung sekalipun. pertama, kamu gak pede sama diri kamu sendiri. sampai-sampai kamu harus pergi sejauh itu buat cari pendapatan yang baik, lalu sekarang kamu yakin bahwa kamu sudah bisa 'menandingi' aku makanya mau ngajak balikan? pikir lagi. bukannya menakuti, tapi bisa jadi suatu saat kamu kehilangan pekerjaan dan kamu kembali seperti dulu. aku takut saat itu kamu bakal nekad untuk pergi lagi, karena kamu gak percaya diri. kedua, masalah komunikasi. dulu, aku sebagai pasangan kamu, sudah seharusnya jadi orang yang juga kamu ceritakan tentang a-pa-pun. apalagi kalau misalnya kamu berniat untuk serius dengan aku. bukan mengambil keputusan begitu saja tanpa peduli sama pendapat dan perasaan aku. kalau begini terus, kalaupun suatu saat kita menikah, aku bisa jadi bakal cuma jadi istri yang iyain aja apa kata suaminya karena suaminya gak pernah ngajak diskusi tentang apapun dan suka gerak sendirian. lalu ketika kondisi keluarga kita lagi drop, kamu bakal ninggalin aku lagi. padahal dalam keluarga dan hubungan, posisi down itu yang harus dihadapi sama-sama. oke, kamu memang sekarang sudah mapan secara finansial, mungkin gaji kamu sekarang lebih gede dari aku. tapi... coba pikirkan lagi Ray,"

Ray tertampar mendengar kata-kata Putri yang menurut dirinya ada benarnya.
"maafkan aku. aku tahu kata-kata kamu benar Put. aku salah bertindak dulu. aku mau menebusnya, bisakah?"

"nggak, terlambat. aku sudah mau menikah dengan Damar,"

Ray diam.

"you are not surprised?" tanya Putri kebingungan.

"aku sudah tahu kamu akan menikah dengan Damar," jawab Ray tanpa menyembunyikan nada kesal dalam suaranya.

"baguslah. jadi ga ada untungnya kamu balik lagi ke Indonesia sekalipun. sekarang silakan kamu pulang atau kamu kembali lagi ke Korea, lalu lanjutkan urusanmu," Putri menggerakkan tangannya ke arah pintu. secara tidak langsung mempersilakan Ray untuk pergi.

"I'll take you back from Damar, Put. i'll prove it,"

"i'll wait," jawab Putri dingin tanpa memandang Ray.

"aku masih ada di Indonesia sampai minggu depan,"

Putri diam.

"I love you Put," ujar Ray lalu pergi. Putri terduduk dan menangis.

***

"is everything okay?" terdengar suara Damar di telepon. pagi ini Putri menelepon Damar tapi setelah diangkat, Putri tidak bicara apa-apa. "Putri?"

"come home soon," akhirnya Putri bicara.

"miss me?" kata Damar sambil tertawa. "i'll home before you could say 'voila',"

"voila. where are you?"

Damar tertawa lagi. "wait for me patiently, Princess. when i'm home, i'm all yours."

"oke,"

"kamu gak sakit kan?" suara Damar jadi lebih serius.

"hmm, nggak. cuma masih ngumpulin nyawa, baru bangun," jawab Putri.

"jam 6 pagi di Makassar berarti jam 4 subuh di Jakarta. ga biasanya kamu bangun sepagi ini. ada masalah?"

"nggak, Damar. pokoknya cepet pulang ya,"

"iya,"

"aku mau tidur lagi deh," ujar Putri.

"oke, semangat kerjanya ya,"

sambungan telepon diputus. Putri menaruh kembali smartphone yang tadi malam dilemparnya ke arah Ray, di meja samping tempat tidur. semalaman ini ia tidak tidur sama sekali.

***

"boleh gue gak masuk kerja dan main sama Bonnie di sini?" tanya Putri saat dia dan Hani sedang sarapan pagi.

"gue sih silakan aja. Hana juga mungkin jadi agak terbantu. tapi ya tetep lo harus minta ijin sama Pak Candra, atasan lo," balas Hani sambil tetap memandangi Bonnie yang sedang menyusu.

"oke, nanti gue telepon Pak Candra,"

"oke,"

Hana tiba di rumah Hani tepat sebelum Hani berangkat kerja. Bonnie sempat menangis namun sepertinya ia paham bahwa ibunya harus pergi bekerja. sepanjang pagi Putri hanya memperhatikan Bonnie yang diajak bermain oleh Hana, kadang-kadang ikut tersenyum. selebihnya, Putri memilih diam. ketika waktu makan siang, Putri dan Hana mengobrol banyak, terutama soal pernikahan. Hana sudah menikah lebih dulu dari Hani namun belum dikaruniai seorang anak. katanya, dulu Hana juga seorang wanita karier tapi setelah menikah dan belum juga dikaruniai anak, Hana memilih untuk resign dan fokus jadi ibu rumah tangga. "mungkin belum dikasih kepercayaan buat punya baby karena masih lebih fokus sama kerja, mba. makanya aku resign," jelas Hana.

"terus yang ngebiayain keluarga berarti suami doang?"

Hana mengangguk. "suamiku gajinya emang gak gede sih, tapi aku percaya aja pasti ada rejekinya apalagi kalau mau usaha."

"udah mulai ada tanda-tanda kehamilan?" tanya Putri lagi

"alhamdulillah udah 2 bulan mba," jawab Hana sambil berseri-seri.

"waaaahhh, masih muda usia kandungannya. bukannya ga boleh capek-capek?"

"masih boleh banyak aktivitas kok. rutin ngecek ke dokter katanya kandungannya baik-baik aja. jagain Bonnie juga ga bikin capek kok. tapi mungkin kalau hamilku udah agak besar, Mba Hani harus cari babysitter baru,"

"iya ya. semoga sehat terus ya Hana dan baby," Putri tersenyum manis dan mengelus perut Hana.

"iya makasih mba. Mba Putri sendiri gimana?"

"eh, gimana apanya nih?"

"kapan punya baby?"

Putri tertawa dipaksakan. "nikah aja belum Han,"

"katanya bentar lagi ya?" tanya Hana

"hmm, doakan saja ya Hana,"

"iya Mba,"

dalam hatinya, Putri sendiri masih kebingungan. apalagi dengan munculnya Ray kembali di hidupnya.

***

Putri sedang berbaring di kamar tamu, saat ini matanya mulai mengantuk karena begadang semalaman. tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dan Hana mengintip.

"mba Putri, ada tamu,"

"tamu? beneran buat aku? ini kan rumahnya Hani,"

"iya buat Mba Putri kok. katanya tau Mba Putri lagi di sini dari Mba Hani," Putri masih kebingungan. "tamunya ada di ruang tamu ya Mba."

"oke Hana. makasih ya," Putri merapikan baju dan rambutnya lalu keluar dari kamar dan menuju ruang tamu.

"kamu?" Putri tercengang melihat siapa yang menantinya di ruang tamu.

"yes. aku datang ke kantor tadi tapi kata Hani kamu masih di sini dan gak masuk kerja. jadi sekalian saja..."

"sekalian apa?" mata Putri menyipit curiga. apalagi pakaian Ray kali ini santai sekali. hanya jeans dan polo shirt biru dongker.

"lets go out,"

"what?"

"ayo jalan-jalan keluar," ulang Ray sabar.

"where?"

"anywhere you want. kalau kamu gak nentuin tujuan, aku yang tentukan,"

"terdengar seperti sebuah jebakan,"

"hahaha, untuk apa? come on,"

"jangan melakukan hal aneh-aneh," Putri mengangkat telunjuknya

"kamu pikir selama 2 tahun gak ketemu, aku berubah jadi maniak?" balas Ray sambil tertawa

"who knows? aku bilang dulu sama Hana,"

"great,"

***

Putri ketiduran selama di mobil karena ia tidak bisa menahan kantuknya. maka ia kaget ketika mereka sudah tiba di Taman Safari dan ketika Putri membuka mata, yang pertama dilihat adalah Ray sedang memperhatikannya.

"apa?" tanya Putri galak.

"ini pertama kalinya aku lihat kamu tidur. manis ternyata," kata Ray sambil tersenyum.

"ih," Putri memalingkan wajah, pura-pura kesal. padahal ia senang juga dibilang begitu. "ngomong-ngomong kita di mana? kok udah agak gelap?"

"kita di Taman Safari. ini memang udah jam 5 sore. tadi kita agak lama sampai sini karena kena buka tutup di hari Jumat,"

"wow!" Putri menoleh ke arah Ray, kali ini tidak bisa pura-pura bete lagi. "aku selalu pengen ke sini dan belum kesampean."

"sekarang kesampean," jawab Ray.

"iya," seru Putri kegirangan. ia lalu membuka pintu mobil dan turun, menghirup udara Puncak di sore hari.

"kita ikutan Safari Malam aja ya biar seru, lagian yang safari siang udah tutup,"

"horeeee!"

pukul 18.30, Ray dan Putri sudah siap di kereta terbuka yang akan mengantar mereka mengikuti safari malam. sepanjang perjalanan, Putri tidak bisa menutupi rasa kagumnya. ia berteriak-teriak seperti anak kecil. tidak peduli bahwa ia datang bersama Ray, yang beberapa jam lalu masih ia tanggapi dengan judes. Ray, sementara itu, lebih memilih menikmati penampilan sembari mengabadikan Putri dalam kamera.

setelah puas dengan safari malam, Ray mengajak Putri untuk menikmati semangkuk indomie instan, jagung bakar, juga bandrek di warung pinggir jalan yang banyak tersedia di daerah Puncak.

"dingin," ujar Putri saat ia turun dari mobil. Putri tidak suka membawa jaket jadi sekarang pun ia tidak membawa apa-apa.

"maaf lupa mengingatkan. ini," Ray menyampirkan jaket baseball berwarna biru tua, rupanya ini jaket Samsung.

Putri sudah ingin melontarkan kalimat-kalimat curiga seperti 'kamu pasti lupa kasih tau aku buat bawa jaket biar kamu bisa pinjemin aku jaket kamu dan terlihat romantis dan heroik kan?' tapi putri mengurungkan niatnya dan berkata, "terima kasih. kamu sendiri gak kedinginan?"

"i'll be fine. minum minuman hangat juga bisa bikin ilang dinginnya. yuk,"

tangan Ray hampir saja menggandeng tangan Putri, tapi ia sudah keburu sadar bahwa bukan kapasitasnya untuk melakukan hal itu. maka Ray hanya menggerakkan kepalanya ke salah satu warung.

Putri mengangguk lalu mengikuti Ray.

"you look so different now, you know?" kata Putri pada mangkuk indomie-nya. padahal maksud pertanyaannya adalah untuk Ray.

"karena ini?" Ray menunjuk ke wajahnya.

"yea, dan sorot mata kamu juga," Putri menatap wajah Ray sekilas lalu memandang mangkuknya lagi.

"sorot mataku seperti apa?" Ray memajukan wajahnya hingga begitu dekat dengan mangkuk Putri. refleks, Putri mengangkat wajahnya.

"kenapa harus kayak gitu sih?" seru Putri kaget.

"karena kamu ngomong ke aku tapi liatnya ke mangkok," jawab Ray lalu menarik badannya mundur.

"hmm, sorry,"

"lalu, sorot mataku kenapa?" Ray mengulang pertanyaannya.

kali ini Putri terpaksa memandang langsung wajah Ray. memperhatikan setiap detailnya. merasakan tatapan misterius dari Ray.

"lebih . . . misterius. lebih galak. lebih tegas. lebih . . . percaya diri,"

Ray tersenyum lalu menunduk. selama sedetik ia memandangi pemandangan sekitar yang hanya berbentuk siluet.

"iya Putri, i think i am different with my own self two years ago,"

"why?"

"karena aku belajar banyak hal. apa yang kamu ceritakan kemarin adalah apa yang aku takutkan sejak pindah ke Korea. tapi lalu aku belajar. belajar untuk berusaha lebih keras. belajar untuk lebih menerima situasi. belajar untuk percaya pada kemampuan diri aku sendiri. belajar untuk lebih terbuka pada orang lain."

Putri termenung. ternyata Ray memang sudah banyak berubah.

"kamu tahu, selama di Korea, beberapa kali aku tergerak buat menghubungi kamu. gak susah itu. cukup hubungi kantor kita dan sebut nama kamu lalu kita bisa mengobrol. perasaan bersalah karena ninggalin kamu tiba-tiba juga itu selalu aku ingat. beberapa kali aku terbangun karena mimpi buruk, mimpi kamu tiba-tiba menghilang, berubah jadi orang lain, atau kamu . . . menikah. tapi aku gak pernah menghubungi kamu karena jika aku lakukan itu, aku ga ada bedanya sama aku yang dulu. yang gak percaya diri, yang belum mengeluarkan usaha terbesarnya. perasaanku ke kamu gak pernah berubah, Put." dan kali ini Ray berani memegang tangan Putri. bahkan menarik dan menciumnya.

 Putri menunduk, berusaha menutupi air matanya yang mulai jatuh. teringat masa-masa ketika ia menangis setiap hari karena Ray pergi begitu saja.

"maaf," hanya itu yang dikatakan Ray. kemudian tangan Ray yang bebas, yang tidak menggenggam tangan Putri, terjulur untuk mengelus rambut Putri. Putri kembali bisa merasakan kasih sayang Ray yang mengalir dalam setiap elusan lembut Ray di kepalanya, seperti yang dulu sering Ray lakukan.

Putri minta diantar ke rumah Hani lagi malam itu karena mobil dan barang-barangnya masih di situ. padahal sebenarnya Putri hanya ingin bertemu Hani dan bercerita langsung. perasaannya semakin campur aduk.

"makasih, buat hari ini," kata Putri pelan setelah mobil Ray diparkir di depan mobil Hani.

"sama-sama Put. selamat istirahat,"

Putri mengangguk. "be careful on your way home,"

"i will," balas Ray dengan senyumnya. "aku bakal pergi kalau kamu sudah masuk rumah Hani."

"oke. hmm, bye,"

"see you,"

Putri turun dari mobil dan saat itu juga pintu rumah Hani terbuka dan Hani muncul dengan wajah mengantuk.

"sorry, Han," bisik Putri dan Hani mengangguk lalu masuk lebih dulu. Putri berbalik dan melambai ke arah Ray, lalu ia masuk dan Ray pun berlalu.

"Hani!" panggil Putri lalu bergegas mengikuti Hani.

"ssst, anak gue udah tidur," kata Hani pelan.

"gue harus cerita sama lo, tentang Ray," kata Putri sambil memegang lengan Hani.

"termasuk tentang jaket Samsung yang lo pakai ini? gue yakin ini pasti punya Ray," hani menunjuk jaket yang dikenakan Putri

"eh, masih gue pake ya?"

"masih Put. ya udah cerita di kamar lo aja,"

Putri menceritakan kronologis kejadian hari ini dari mulai Ray yang datang ke rumah Hani, safari malam, makan indomie, sampai kata-kata Ray yang menggoyahkan hatinya.

Hani termenung sebentar sementara Putri deg-degan menunggu respon Hani.
"gue cuma bisa bilang tiga hal. satu, gue gak masalah lo akan menjalani sisa hidup dengan Ray atau Damar, yang penting lo bahagia. dua, lo udah tunangan sama Damar dan itu artinya lo akan menikah sama dia. kalau ternyata lo memilih Ray, lo harus inget konsekuensinya. apa bener Ray yang terbaik buat lo? gimana tanggapan keluarga kalian? ketiga, ga ada yang lebih tau yang terbaik buat lo selain Yang Maha Kuasa. jadi gue saranin lo makin rajin shalat terus minta petunjuk,"

"iya Han. tapi kalau dari lo sendiri, gimana?"

"kalau dari gue ya, dua-duanya mapan. dua-duanya ganteng. dua-duanya cinta banget sama lo. dua-duanya seiman sama lo. tapi, gue sebagai teman lo yang sebenernya gak ada kuasanya nentuin siapa jodoh lo, kalau boleh berpendapat, gue akan lebih senang kalau suami lo nanti adalah cowo yang bisa akrab sama temen-temen lo juga,"

"and then?"

"i'll choose Ray,"

Putri menghela nafas.

"oke. thank you Han. tidur gih,"

"ya ya, gue mau tidur ya. untung besok sabtu jadi gue bisa bangun siang. lo juga buru-buru mandi terus tidur. udah jam berapa ini?"

Putri mengecek arlojinya dan terkejut. "jam 2!"

"oke, mari kita tidur. met tidur Princess Galau,"

***

siapa sangka bahwa di rumah Hani, di Sabtu pagi, dimana orang kantoran sedang menikmati kesempatan untuk bangun siang, sudah terjadi keributan kecil. Vino, suami Hani sampai di rumah pagi-pagi sekali. seakan sudah tahu bahwa ayahnya tiba, Bonnie lalu terbangun dan jadi rewel sekali, ia menangis dan tidak mau lepas dari Vino padahal Hani yang merayu Bonnie untuk lepas dari pangkuan Vino karena ia belum istirahat sejak pulang dari Lampung.

Putri ikut terbangun pagi-pagi dan tersenyum saja melihat adegan keluarga kecil itu. Hani memang ibu sejati ternyata, selain ia orang yang perhatian pada Putri, di rumahnya pun terlihat sekali kasih sayangnya pada keluarga. namun keramaian belum berhenti sampai di sini. ketika Bonnie sedang menangis karena pipis dan Hani yang bermaksud mengganti popoknya (padahal dalam hati mungkin Bonnie mau papanya yang menggantikan popoknya), bel berbunyi. Putri sebagai tamu yang sudah dianggap keluarga sendiri dan paling 'santai' saat itu, langsung melompat dan membukakan pintu.

"good morning," ujar sebuah suara di balik seikat bunga mawar

"moorning?" balas Putri ragu-ragu

lalu si pengunjung memiringkan kepala sehingga Putri bisa melihat siapa dia. "Ray?"

"its me! this is for you and what's happening?"

"er," mau tidak mau Putri langsung menangkap bunga yang diberikan Ray karena dia langsung menyerahkan bunga begitu saja dan masuk. 'huh, ga romantis banget' gerutu Putri dalam hati. "Bonnie lagi manja sama ayahnya."

"Vino sudah pulang?"

"yep, tadi pagi,"

"nah, karena keluarga kecil sudah lengkap, gimana kalau kita pergi?"

"you mean?" alis Putri mengangkat sebelah

"lets go on a date. give them time for themself," kepala Ray mengarah ke Hani dan keluargnya

"aku belum mandi," Putri pura-pura manyun

"ga usah mandi juga gapapa. tetep cantik kok," kata Ray lempeng.

"yee, ga cetar nanti. ya udah tungguin dulu," lalu Putri pun masuk sambil membawa bunga dan sedikit bersiul-siul.

sarapan bubur di pinggir jalan, berangkat menuju Dunia Fantasi, mencoba berbagai wahana baik santai maupun ekstrim, mengantri berjam-jam untuk satu wahana, berfoto dengan boneka khas Dufan, makan siang dengan menu fast food, lalu ditutup dengan makan malam di Bandar Jakarta.

"kita udah kayak ABG aja ya," kata Putri setelah melahap berbagai jenis seafood

"kenapa emang?" balas Ray yang masih asik mengupas udang

"iya, main-main di Dufan seharian terus dikit-dikit foto," jawab Putri sambil tersenyum

"seneng gak?"

"seneng banget! udah lamaaaa rasanya gak sesegar ini! biasa ngadepin laptop, excel, ppt, meeting, palingan jalan-jalan ke mall, sekarang rasanya bebas bangeeettt!!!" Putri mengepalkan kedua tangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi

"hey awas nanti pengunjung lain pada pingsan," kata Ray usil

Putri buru-buru menurunkan tangannya. "ih kan gak sebau itu juga,"

Ray menanggapinya sambil tertawa lalu melanjutkan makan.

"jalan-jalan di pantai yuk?" ajak Ray saat mereka selesai makan.

"kan gelap?"

"nggak,"

"pasang?"

"ya jangan terlalu ke tengah,"

"tsunami?"

"hush amit-amit. ayok," refleks, Ray langsung meraih tangan Putri dan menggiringnya ke arah pantai. Putri kaget tapi tidak menarik tangannya dari genggaman Ray. mereka menikmati berjalan bersama, membicarakan berbagai hal, kecuali masa lalu, perasaan, dan masa depan.

angin bertiup kencang dan Ray refleks menggosokkan tangannya yang bebas ke tangan satunya. usaha untuk memberikan kehangatan. Putri sendiri saat itu masih mengenakan jaket Samsung milik Ray.

"dingin ya?" tanya Putri pelan

"nggak, cuma kayaknya tadi ada nyamuk," jawab Ray asal

Putri mengangkat sebelah alis. "mana ada nyamuk di pantai?"

Ray mengangkat bahu, tak peduli. "impor kali,"

Putri tertawa lalu melingkarkan lengannya di leher Ray dan mencium Ray pelan. "biar hangat," bisik Putri.

ia teringat kejadian dua tahun lalu dimana Ray menciumnya untuk pertama kali di dalam mobil yang gelap. sekarang, adalah kondisi yang lebih ideal daripada yang terjadi dulu.

setelah Putri melepaskan dirinya, yang dikatakan Ray hanya, "makan indomie yuk," lalu berjalan menghampiri salah satu kios

"hih, perut karet!" teriak Putri ke arah punggung Ray.

***

Putri terbangun di kamarnya dan berguling kesana kemari. tersenyum akan kejadian kemarin. tadi malam setelah kejadian di pantai, Ray mengantar Putri hingga ke depan pintu kamar apartemennya. mereka tak saling bicara, hanya tersenyum pada satu sama lain, lalu Ray mencium kening Putri lalu pergi. dan pagi ini Putri masih mengingat adegan demi adegan yang dijalaninya kemarin. ia baru bangun dari tempat tidur ketika dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 10.00

"ya ampun!" seru Putri. ia buru-buru bangun dari tempat tidur dan menghampiri lemari. setiap Minggu adalah jadwalnya berolahraga. biasanya ia lari pagi mengelilingi kompleks apartemennya. tapi kalau sudah sesiang ini Putri memilih berolahraga saja. ia bergegas ganti baju dan segera menuju kolam renang. berenang bolak balik dan mencoba berbagai gaya. setelah dirasa agak lelah, Putri bersandar di kursi pinggir kolam dan menatap langit. Rasanya legaaa sekali setelah berenang. 

"Hai," tiba-tiba ada yang menutupi cahaya matahari

"Ray," seru Putri tak percaya lalu bangkit duduk dan memandang ke arah Ray yang duduk di sebelahnya

"Sayang aku gak bawa baju renang," ujar Ray sambil memandang ke sekeliling kolam

"Langsung nyebur aja sih. Palingan basah," jawab Putri sambip bersandar lagi. "How do you know I'm here?"

Ray menempelkan kedua tangannya di atas kepala dan membentuk semacam tanduk lalu menggerak-gerakkan kepala ke kanan dan ke kiri. 

"Radar Neptunus," jawab Ray

"Hahaha you are no Keenan," 

"Yes I am. And you are Kugy. And I'm gonna get you back from Remy," kata Ray dengan ekspresi serius. Wajah Putri mendadak kaku. 

"Aku mau berenang lagi," Putri buru-buru bangkit dan melangkah ke arah kolam tapi langkahnya terhenti karena ada sesuatu yang masuk ke matanya. Putri mengedipkan mata tapi sesuatu hal itu belum keluar. 

"Ada apa?" Ray bergegas menghampiri Putri

"Kelilipan," jawab Putri sambil masih mengedipkan matanya

"Sini aku tiup," lalu Ray segera mendekati wajah Putri dan meniup mata Putri pelan-pelan

"Hey! What are you doing to my fiance?" 

Tiba-tiba ada sesosok orang menghampiri mereka berdua, menarik Ray menjauh, menonjok Ray, dan BYUUUR! 

Ray terjatuh ke kolam renang

"Ray!" teriak Putri lalu menoleh ke arah orang yang tiba-tiba muncul itu dan berteriak lebih keras lagi

"Damar!!!"

"Yes its me. And what did he do to you?"  Tanya Damar sambil terengah-engah saking kesalnya

"He did nothing! He just blew my eyes coz something has got into my left eyes."

Damar tampak sangsi mendengarkan Putri maka ia mengalihkan pandangannya pada orang yang ditonjoknya, yang ternyata sudah keluar dari kolam dengan sekujur tubuhnya basah. 

"You!" seru Damar. Kemarahannya makin memuncak

"Pardon me?" Balas Ray berusaha ramah. Padahal dia juga kesal tiba-tiba dijatuhkan ke kolam renang begitu. 

"Kenapa tiba-tiba lo muncul lagi di dunia ini? Udah puas kaburnya?" Tanya Damar sinis

Ray menyadari bahwa mereka saling tahu satu sama lain jadi tidak ada gunanya pura-pura tidak tahu. 

"Yeah. Finally back into real world to take back something that has been stollen,"  Ray melangkah mendekati Damar seakan menunjukkan ketidaksukaannya. 

"Guess I know that thing," desis Damar. Ikut mendekati Ray. Keduanya sudah saling memandang dengan tatapan mengancam. 

"Stop you two!" Putri menyeruak di antara kedua pria itu. "Jangan sampe kalian berdua jadi bahan tontonan orang lain."

Putri mengambil handuk dan sendalnya lalu segera menarik Damar. "Ayo sini, kamu baru balik dari Makassar. You need to rest a lot," 

Damar memberi pandangan yang mengatakan bahwa ia lebih unggul dari Ray. Sembari menarik Damar, dalam hati Putri merasa bersalah karena meninggalkan Ray. Namun sebelum berbelok untuk masuk, Putri menyempatkan untuk melihat Ray sekilas. Ray memandangi mereka berdua dengan tatapan, terluka. 

"Kenapa kamu ga bilang kalau pulangnya dicepetin?" tanya Putri sambil berkacak pinggang, segera setelah selesai mandi, kepada Damar yang menunggunya sambil menonton TV. 

"Kemarin kamu telepon aku buat minta cepet pulang," jawab Damar sambil mematikan TV lalu berdiri. "Apa dia alasannya?"

Putri terdiam dan memalingkan muka. dia kebingungan sendiri. Di satu sisi, Putri tidak ingin kehidupannya sekarang berubah. jalani saja kehidupannya dengan Damar, menikah, membangun keluarga, selesai. tapi di sisi lain ia juga senang karena ternyata Ray kembali, sebagian dirinya menikmati keberadaan Ray. 

"yeah," jawab Putri pelan

"dia mau balikan sama kamu?" to the point, Damar langsung mengatakan hal yang super krusial ini.

"iya," jawab Putri pelan. meski takut, diberanikannya dia melihat mata Damar

"dia gak tau kalau kamu udah tunangan sama aku?" 

"tau,"

"but he insist,"

"ya,"

"you are mine and you still wanna be mine, right?" tanya Damar sambil menarik Putri ke dalam pelukannya.

pertanyaan Damar ingin Putri jawab 'ya' seperti pertanyaan lainnya namun kata tersebut sulit sekali keluar dari mulutnya.

***

"love is . . undescribable. you don't need a reason to love," Putri berbicara sendiri sambil memandang ke arah jalanan

"napa sih lo?" Hani ikut melihat ke arah yang dilihat Putri. ternyata hanya ada orang lalulalang biasa. maka Hani kembali mengiris Chicken Maryland yang jadi menu makan siangnya.

"Han!" seru Putri keras. 

"apa?" Hani membalas kaget

"gimana lo tau kalau Vino itu jodoh lo? gimana lo yakin bahwa dia bisa jadi suami yang baik buat lo? apa yang bikin lo tau bahwa Vino adalah ayah dari anak-anak lo?" Putri bertanya berapi-api sambil mendekatkan dirinya ke wajah Hani sehingga membuat Hani mundur beberapa senti.

"mulai ragu sama Damar ya lo?"

Putri mundur dan duduk lagi di kursinya dengan benar. Melihat temannya diam saja, Hani tahu bahwa jawabannya adalah 'ya'.

"wajar sih Put kalau udah mau nikah jadi ragu lagi sama pilihan lo. biasanya mantan-mantan lo muncul terus bikin lo goyah, kadang pengen balik lagi. tapi hati-hati sama feeling bahwa sebenernya lo pengen balikan cuma karena lo ngerasa senang dikejar. padahal sebenernya ya spesialnya cuma itu. beda sama cowo lo yang bakal lo nikahin nanti yang mungkin gak terlihat spesial tapi sebenernya dia bisa ngasih segalanya buat lo," Hani diam sejenak, membiarkan kata-katanya meresap ke benak Putri.

"tapi mungkin juga dia datang di saat yang tepat, sebelum lo mengucapkan janji suci dan mengikat hidup lo satu orang laki-laki. padahal mungkin sebenernya jodoh lo adalah mantan lo itu. ga ada yang tahu kan? cuma Tuhan yang tahu jodoh setiap orang.."

"jadi?"
 

"ya lo tanya sama Yang Maha Tahu. gue cuma manusia yang banyak gak taunya, Put,"

Putri meringis. sedikit malu. dalam hati Putri berjanji akan lebih banyak berdiskusi dengan Sang Maha Pencipta.

"lalu soal pertanyaan lo tentang Vino, gimana gue yakin," Hani diam sebentar. mengunyah french fries, menelannya, lalu melanjutkan. "ga tau gimana tapi gue ngerasa 'klik' pas ketemu dia. ibarat lo nyatuin dua puzzle and it fit to each other, kayak gitu. gue merasa nyaman sama Vino. sesederhana itu,"

"hmm," Putri mengangguk dan mengingat bagaimana Hani terlihat begitu pas saat bersama Vino. mungkin itu yang dimaksud mereka adalah potongan puzzle yang tepat. "kalian emang cocok sih satu sama lain. Vino itu orangnya ceria banget, beda sama lo yang kadang suka tiba-tiba surem."

"heh," mata Hani melotot tapi kemudian dia tertawa.

"tapi kalian berdua itu dewasa banget. salut gue. apalagi pas ngurus Bonnie,"
Hani tersenyum-senyum.

"punya pasangan itu ya Put, apalagi buat sepanjang usia, cari yang bikin lo jadi pribadi yang lebih baik lagi," Hani berkata lembut sambil menggenggam tangan Putri.

"thanks dear," Putri tersenyum lebar. 

***

"i'll pick you up at 7?" suara Damar terdengar melalui headset.

"i don't know, honey. got a loooooot things to do. Monday, it is. padahal malam ini aku harus pulang ke rumah," Putri mengacak-acak tumpukan kertas di mejanya, mencari dokumen produk baru yang entah dia taruh dimana. 

"sekarang masih jam 4, cantik. emangnya ga bakal selesai dalam 3 jam kerjaannya?" Damar masih sangsi, dan selalu sangsi kalau Putri bilang dia masih punya banyak kerjaan. sejak damar mendekati Putri lagi, ia jadi lebih fleksibel dengan tugas-tugasnya. Damar memang masih sibuk, mebgurusi ini itu terkait dengan posisinya sebagai Manajer Finance tapi ketika Putri membutuhkan, Damar selalu bisa meluangkan waktunya. sekarang, Damar yang sering mengeluh kalau Putri pulang terlalu malam.

"nggak kayaknya. jam 5 aku ada meeting. ini bahannya gak tau lagi ada di mana, argh!" Putri melempar entah kertas apa karena kesal.

"sabar. ya udah, kabari aku kamu mau dijemput jam berapa. i'll be waiting around your office,"

"oooookay," Putri melepas headset lalu bersandar di kursinya. melihat ke arah mejanya yang penuh dengan kertas berserakan. "kayak pikiran sama hidup gue aja nih meja."

Putri kembali ke mejanya setelah selesai meeting dan selesai shalat Maghrib. ia kaget mendapati seseorang sedang duduk di depan mejanya.

"hey, kamu ngapain?" kaget melihat Ray sudah duduk manis di depan mejanya, Putri duduk sambil bengong.

"just thinking how messed up your life can be. and its reflected on your desk," Ray memandangi setiap sudut meja Putri lalu memandang ke sang pemilik.

"err," cuma lagi pusing karena banyak kerjaan. ntar pulang juga rapi," Putri memutar kursinya dan mengambil minum.

"ya udah rapiin,"

"hmm?" Putri menoleh sambil menelan minum

"beresin mejanya, kita pulang," kata Ray sambil bersandar, ekspresi wajahnya datar.

"uhuk," Putri tersedak dan batuk beberapa saat. "no you cant. Damar will pick me up in minutes and I dont want him to see you. both of you will make a mess,"

"but he havent arrived, right?"

"yet,"

"so lets go before he really is here,"

"i cant. aku masih punya kerjaan, Ray," Putri membuka tangannya, menunjuk kertas-kertas yang berserakan dan laptop yang masih menyala.

"you shouldn't do the overtime on Monday, Put. give yourself a break,"

"i did give myself a break. i guess you dont forget where I am on Friday? and Saturday? and Sunday?"

Ray mengangkat bahu dan menyeringai. "you didn't spend your Sunday with me tho. but i responsible for Friday and Saturday,"

"that's it. so i need to sit here longer than everyone did," 

Ray memandang berkeliling. memang rata-rata orang sudah banyak yang pulang.

"oke," jawab Ray lalu dia bangkit dan pergi, membuat Putri kebingungan. tapi Putri tidak bertanya ataupun mengejar dan memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. menyelesaikan semua tugasnya secepat mungkin. malam ini Putri harus pulang ke rumah karena ada yang harus dibicarakan katanya.

10 menit kemudian Ray kembali lalu menaruh keresek di samping Putri.

"apa ini?" Putri menoleh ke arah keresek dan memandang Ray.

"ayam penyet. sama susu. buat nutrisi selama lembur," jawab Ray santai sambil bersandar di meja tepat di samping Putri.

"oh my,"

"kamu suka lupa makan kan, Ndut," Ray berbisik pelan. memanggil Putri dengan panggilan kesayangan yang sudah 2 tahun tak pernah Ray ucapkan.

mulut Putri terbuka, ingin mengatakan sesuatu tapi ia mengurungkannya. Putri malah mematung. bergantian memandang makanan dan sang pemberi.

"makan," kata Ray lagi.

Putri mengangguk dan langsung membuka kertas nasi yang membungkus ayam penyet hangat dengan nasi uduk dan sambal. sambil mulai menyuap, Putri merasa bersyukur sekali hingga hampir menangis.

sementara Putri makan, Ray hanya memandangi Putri. memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Putri. bersyukur atas kesehatan Putri dan bahwa wanita ini masih bersedia untuk ia perhatikan.

"i'm done and i'm full. alhamdulillah. makasih ya Ray," Putri mengelus perutnya tanda ia sudah kenyang.

Ray membalas dengan tersenyum dan mengangguk saja.

"can I ask you something, Ray?"

"of course,"

"kenapa kamu kembali? setelah 2 tahun kamu pergi, menghilang begitu saja,"

"untuk bertemu kamu, Putri. memperbaiki apa yang kurang 2 tahun lalu,"

"kamu tahu Ray, tanpa kamu pergi pun aku sudah bersedia menerima diri kamu apa adanya,"

"ya, tapi aku yang belum bisa menerima diriku sendiri,"

"oke. next question. kamu tahu aku bakal nikah sama Damar. kami sudah tunangan. tapi kamu yakin sekali bahwa aku bakal kembali ke kamu. kenapa?"

"kamu gak pernah benar-benar mencintai Damar kan Put?"

"kata siapa? aku . . ."

"have you ever let him kiss you?" potong Ray.

"how do you know that we . . ." Putri menutup mulutnya. Ray mengangkat bahu lalu berjalan memutar, duduk lagi di kursi yang dia tempati di awal. meski sudah bertunangan sekalipun, Damar tidak pernah mencium Putri lebih dari ciuman di pipi atau kening. Putri selalu menghindar.

"pepatah pernah bilang 'untuk melupakan seseorang, kita perlu orang yang baru'. Damar kamu hadirkan di hidupmu hanya untuk melupakan aku. and then is that work? are you really forget about me with Damar on your side?"

Putri menelan ludah. kata-kata Ray menusuk di tempat yang tepat. Putri menerima tawaran Damar untuk pacaran lagi karena ingin melupakan Ray dan Putri menerima pinangan Damar karena yakin Ray tak akan kembali dan Putri sudah merelakannya.

"katakanlah kamu kembali ke Indonesia setelah aku menikah. apa kamu bakal tetap berusaha mendapatkan aku?" 

"nope. maybe no. 80% no. karena aku bukan perusak rumah tangga orang, apalagi yang sudah sah diikat dalam agama maupun hukum. meski jika benar-benar terjadi demikian, i'm gonna spend my whole life regret. tapi Put, everything happens for a reason, right? pasti ada alasan kenapa aku kembali sebelum kamu menikah."

"lets say we're getting back together. then how you planned our future? you have a job in Korea and i'm still with my career here in Jakarta. how about the place we're living? how to raise our kids?" 

"i'll back to Indonesia. i'll have another job here in Indonesia, so I can get close to you,"

"start from zero?"

Ray tertawa. "no, of course not. aku akan minta dipidahkan ke Indonesia dengan jabatan yang kumiliki sekarang. do you think I'm gonna waste another chance you give to me? no Put. never again,"

Putri memandangi wajah mantan kekasihnya ini dengan seksama. masih ada rasa takut dan kecewa di hati Putri. sisa dari tragedi 2 tahun lalu.

"if we have a problem, will you fix or leave it behind?" tanya Putri lagi

"who I am yesterday are going to leave it, but who I am now are going to fix every problem I have. by the way, kita kayak lagi wawancara aja."

Ray tersenyum dan Putri mengikik.

"satisfy?" 

Putri mengangguk. "saatnya pulang,"

"Damar jadi jemput?"

"jadi,"

"berarti saatnya aku menghilang. see you soon, Ndut," dan Ray pun berlalu.

***

"kemarin ngomongin apa aja sama Mama?" Damar membuka pembicaraan saat Damar dan Putri makan siang berdua. Damar sudah memanggil ibu Putri dengan sebutan 'mama' dan Putri pun memanggil ibu dari Damar dengan sebutan 'bunda'.

"ngomongin soal tanah yang di Purwakarta ternyata. ada yang mau beli buat dibikin perumahan. jatah keluarga kami mau dijual ke si developer apa nggak. gitu,"

"lalu keputusanmu?"

"aku ga mau tanah itu dijual. itu kan warisan dari kakekku. lagian dari segi profit aja, kalau dijual profitnya cuma bentar, beda sama kalau kita keep dan keluarin kalau harganya meningkat. atau kita kembangin aja tanahnya buat sesuatu yang berguna. nanem apa kek gitu,"

"lalu keluarga kamu pendapatnya gimana?"
 

"ada yang mau tanah jatahnya dijual ada juga yang nggak. palingan pas arisan keluarga nanti diobrolin lagi sama keluarga besar," 

"kapan ya kita ketemu lagi buat ngomongin tanggal? udah harus mulai disiapin semuanya kan, gedungnya, catering, segala macem,"

Putri terdiam. lupa bahwa ia masih harus mengurus semua hal itu. hal-hal perintilan yang terlihat sederhana tapi (katanya) ribet.

"oh.. aku belum nanya itu sih. kayaknya mama papa juga masih pusing ngurusin tanah ini," ujar Putri berusaha menutupi kelupaannya.

"hmm, ayahku juga masih di Thailand sampai minggu depan. mungkin minggu depannya lagi kita bisa rencanain waktu ketemu?"

"aku coba sampaikan ke mama papa dulu ya," balas Putri lalu menunduk, berusaha terlihat sibuk dengan makanannya. padahal ia sebenarnya masih bingung mau menjawab apa atas pembahasan mengenai pernikahannya sendiri. pernikahan yang mulai ia ragukan.

waktu Ray semakin sempit. sekarang sudah hari Selasa. Jumat malam ia sudah harus kembali ke Korea, tidak bisa terlambat karena ini bisa berpengaruh ke kenaikan jabatan dan ijin untuk pindah ke Indonesia, terutama karena sebenarnya Ray sedang memegang suatu pekerjaan yang sangat penting. ditambah ia harus menyempatkan diri bertemu keluarganya minimal sehari. dengan kata lain, Ray hanya punya waktu hari ini dan besok untuk meyakinkan Putri agar Putri mau kembali padanya.

segera setelah menyelesaikan laporan dan Skype dengan para atasannya, Ray nekat untuk mendatangi Putri lagi. sudah diduga bahwa malam ini Putri masih bekerja di mejanya. perlahan, Ray mendekati Putri. di sekitar mereka sudah tidak ada siapa-siapa lagi. sepertinya orang-orang sedang tidak ingin lembur. 

"apa sang putri tidak berminat untuk pulang?" tanya Ray pelan

"astagfirullah, Ray! kamu ngagetin aja!" Putri berseru kaget sambil memegang dadanya. Ray tersenyum, meletakkan bunga di meja, lalu berdiri bersandar ke meja sambil memandang Putri.

"masih banyak kerjaan?" 

"masiiiiihhh. nambah terus ga abis-abis," Putri cemberut tapi lalu senyumnya mereka saat menggenggam bunga yang cantik

"pulang dijemput Damar?" 

"nggak. Selasa jadwal dia ngegym," jawab Putri sambil mencium wangi bunga mawar itu

"ngegym?" Ray menaikkan sebelah alisnya. 

"dia masih lurus kok," Putri mendelik ke arah Ray yang langsung tertawa.

"aku percaya. kalau gak, gak akan kita rebutan kamu,"

"yeh," Putri mencibir. bunga yang diberikan Ray ia letakkan hati-hati di pot kosong yang memang tersedia di mejanya.

"udah makan belum?" Ray menyentuh kepala Putri dan mengacak rambutnya

"udaaahhh," jawab Putri sambil menepis tangan Ray dari rambutnya

"masa sih?"

"tuh bungkusnya masih ada di tempat sampah. cek aja kalau gak percaya," Putri menunjuk tempat sampah tidak jauh dari mejanya.

Ray mengangkat tangan tanda percaya lalu memutar dan duduk. "aku temani sambil kerja juga ya."

mereka berdua tenggelam dalam kesibukannya masing-masing. Ray lebih banyak mengetik sementara Putri mengetik, menelepon, menyanyi, dan mencatat. sudah hampir pukul 10 malam ketika pekerjaan Putri selesai untuk hari itu dan Ray masih sibuk mengetik. wajahnya serius sekali dan tangannya bergerak sangat cepat. Putri sengaja diam dan memilih memperhatikan Ray. hidung mancungnya masih sama seperti dulu, sosok seriusnya masih sama, gayanya saat bekerja masih seperti yang dilihat Putri setiap hari pada 2 tahun lalu. diam-diam Putri tersenyum memandangi Ray.

"kenapa?" Ray rupanya sadar sedang diperhatikan. Putri langsung menggeleng.

"ga kenapa-kenapa kok,"

"kerjaan kamu udah selese? pulang yuk," Ray meregangkan badannya sampai terdengar bunyi 'kretek'.

"capek banget ya?" tanya Putri sedikit khawatir

"nggak. yuk," Ray mengulurkan tangan ke arah Putri dan disambut dengan tatapan heran. "aku bantu bawa sebagian barang kamu. kayaknya ribet banget itu map, laptop, HP, dan tas."

"ah iya," Putri menyerahkan map dan laptop pada Ray. ray sendiri hanya membawa satu tas ransel yang muat untuk diisi laptop. "makasih."

"kamu selalu serempong ini sekarang?"

"aaaahhh," Putri mengerang. "sejak beberapa bulan lalu kan aku kerjanya pake laptop jadi harus bawa-bawa laptop. terus aku ga suka kalau pake tas ransel gitu. belum lagi kalau ada telepon dadakan jadi HP harus selalu di luar. dokumen juga sebenernya bisa aja dimasukkin ke tas tapi ga muat. terus laptop ga bisa ditinggal d kantor juga karena kadang aku harus kerja dari rumah."

"kasian," Ray mengelus kepala Putri 

"hmm," balas Putri manja.

"masih suka masak untuk makan siang?"

"masih dong. tapi kadang dimakan pagi atau sore karena suka ada lunch meeting,"

tanpa terasa mereka berdua mengobrol hingga ke parkiran, hingga ke dalam mobil, hingga sampai di apartemen Putri dan hingga di depan kamar Putri

"have a rest, a good one," bisik Ray

"yes, you too, take care," balas Putri sambil melambai. setelah Ray pergi, Putri kembali bingung akan apa yang harus dilakukannya..

***
ting tong
Putri menoleh ke arah pintu. tak biasa menerima tamu sepagi ini. ia saja bahkan baru selesai berpakaian dan belum berdandan. melalui lubang pintu, Putri mendapati siapa yang berdiri di depan kamarnya
"Ray?" sahut Putri setelah pintu terbuka, Ray hanya membalas dengan tersenyum lebar. "ada yang ketinggalan? ada apa datang pagi-pagi banget?"
"boleh aku masuk?" 
"ya, silakan," Putri menyingkir memberi jalan dan mempersilakan Ray masuk. dalam hati Putri bersyukur karena ia sudah membereskan apartemennya sehingga tidak membuatnya malu ketika menerima tamu.
"i just . . ." Ray membuka percakapan namun ia terdiam lagi. 
"kamu mau minum sesuatu?" potong Putri sambil bergerak ke arah dapur.
"no thanks. aku cuma sebentar," Ray berdiri dengan gugup lagi, membuat Putri merasakan hal yang sama.
"atau ngobrolnya sambil duduk aja?" Putri menunjuk sofa yang terletak tidak jauh dari Ray berdiri.
"gak, gak usah. Putri . . ." Ray diam lagi, menunduk, menarik nafas lalu mendekati Putri dan menggenggam tangannya.
"aku bukan pria paling kaya di dunia ini, aku juga bukan pria paling baik yang pernah kamu temui dalam hidupmu. tapi sepanjang sisa usiaku, aku akan terus mencintai kamu dan itu akan membuatku berusaha sejuta kali lebih keras dari orang lain untuk membuat kamu bahagia," Ray menyentuh pelan pipi Putri sembari bicara. sementara itu Putri hanya mematung. otaknya berputar cepat dan dadanya bergemuruh, perutnya seakan diisi naga, bukan lagi kupu-kupu. "aku cuma mau bilang itu. aku pulang ya."
Ray berjalan melewati Putri lalu membuka pintu dan pergi. Putri semakin kebingungan.

seharian di kantor dan Putri cuma bengong. rekan-rekan kerjanya perlu memanggil Putri berkali-kali untuk mendapatkan perhatian Putri.
"kalau gak enak badan, pulang saja Put," ujar Pak Chandra ketika Putri bengong lagi untuk kesekian kalinya.
"Pak, eh, maaf Pak. lagi ada pikiran aja. kenapa Pak?" Putri langsung duduk tegak dan memasang perhatian penuh pada atasannya.
"besok meeting sama vendor untuk iklan kita yang baru kan. bisa kita diskusiin dulu rencana story line yang mau kita kasih ke mereka?"
"oh iya pak boleh. saya udah bikin draft-nya, mau diskusi di meja saya atau ruangan Bapak?" 
"di sini aja," jawab Pak Chandra lalu duduk di kursi dan Putri pun langsung mengaktifkan laptop dan kembali dalam rutinitas pekerjaannya.
"temani aku makan malam ya," adalah kalimat Damar ketika Putri mengangkat telepon Damar di jam makan siang.
"hmm," balas Putri sambil menusuk-nusuk nasi menu makan siangnya
"ada tempat makan baru yang direkomendasikan temenku dan katanya cocok untuk didatangi pasangan," 
"sejak kapan kamu tertarik hal romantis begini?"
"entahlah. gimana?"
"oke. kamu jemput aku atau kita ketemu di sana langsung?"
"aku jemput kamu ya, kita datang barengan,"
"jemput aku jam 5 aja. aku pengen pulang cepet,"
"siap, see you tonight, love you,"
"iya,"

pukul 5 sore seseorang datang ke meja Puri ketika Putri masih asik bekerja.
"oh its 5 pm already but sorry I . . . Ray?" Putri kira yang datang adalah Damar, siap menjemputnya karena sekarang sudah pukul 5. ternyata Ray. mengenakan jaket warna biru dan celana jeans, dengan jenggot yang sudah dicukur bersih, dan rambut yang dibiarkan agak berantakan. penampilannya seperti Ray yang Putri kenal dulu.
"hai," balas Ray, tersenyum misterius.
"damar bakal kesini sebentar lagi," Putri melongok cemas ke arah pintu masuk. mana di sini masih banyak rekan-rekannya, Putri khawatir kedua orang ini bisa membuat keributan.
"oh ya?" Ray ikut memandang ke arah pintu, tidak ada siapa-siapa.
Putri mengangguk gugup.
"oke. aku cuma bertanya, kamu udah pikir-pikir lagi Ndut? soal yang aku bilang ke kamu tadi pagi?"
"bilang apa dia tadi pagi?" Damar tiba-tiba berdiri di sebelah Putri dan memandang Ray. sungguh Putri tidak sadar bahwa Damar sudah ada di sebelahnya.
"eh, dia cuma . ."
"gue minta dia pikirin lagi apa nikah sama lo adalah ide bagus," jawab Ray cepat. ekspresinya datar, seakan kalimatnya hanya sekedar bermakna langit-di-luar-warnanya-oranye. 
emosi Damar langsung tersulut, ia mendekati Ray dan menarik kaus yang dipakai Ray sementara Ray tetap diam di tempatnya
"maksud lo apa?" desis Damar di depan wajah ray
"Damar! ini di kantor aku!" Putri terpekik ngeri. saat itu orang-orang sudah mulai memperhatikan mereka. "lepasin Ray, Damar."
Damar langsung melepaskan cengkramannya tapi tidak mundur selangkah pun. Putri terpaksa menarik tangan Damar untuk membuatnya menjauhi Ray.
tiba-tiba telepon Ray berdering dan ia mundur selangkah untuk mengangkatnya. dalam 3 detik ekspresi wajahnya menjadi keruh. melihat itu, perasaan Putri mulai tidak enak.
"aku  . . . harus pergi," lalu Ray berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Putri dan Damar.
"Ray!" panggilan Putri tidak didengarkan Ray. "Ray kamu mau kemana?" Putri berteriak lebih keras lagi dan Ray masih tidak mendengarkannya.
Putri langsung berbalik, mengambil barang-barangnya, bermaksud segera menyusul Ray.
"kamu mau kemana?" Damar memegang lengan Putri, mencegahnya pergi.
"aku mau ngejar Ray," 
"untuk apa? tunanganmu itu aku," Damar terlihat marah sekali
"please biarkan aku pergi, sebentar saja, aku gak mau kehilangan Ray lagi buat kedua kalinya," Putri mulai menangis, ia berusaha menarik tangannya dari Damar. awalnya Damar tidak mau melepaskan tapi akhirnya ia lepaskan juga.
"maaf Damar, maaf," lalu Putri pun mengejar Ray.

***

Putri mengikuti Ray ke Bandung untuk bertemu keluarganya. Kayla, keponakan Ray mendadak panas tinggi dan demam, sudah 3 hari namun hari ini kesadaran kayla menurun terus. Ramya menelepon seluruh anggota keluarga karena ia panik sekali. karena itulah Ray langsung berangkat ke Bandung. hatinya saat itu sudah merelakan seandainya pun Putri memilih untuk tetap bersama Damar. namun ternyata Putri mengikutinya hingga ke Bandung. Kayla ternyata terkena demam berdarah dan harus dirawat di rumah sakit. saat itu Putri ikut menemani Ray di rumah sakit, kaget juga karena wanita yang dikenalkan Maya pada suatu acara kondangan adalah kakak Ray. 
sejak saat itu Putri yakin siapa yang ia pilih, siapa yang terbaik untuknya, siapa yang menjadi jawaban atas doa-doanya kepada Yang Maha Kuasa.
Ray kembali ke Korea setelah yakin Kayla baik-baik saja. kepulangannya ini sekaligus untuk meminta pemindahan ke Indonesia. sementara itu Putri kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan urusannya juga. menjelaskan kepada Damar, meminta maaf kepada kedua keluarga. orang tua Damar awalnya tidak seuju, mereka sangat marah pada Putri namun ketika Damar angkat bicara dan meyakinkan bahwa ini yang terbaik untuk Putri maupun damar, orang tua Damar pun menerima. Damar pun tahu bahwa selama ini ia diterima kembali meski di hati dan pikiran Putri masih ada Ray seorang. 
kembalinya Ray ke Korea kali ini ada sesuatu yang berbeda. ia tidak perlu lagi menyembunyikan keberadaannya dari Putri. ia menghubungi Putri setiap hari di sela-sela pekerjaannya, entah itu melalui Skype, LINE, ataupun Whatsapp. Ray berusaha agar Putri tidak khawatir Ray tidak akan kembali.
dua bulan setelah Ray kembali ke Korea, ia pulang ke Indonesia, resmi berkantor di Jakarta. tanpa menunggu lama lagi, ia melamar Putri yang langsung diiyakan. persiapan pernikahan dimulai dan mereka resmi menjadi suami istri di bulan Desember.
satu hal yang Ray pahami, perjuangan adalah hal yang wajjib dilakukan oleh seorang laki-laki, untuk dirinya dan untuk keluarganya. komunikasi dan kepercayaan juga hal yang penting untuk dikembangkan dalam semua jenis hubungan, apalagi hubungan dengan pasangan hidup. saat menikah dengan Putri, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus berjuang demi kebahagiaan mereka, menjalani segala sesuatunya bersama.

-THE END-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq

cumlaude dan IPK tertinggi

mimpi mimi apa?