simple maze

"still working huh?" Tito menarik kursi terdekat dan duduk di depan Rahma
Rahma mendongak dari setumpuk berkas dan memandang kaget sekaligus heran ke makhluk di depannya ini.

"how do you know I'm still here?"

Tito mengangkat bahu lalu bersandar sambil menjadikan tangannya alas untuk bersandar. "your Path,"

Rahma terdiam. ingat bahwa sekitar 15 menit lalu ia baru meng-update Path-nya dengan lokasi dan menunjukkan ia masih di kantor

"its Friday night, Rahma.."

"I know, then?" jawab Rahma lalu melanjutkan pekerjaannya

"everybody was out for some fun,"

"working is fun for me,"

"is it the job that interesting or you just need to forget something?"

Rahma menepuk berkas yang tebal itu dengan keras. baru seminggu pertunangannya dibatalkan dan maksud Tito barusan pasti mengarah kesana.

"lo mending pulang aja deh. gw masih mau kerja. daripada lo ganggu," desis Rahma sambil menyipitkan mata

"oke oke. gw diem," Tito mengangkat tangan lalupura-pura mengunci mulut. Rahma melengos dan melanjutkan pekerjaannya. sejam ke depan dihabiskan Tito dengan memandangi Rahma dan Rahma tetap fokus--meski sulit untuk melakukannya--kepada pekerjaannya.

***

"baru pulang, Princess?"

Rahma menoleh dan menghentikan langkah menuju kamarnya. sejak pemutusan hubungan pertunangan dengan Tito, Rahma tidak lagi tinggal di apartemen. "ya, pa. papa belom tidur?"

"ini baru mau tidur. kamu udah makan?"

"udah pa, tadi di kantor. oh iya..." Rahma terdiam sejenak, sedikit ragu akan menyampaikan ini atau tidak, tapi dia mendapat amanah dan amanah harus ditunaikan. "ada salam dari Tito, pa."

"Tito? kalian masih ketemu?"

Rahma menggerakkan jarinya dengan ragu-ragu.

"tadi dia nyamperin ke kantor sih pa," jawab Rahma pelan. "tapi bukan Rahma yang minta. dia tiba-tiba datang."

"hmm,"

"udah malem mending papa tidur ya. good night, pa!" Rahma mendekati ayahnya dan mencium pipinya.

"good night, Princess."

***

Rahma berbaring telentang di kasurnya. rasanya aneh. dia yang memutuskan pertunangan tapi dia juga yang hingga saat ini masih sering memikirikan Tito. bahkan kadang berpikir apa keputusannya ini benar. lagipula pemikirannya itu disebabkan oleh Tito yang juga masih intens menghubunginya. entah sekedar menyapa via BBM, menelepon, atau bahkan--seperti tadi--tiba-tiba muncul begitu saja.

bagi Rahma, mungkin ini yang disebut susahnya move on. Rahma ingin lepas, jujur saja. meski masih ada rasa tersisa tapi rasanya hubungan ini bukan sesuatu yang bisa dilanjutkan. untuk itu dia harus bisa benar-benar lepas dari Tito. sayangnya, Rahma bukan tipe orang yang bisa tetap berhubungan baik dengan orang yang ingin dijauhinya. bukan berarti Rahma harus bertengkar atau apa. tapi ia pikir, ketika ia ingin melupakan seseorang tapi mereka masih berhubungan intens (meski sebagai teman), Rahma tidak yakin dirinya bisa move on 100%.

Rahma berguling ke sebelah kanan dan dan menarik selimut tepat ketika iPhone-nya berbunyi. sebuah pesan dari Tito yang ternyata...rekaman suara Tito bernyanyi untuk dirinya.

"nah kan," bisik Rahma sambil menghela nafas.

***

"masih tidur princess?" ayahnya membuka sedikit pintu kamar Rahma dan melongokkan kepala ke dalam. sekitar pukul 7 biasanya Rahma sudah berangkat ke kantor. kali ini ia masih tergolek di kasur.

"gak pa," Rahma berbalik menghadap ayahnya sambil memegangi perutnya.

"sakit?" ayahnya berjalan dan duduk di tepi kasur Rahma

perlahan Rahma bangkit sambil agak meringis

"iya ini perut aku sakit banget kayaknya ga bisa ke kantor deh pa,"

"mau ke dokter? papa antar,"

"hmm, terus papa ke kantornya gimana?"

"bisa bilang ijin datang siang buat antar kamu. gampang itu,"

"boleh deh pa. bentar ya Rahma siap-siap dulu." sambil dibantu ayahnya turun dari tempat tidur, Rahma berjalan menuju kamar mandi.

***

"kamu kalau di kantor memangnya ga pernah makan?" tanya ayahnya dalam perjalanan pulang dari dokter.

"makan kok," ucap Rahma pelan

"kok bisa sampai kena maag akut gitu? makan apa-apa dimuntahin lagi,"

"gak tau deh pa. mungkin Rahma lagi banyakk pikiran aja,"

"mikirin apa? Tito?"

"yee papa. ga gitu juga sih,"

"nanti papa minta si Mbok masakin bubur ya,"

"yaaa," sahut Rahma asal

"istirahat yang banyak,"

"yaaa,"

***

"sakit apa kamu?" ujar seseorang tiba-tiba. Rahma yang sedang berbaring sambil menonton TV langsung menoleh dengan kaget

"ketok pintu dulu!!!" teriak Rahma sambil melempar bantal ke arah Tito.

Tito menangkap bantal itu dan dengan cuek duduk di samping tempat tidur Rahma

"sakit apa?" tanyanya lagi, lebih pelan.

"bukan urusanmu," jawab Rahma ketus lalu berbalik memunggungi Tito.

"ya emang sih, tapi.. hey ada yang nengokin kok malah kabur?"

"bodo," jawab Rahma

"udah makan malem belom?" tanya Tito lagi

"belom," jawab Rahma, masih ketus

lama tidak terdengar suara Tito. ketika Rahma berbalik, Tito sudah menghilang. rupanya Tito turun ke dapur dan saat ia kembali 10 menit kemudian, ia membawa nampan berisi bubur.

"kata Mbok, kamu cuma boleh makan bubur sekarang ini. sakit maag akut? ckck. nih makan. perlu disuapin? oke aku suapin,"

"eh aku bisa makan sendiri," Rahma mengulurkan tangan meraih nampan tapi Tito mengelak.

"pelayanan spesial buat yang sakit. harus disuapin," kata Tito jahil.

"aku makan sen..adududuh," saat Rahma bermaksud untuk bangkit, perutnya terasa sakit jadi ia terpaksa berbaring lagi.

"nah kan, udah nurut aja,"

"aku gak mau makan kalau kamu yang nyuapin. papa atau Mbok aja,"

"ya udah," ujar Tito sambil mengangkat bahu. ia menaruh nampan di samping tempat tidur Rahma lalu turun lagi. semenit berikutnya ia sudah naik dengan Mbok yang langsung menyuapi Rahma. Tito duduk dan memperhatikan adegan itu. Rahma seakan tidak peduli pada Tito, yang menemaninya hingga ia jatuh tertidur.

***

"kamu ga ada kerjaan apa tiap hari dateng kesini?" tanya Rahma begitu Tito muncul di kamarnya, sekitar pukul 4 sore, di hari ketiga Rahma sakit.

"ada,"

"terus?"

Tito mengangkat bahu. "fleksibel," katanya sambil menaruh keresek di tepi tempat tidur Rahma.

"apa ini?"

"kata Om, kamu udah boleh makan makanan lain selain bubur dan besok udah boleh masuk kerja. jadi aku bawain sushi, salmon, berbagai toping, buat kamu," kata Tito serius sambil duduk di samping Rahma. matanya tidak memandang Rahma tapi menatap televisi yang menyiarkan infotainment

"oh, thanks," sahut Rahma lirih. meski ia selalu ketus pada Tito, tapi diperlakukan seperti ini masa ia tidak bisa membalas berbuat baik sedikit saja?

"kok diem aja sih?" tanya Rahma setelah sekitar 30 menit Tito diam saja dan bahkan tidak memandang rahma sedikit pun. channel televisi dipindah ke FOX dan Tito tampak begitu khusyu menonton. diamnya Tito ini membuat Rahma mengalihkan perhatian dari Salmon Tornado Roll-nya.

"gapapa," jawabnya singkat tanpa memandang Rahma.

buat Rahma, ini semakin aneh. Tito biasanya banyak bicara. apalagi kalau di depan Rahma. sesedikit-sedikitnya Tito bicara, ia pasti akan tetap menggoda Rahma, tidak seperti saat ini.

"kesambet ya?" tanya Rahma iseng.

Tito melirik ke arah Rahma sekilas lalu memutar seluruh tubuhnya hingga memandang Rahma sepenuhnya.

"Rahma," panggilnya pelan.

Rahma  langsung deg-degan. takut Tito berkata sesuatu yang menyakitkan hati. karena raut wajahnya sungguh serius. belum pernah Rahma melihat Tito seserius ini, bahkan ketika masih jadi aktivis di kampus.

"apa kita benar-benar harus berpisah?" tanya Tito setelah menatap Rahma sekitar 1 menit. tatapan yang membuat Rahma membeku.

"Tito..." Rahma menaruh sushi-nya ke samping lalu menatap Tito dengan tidak kalah serius. "waktu itu kan kita udah pernang ngomongin soal ini."

Tito menggeleng cepat. "gak. itu bukan obrolan serius. kita berdua lagi emosi dan keputusan yang keluar bukan hasil pemikiran kita yang matang. kita harus membicarakan lagi hal ini."

"tapi buat apa lagi? kita sekarang udah beneran putus. kalaupun belum, aku pasti akan tetap minta pertunangan kita batal," nada suara Rahma mulai menaik.

"sebegitu bencinya kamu sama aku, Ma? sampai apapun kamu lakukan supaya gak sama aku?" mata Tito terlihat kecewa

Rahma menggelang. "aku gak benci sama kamu. aku cuma merasa ada yang salah dengan perttunangan kita. aku gak mau lanjut kalau gak jelas giini,"

"lalu apa yang salah? apa yang gak jelas?"

"aku gak tau apa yang salah. aku merasa ganjil, Tito. aku bahkan gak tau gimana perasaanku sendiri. aku gak mau jalanin sesuatu yang serius kalau aku sendiri gak paham sama apa yang aku rasain," Rahma menunduk. apa yang kurang jelas sih? tanya Rahma dalam hati. padahal ia tahu benar apa jawabannya.

"sudah selama ini dan kamu masih gak paham apa yang kamu rasakan? kamu gak merasakan apapun saat ada aku? bahkan perasaan benci pun nggak?"

"aku gak tau Tito. aku gak benci sama kamu,"

"lalu kenapa?"

"aku cuma gak bisa tunangan sama kamu. itu aja," perasaan rahma sekarang bercampur antara kesal dan sedih.

"I love you, Rahma. apa yang kamu ragukan dari situ? kamu tahu kan orang akan lebih bahagia dengan orang yang mencintainya? aku bisa buat kamu bahagia," Tito meraih tangan Rahma dan langsung ditepis sang pemilik

"I dont love you Tito. lebih baik kamu cari perempuan yang benar-benar cinta sama kamu. aku mau menjauh dari kamu, aku gak mau kamu hubungi aku lagi. hubungan kita sudah selesai. tolong, berhenti..." Rahma menatap Tito dengan memelas dan lagi-lagi Rahma bisa melihat kilat kekecewaan di mata Tito.

"oke.." Tito menunduk. dia mengusap wajahnya sekali lalu bangkit berdiri dan berjalan keluar kamar tanpa menoleh lagi.

"its a lie, kan, Rahma. sejak kapan kamu gak cinta sama Tito?" Rahma memeluk dirinya sendiri. air mata mengalir tanpa seijinnya.

***

seminggu kemudian Rahma mendapat kabar dari seorang teman bahwa ia melihat Tito berjalan mesra dengan seorang perempuan di Mall of Indonesia. Diberi kabar itu Rahma cuma membalas, "oh."

"tapi tetep lebih cantik lo kok, Ma. gaya pake bajunya juga ga banget. untung dia sama Tito jadi agak kebantu berkelas,"

Rahma cuma tersenyum. "thanks Han," ujar rahma lalu menepuk pundak Hanifa dan kembali ke mejanya. 

di kantor, Rahma berusaha untuk tetap terlihat bahagia meski seluruh lantai perusahaannya tahu tentang putusnya pertunangan Rahma dan Tito. Rahma memilih untuk menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan. sukur-sukur setelah ini ia bisa langsung naik jabatan.

Rahma bukannya tidak tahu siapa yang disebut Hanifa tadi. namanya Kasella. adik kelas Rahma ketika di kampus. tipe perempuan gaul dan pesolek. Rahma dengar sekarang dia bekerja di salah satu TV swasta. sayangnya, teman-teman Kasella termasuk kenalan Rahma juga, jadi kabar Kasella jalan bareng Tito pasti langsung sampai di telinga Rahma. dan bodohnya, Rahma bukannya menjauh, ia malah aktif mencari tahu apa saja yang dilakukan Kasella dengan Tito. bahkan hingga stalking Twitter dan Instagram Kasella. dan setiap kali mendapat info baru itulah Rahma sering menangis.

"bego banget sih," bisik Rahma pada dirinya. bahkan ia masih punya foto tunangannya dengan Tito, dipajang di samping PC-nya di kantor. Rahma bertanya-tanya apakah foto pertunangannya yang super besar masih dipajang di depan tempat tidur Tito?

Rahma mencoba berkonsentrasi dengan berbagai angka dan laporan di hadapannya. tapi kata-kata Hanifa tadi seakan menyita perhatiannya. berjalan mesra. di tempat umum. Rahma bisa membayangkan betapa manjanya Kasella bergelayut di lengan Tito. jauh berbeda dengan rahma yang selalu menolak kalau dipegang tangannya oleh Tito. mereka berjalan sendiri-sendiri. bahkan jaraknya tidak pernah kurang dari 1 meter. namun Rahma tahu bahwa Tito selalu memperhatikan Rahma, menjaga jika Rahma tiba-tiba tersandung. Tito pasti akan langsung sigap menangkap.

Rahma mengelus foto pertunangannya. ia sendiri yang bilang pada Tito untuk menjalin hubungan dengan wanita yang mencintainya, bukan dengan rahma yang (katanya) tidak pernah mencintai Tito. namun dalam hati, sedikit bagiannya, berkata bahwa Tito seharusnya tidak begitu saja menuruti usul Rahma, Rahma tersenyum. "benar-benar wanita bodoh," untuk apa ia menyuruh Tito melakukan sesuatu kalau ia sendiri tidak ingin Tito melakukan itu. perempuan memang aneh.

Rahma menggeleng. nampaknya ia perlu kafein untuk membuatnya berkonsentrasi. Ia beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju pantry, mengambil gelas dan membuat kopi. ia sendirian disitu, para OB entah dimana. Rahma menyeruput sekilas kopi pahit yang dibuatnya lalu menghela nafas. tito lain dari kebanyakan laki-laki. ia tidak suka kopi. ia lebih memilih susu atau air mineral sekalian. berkebalikan dengan rahma yang suka dengan kopi dan kadang meminum susu. pernah suatu ketika mereka berada di kafe dan memesan kopi dan susu. waiter mengantarkan susu ke arah Rahma dan kopi ke arah Tito, ketika Tito berkata bahwa ini terbalik, waiter tersbeut kebingungan.

Rahma membawa kopi ke mejanya, melewati satpam yang sedang sibuk menelepon. ia ingat Tito selalu rajin menunggunya disini sambil mengobrol dengan satpam sehingga membuat orang yang lewat bertanya-tanya siapa dia. setelah tahu bahwa ia tunangan Rahma, orang-orang mulai akrab dengan Tito. sekarang rasanya tidak mungkin lagi ya. Rahma duduk di kursinya, meletakkan kopinya perlahan sambil merasakan pipinya tiba-tiba basah. Rahma buru-buru berdiri lagi dan melangkah ke toilet, masuk ke dalam salah satu bilik dan terduduk.

"katanya mau move on," bisik Rahma sambil mengelap air mata yang jatuh bercucuran begitu saja.

***

"mau makan apa Tito?" tanya Kasella dengan nada suaranya yang manja. 

"apa aja," balas Tito tanpa memandang kasella. ia memandang ke seluruh isi restoran ini. tempat kencan pertamanya dengan Rahma. hmm, mungkin bukan kencan, lebih tepatnya jebakan. sekitar 2 bulan sebelum mereka memutuskan bertunangan, orang tua mereka mengajak Rahma dan Tito makan siang di restoran ini. kenyataannya, hingga sore hari yang datang hanya Rahma dan Tito. Rahma kesal sekali karena ayahnya tidak datang dan tidak bisa dihubungi. sedangkan Tito, lebih menikmati hidangan dan pemandangan Rahma yang marah-marah. malam itu Tito mengantar Rahma pulang dengan membuntuti mobil Rahma hingga rumahnya. saat itu pula Tito sering tersenyum tanpa alasan.

"Tito," panggil Kasella dengan nada merayu.

"hmm?" Tito menoleh ke orang di hadapannya.

ia melihat Kasella sedang mencondongkan tubuh ke arahnya hingga Tito bisa melihat betapa tebalnya make up Kasella.

"kapan kamu mau ajak aku ketemu mama kamu?" tanya Kasella sambil mengedipkan matanya. membuat eye shadow berglitternya seakan bergerak-gerak

"hmm, kapan ya, mama lagi sibuk sih,"

"aku gak sabar lho ketemu mamamu," kata Kasella centil dan mencoba memegang tangan Tito. tepat ketika ponsel Tito berbunyi.

"sori," kata Tito lalu keluar restoran agar tidak bising. ternyata telepon salah sambung. namun Tito lega karena punya alasan untuk berlama-lama di luar dan lepas sejenak dari 'teman kencan'nya.

***

Rahma pulang ke rumah sekitar pukul 10 setelah jogging berjam-jam di GBK bersama banyak orang lainnya. ia benar-benar buituh pengalih perhatian. di kantor mungkin ia bisa fokus dengan pekerjaan tapi di rumah? apalagi kalau ayahnya belum pulang atau sedang dinas, pikiran-pikiran negatif bisa muncul di otaknya. pikiran negatif itu apa lagi kalau bukan Makhluk bernama Tito.

ketika melewati ruang tamu, ia mendengar ayahnya sedang bicara dengan seseorang. ketika Rahma melirik ke dalam, ia kaget.

"ibu?" panggil Rahma dan langsung menghampiri mantan calon mertuanya itu, mencium tangannya lalu duduk di sebelahnya.

"sampai disini jam berapa bu? sendiri?" tanya Rahma. ayahnya di seberang sana tersenyum melihat tingkah putrinya.

"tadi jam 9an, dianter Tito tapi dia langsung pergi lagi. ada kerjaan katanya,"

"oh," kata Rahma pelan. "ada masalah bu?"

"oh nggak, ibu cuma mau main-main aja kesini, mungkin sekalian makan siang bareng. udah lama gak nyicipin masakan Rahma," jawab ibu Tito sambil tersenyum dan memegang tangan rahma.

"ah hehe. iya nanti Rahma masak. tapi Rahma pamit dulu mau mandi ya, abis lari ini badannya lengket,"

ibu Tito dan ayah Rahma mengangguk dan tersenyum.

"cumi saus padang, cah kangkung, tempe dan tahu goreng, kol goreng, minumnya jus tomat, strawberry dan mangga. selamat makan," ujar Rahma kepada dua tamunya. ia berasa chef yang sedang menjamu tamu terhormat padahal 'hanya' ayah dan mantan calon mertuanya.

"selamat makan princess," jawab ayahnya.

"selalu menarik ya kalau Rahma yang masak," puji ibu Tito. Rahma nyengir.

"kemarin Tito ajak teman perempuannya main ke rumah," lanjut ibu Tito lagi. hati Rahma seakan ditusuk pisau hingga menembus jantungnya dan keluar lagi.

"oh," hanya itu yang bisa Rahma ucapkan.

"tapi Tito kayaknya gak suka. anak itu sibuk ngobrol sama ibu tapi kayaknya ya agak maksa gitu. masih lebih baik rahma kok,"

Rahma mengangguk tanpa bicara apa-apa. oh jadi Tito sudah mengajak Kasella ke rumahnya. apa itu berarti ia sudah serius dengan Kasella? 

Ayah Rahma paham bahwa maksud mantan besannya ini adalah untuk mengatakan bahwa ia lebih menyukai Rahma daripada pacar baru Tito. tapi sepertinya bukan itu yang ditangkap Rahma.

"makan, princess. nanti kamu sakit lagi,"

***

"oke Rahma, kamu udah move on. kamu yang putusin Tito. kamu yang bilang kamu gak cinta sama Tito. jadi harusnya kamu udah gak peduli lagi sama apa yang Tito lakukan. mau dia jalan sama Miss Universe sekalipun harusnya kamu gak peduli. dan inget, jangan ngarep Tito balik lagi. kamu yang putusin, kamu yang menjauh." Rahma berkata pada dirinya sendiri, berjalan bolak balik di kamarnya, mengulang kalimat tersebut seperti mantra dan ujung-ujungnya terkapar di kasur.

***

"lo tuh orang paling bego sedunia tau gak," kata Fitria, sahabat dekat Rahma sejak masih di kampus hingga mereka sudah lulus. saat ini Fitria bekerja di salah satu bank raksasa di Indonesia. ia terhitung sibuk namun saat ini ia bisa meluangkan waktunya untuk mengobrol dengan Rahma. setelah sekian lama mereka hanya saling bercerita via BBM.

"gue tau. ga usah diulang-ulang deh," Rahma menelungkup di meja. ia baru selesai menceritakan semua kisahnya dengan Tito kepada Fitria, termasuk apa yang sering ia pikirkan akhir-akhir ini.

"bego bego bego bego bego," kata Fitria sengaja.

"ah berisik!"

"kenapa harus sok-sok gak mau tunangan sih? takut ortu kalian deket? ya udah sih udah single juga dua-duanya lagian kalau anak-anaknya yang nikah menurut gue mereka gak akan nikah juga. Tito udah punya pacar lagi? ah itu kan sekarang, gak bisa jadi alasan lo mutusin Tito dulu. si tito suka ngorok atau ngiler waktu tidur? ah itu kan lo udah pernah liat waktu lo nginep di rumah dia. buktinya lo masih tetep suka sama dia. si Tito mandul? nah ini gue gak tau sih tapi kayaknya enggak deh tapi mungkin emang harus dicek lagi. dia gak suka sama lo? ah ini sih alasan paling muna, jelas-jelas dia sayang lo banget, dari kuliah, Ma! dia lebih muda dari lo? ya nggak lah ya. dia jelas-jelas 2 tahun lebih tua dari lo. dia suka mukul cewe? dari tampang dan silsilahnya sih dia bukan tipe cowo kayak gitu. jadi sebenernya apa sih alasan lo gak mau sama Tito???" fitria menjewer kuping Rahma sampai Rahma berteriak kesakitan.

"awwww. sakit tau!"

"ya apa dong?"

"gue gak tauuu udah gue bilang gue gak tau,"

"mana ada orang mutusin tunangan tapi gak tau alasannya? lo aneh-aneh aja deh. labil banget sih lo. gini ya Rahma yang cantik tapi galau. Tito suka sama lo, lo suka sama dia. ortu kalian setuju. ga ada yang salah sih harusnya,"

Rahma terdiam. 'iya gue tau. mungkin emang gue juga gak mau lepas dari Tito.mungkin otak gue lagi panas karena alasan-alasan dulu jadi gue ambil keputusan kayak gitu. sekarang sebenernya gue udah bisa kompromi sama masalah ortu kami dan masa depan bokap jika nanti gue nikah, tapi gue gengsi untuk mengubah keputusan gue."

"halah mamam noh gengsi. tapi lo cinta kan sama bang Tito?"

"ya cinta lah kalau gak, ngapain gue nangis ampir tiap hari setelah putus ama dia?" Rahma mencondongkan tubuh ke arah Fitria, berusaha menjitak kepala sahabatnya ini.

"santai woi, tempat umum nih. kalau lo beringas gini kayaknya malah Bang Tito yang gak jadi cinta sama lo,"

"halah dia kan gak liat barusan," kata Rahma, bersandar kembali ke tempat duduknya.

"kata siapa?" ujar sebuah suara di belakang Rahma. Rahma menoleh cepat. melihat Tito berdiri di belakangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

***

dan pertemuan tadi adalah konspirasi sahabat tercintanya. ternyata siang itu Fitria tidak hanya mengajak Rahma bertemu namun juga Tito dan Gandhi. teman dekat Tito yang rupanya sedang PDKT dengan Fitria. setelah tanpa sengaja Tito mendengar pengakuannya di kafe tadi, Rahma diam seribu bahasa sepanjang persiapan menonton, nonton, dan persiapan pulang. dalam bioskop pun rahma duduk di ujung kanan di sebelah fitria dan Tito duduk di ujung kiri, di sebelah Gandhi. keduanya tidak ada yang bicara sama sekali. mereka seakan menjadi pengawal bagi Fitria dan Gandhi. menjelang sore Gandhi menawarkan Fitria pulang bersamanya (tadi ia berangkat menggunakan mobil Rahma) yang langsung disambut Fitria. Rahma mengangguk dan langsung pamit menuju basement tanpa memandang Tito. 

Rahma menyetir dengan satu fokus di pikirannya: apa yang dipikirkan Tito seharian tadi, setelah ia tahu bahwa Rahma juga mencintai Tito. beruntung ia masih bisa sampai di rumahnya dengan selamat.

"pa," panggil Rahma kepada ayahnya di ruang kerja.

"ya princess," sahut ayahnya sambil mengangkat kepala dari tumpukan berkas-berkas.

"besok papa jadi berangkat ke Vietnam?"

"ya, flight pertama,"

"Rahma ga bisa nganter ya pa, berangkat pagi juga."

"ga apa-apa. kan ada supir," jawab ayahnya menenangkan.

Rahma mengangguk.

"pa, mungkin kalau ada mama, rahma bakal lebih leluasa ngomongin soal ini. tapi karena papa satu-satunya orang tua yang Rahma punya, jadi Rahma juga mau bilang sama papa soal ini,"

ayahnya tidak banyak bicara melainkan langsung memperhatikan Rahma 100%.

"Rahma sebenernya sayang pa sama Tito. mungkin Rahma bodoh menolak pertunangan bahkan mati-matian minta pembatalan. itu karena Rahma masih ga mau papa dekat dengan ibu. tapi lama kelamaan Rahma sadar dan bisa nerima semuanya. tapi rahma terlalu malu untuk minta Tito kembali. meski sebenernya Rahma masih sangat ingin berada di dekat Tito. udah pa, Rahma cuma mau bilang gitu. selamat tidur pa, hati-hati besok." Rahma mendekati ayahnya dan mencium pipi ayahnya. sebaliknya, ayahnya mencium kening putri satu-satunya.

"kalau dia memang buat kamu, pasti ada jalan, princess,"

Rahma tersenyum.

***

Rahma sudah mengganti kaos dan celana jeans-nya dengan setelan tidur favoritnya, satu stel piyama flanel. kali ini berwarna ungu dan bermotif bunga dandelion. ia sedang siap masuk ke balik selimut ketika pintu kamarnya diketuk dan ayahnya muncul.

"princess sudah mau tidur?"

"iya pa, kenapa?"

"bisa turun sebentar? ada tamu,"

"malam-malam begini?" Rahma melirik jam. pukul 9 malam.

ayahnya hanya mengangguk. "dia menunggu di samping kolam renang ya,"

"nanti Rahma turun,"

Rahma mengambil jaket dari lemari, mengenakan sendal rumahnya dan berjalan pelan menuju kolam renang. kolam renangnya mungil, dan hanya ada satu bangku panjang disana. meski begitu lampu-lampu yang dipasang membuat suasana kolam renang ini jadi manis.

Rahma menggeser pintu kaca menuju kolam renang dan tertegun melihat siapa yang sedang berdiri memandangi kolam renang. kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Rahma menutup pintu di belakangnya dan berjalan mendekat. sang tamu menoleh, masih dengan ekspresi yang sama dengan seharian tadi.

tidak ada yang memulai pembicaraan di antara mereka. keduanya hanya saling memandang. Rahma mengeratkan jaket agar sempurna menghalau udara dingin dan Tito juga masih memasukkan tangannya ke dalam saku.

"besok kerja lho," akhirnya Rahma yang bicara lebih dulu. tito mengangkat bahu.

"ah iya kan kamu fleksibel. aku sih yang harus pagi terus," Rahma tersenyum sedikit. melihat Tito tidak bereaksi sedikitpun, Rahma mengalihkan pandangannya ke air yang tenang.

"apa kamu pernah mencintai aku?" adalah kalimat yang keluar dari mulut Tito pertama kalinya malam itu.

Rahma menoleh menatap Tito lagi. ekspresinya masih sama.

"kamu denger kan apa yang aku bilang tadi siang?"

Tito mengangguk. "aku mau dengar itu langsung dari kamu buat aku, bukan buat Fitria yang tanpa sengaja aku dengar."

Rahma menghela nafas dan berjalan mendekati Tito. Rahma mengulurkan tangannya dan menyentuh kedua pipi Tito. Rahma perlu sedikit mendongak karena Tito berbeda 10 senti dari dirinya.

"Rahma cintaaaaaa sekali pada Tito. Rahma memang bodoh minta pertunangannya putus. Rahma juga bodoh bilang dia gak cinta sama Tito. Rahma juga bodoh karena gengsi minta Tito kembali. Rahma paling bodoh ketika mau melupakan Tito tapi setiap kali berusaha, bayangan Tito malah semakin nyata di pikiran Rahma."

"Rahma mau apa sekarang?" ekspresi Tito mulai melunak dan ia melingkarkan tangannya di sekeliling pinggang Rahma.

"Rahma mau Tito. gak pisah lagi,"

Tito akhirnya tersenyum.

"Rahma mau janji gak akan minta putus lagi sama Tito?"

Rahma mengangguk.

"Rahma mau janji gak jutek lagi sama Tito?"

Rahma mengangguk.

"Rahma mau jadi istrinya Tito?"

Rahma mengangguk berkali-kali, bibirnya tersenyum tapi air matanya juga mengalir.

Tito mengecup kening Rahma lalu mengangkat tubuh Rahma. ia lupa bahwa mereka sedang berada di tepi kolam renang dan tanpa sadar Tito terpeleset

JEBUUR!!!

-THE END-

PS: seberapa besar pun usaha kita berusaha menjauh dari seseorang, kalau memang dia ditakdirkan untuk kita, pasti ia akan kembali. pun kalau ia bukan untuk kita, seberapa kuat pun usaha kita untuk mendapatkannya, pasti gak akan dapet. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq

cumlaude dan IPK tertinggi

mimpi mimi apa?