don't fall
"gw stres nih," Jena memelototi laptop dengan mata dibuka selebar mungkin
Maria menghampiri Jena dan memperhatikan layar laptop. yang muncul adalah wallpaper laptop tanpa file apapun yang terbuka.
"huft, stres karena kerjaan apa si Aryo?" tanya Maria malas-malasan sambil kembali ke mejanya.
"both," kata Jena sambil menelungkupkan wajah di atas meja
"ya udah, balik aja yuk, udah jam 8 juga,"
Jena mengangguk tanpa mengangkat wajahnya dari meja.
***
52 weeks ago
"kenalkan, ini temen kuliah gw, Aryo. Aryo, ini Jena. Jena, ini Aryo,"
Jena menatap Aryo sekilas lalu mengulurkan tangannya dan tersenyum. "Jena,"
"Aryo," balas Aryo sambil tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang putih dan rapi.
"ini Aryo yang gw bilang suka bantu-bantu bisnis gw, bentar lagi dia mau ngalahin gw nih," Karisma menyenggol pelan bahu Aryo dan dia hanya tertawa. Jena mengangguk-angguk.
"Widya sama Chika mana ya? mereka harusnya udah dateng nih," Jena menarik keluar handphone dari tas mungilnya dan mengecek jika ada kabar dari kedua temannya, Chika akan fitting baju pengantin hari ini, tiga bulan lagi Chika dan Karisma akan menikah, sebagai teman dekat Chika, Widya dan Jena menemani untuk fitting. sedangkan Aryo, sepertinya dia 'best man'-nya Karisma.
"well, itu mereka," seru Karisma.
***
40 weeks ago
"here comes another wedding," kata Jena pelan sambil memindahkan berat tubuh ke kaki sebelah kanan dan menggoyang-goyangkan bunga yang ia petik dari meja penerima tamu.
Aryo yang berdiri di sebelahnya tertawa.
"banyak banget kayaknya undangan nikahan akhir-akhir ini," lanjut Jena.
"wajar, berapa usiamu?"
Jena memandang Aryo dengan kaget. campuran antara jadi-selama-ini-lo-gak-tau-usia-gw? dan tabu-lho-nanya-usia-ke-cewe.
Aryo mengangkat kedua tangan dan tertawa lagi. tawa yang semakin disukai Jena. "i know your age. i just wanna make it clear."
"23," jawab Jena sambil sedikit manyun.
"well i'm 25. so, wajar kalau kita udah sering dapet undangan nikah. kan?"
"ya ya, dan pertanyaan besarnya adalah, aku kapan? untungnya mama belum nyuruh nikah dalam waktu dekat," Jena melayangkan pandangan ke seisi ballroom, melihat siapa saja tamu yang datang, sambil menunggu pengantin muncul di panggung
"someday, Jen,"
"i hope, sih Yo. anyway, makasih lho udah ngeluangin waktu nemenin aku kesini. padahal kamu gak kenal pengantennya kan?"
Aryo mengangguk sambil mengangkat jempol.
"dan kamu juga baru sampai dari Bandung jam 7 pagi tadi. gak ngantuk?"
"sedikit," kata Aryo sambil mendekatkan jari telunjuk dan jempolnya.
"thanks," Jena mendorong pelan lengan Aryo sambil tersenyum.
***
37 weeks ago
"jadi lo suka sama Aryo apa lo cuma maen-maen doang?" Widya berkacak pinggang sambil memandang Jena. Jena menghentikan kegiatannya mengenakan maskara, memasang wajah pura-pura shock, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.
"gak tau gw,"
"lah kok gak tau?"
Jena tertawa. "seriusan gw ga tau. gw sering jalan bareng dia, tapi gw ga tau perasaan gw ke dia sebenernya gimana. yang jelas, setiap kita barengan gw pasti selalu bahagia. tapi untuk bilang gw suka, gw ga berani. ya kita lihat aja gimana ke depannya,"
"jalan bareng sering, yang cowonya bela-belain nemenin kesana kemari, eh taunya masih gak jelas," gerutu Widya sambil berjalan keluar toilet. Jena cuma nyengir.
***
29 weeks ago
"masa gw berantem sama Aryo..." meski dimulai dengan kata 'masa', tapi kalimat Jena tersebut lebih berupa kalimat pernyataan.
"kenapa?" Widya menaruh handphone-nya, berbalik menghadap Jena yang duduk di atas karpet hijau di kamar Widya.
"dia mau berangkat ke Bangkok sebulan, urusan bisnisnya sama Karisma, gw baru tau tadi siang, itu juga dari Karis, dan berangkatnya lo tau kapan? besok!!" Jena berbaring terlentang, wajahnya cemberut
"terus?"
"terus gw ajak ketemu si Aryo kan, sebulan gitu pergi dan dia ga ngomong apa-apa sama gw,"
"okay..." kata Widya sopan, padahal dalam hati, cuma sebulan, masih ada internet juga kalau kangen.
"kata dia gak bisa, dia lagi sibuk nyiapin keberangkatan besok. ya udah gw ngomel-ngomel di telepon,"
"terus akhirnya...."
"gw kesini,"
"oh,"
"kok oh doang sih?"
***
"dan saat itu lo nyadar lo beneran suka sama si Aryo?"
"yeah," jawab Jena sambil mengerang, sedikit sedih mengingat kejadian dulu itu. ketika Aryo pergi sebulan dan ia terlalu gengsi untuk menghubungi duluan setelah aksi marah-marahnya. setelah itu Jena baru benar-benar menyadari pentingnya keberadaan Aryo.
Jena memutar indomie rebus tanpa berminat memakannya. sementara Maria asyik menghabiskan indomie gorengnya.
"sebulan itu gak ngehubungi sama sekali?"
"pernah sekali pas dia mau pulang,"
"setelah itu hubungan kalian gimana?"
"aneh, Mar. karena gw yang duluan bilang suka sama dia,"
Maria mengangkat sebelah alis.
***
25 weeks ago
"jadi kamu udah balik ke Jakarta..." kata Jena memecah keheningan di antara Jena dan Aryo, di sebuah kedai kopi raai bilangan Jakarta Selatan.
"iya, kalau belum, siapa yang duduk depan kamu?" balas Aryo sambil tersenyum
"aku bete deh pas kamu berangkat ke Bangkok terus gak bilang-bilang sebelumnya,"
"maaf, agak hectic waktu itu,"
"yeah, kesannya kayak aku gak dipeduliin aja gitu..." Jena cemberut, ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada
"kenapa mikir gitu, Jen?"
"kan aku suka sama kamu,"
jantung Jena langsung berdegup lebih kencang. sepersekian detik sebelumnya logikanya bertarung, apakah akan mengutarakan perasaannya atau memilih diam dan menghindar. setelah kata-kata tersebut diucapkan, Jena merasa lega sekaligus khawatir
Aryo diam sejenak.
"kita pulang aja yuk,"
***
"dan setelah lo bilang itu ke dia, kalian masih berhubungan?" Maria masih mengunyah indomie gorengnya
"masih, tapi gak seintens dulu. dia udah jarang mau nganter gw kemana-mana lagi. meski kalau gw ajak ketemu dimana gitu, dia masih mau."
"sibuk?"
"bisa jadi. gak lama setelah dia pulang dari Bangkok itu kan dia mulai bangun usaha resto Thailand dan travel itu. bener-bener sibuk karena banyak yang masih dia handle sendiri,"
"telponan atau Whatsapp atau BBM?"
"sekali-sekali. lebih sering gak dibales,"
"yah...." Maria melepas sendok lalu menepuk pelan pundak Jena. yang ditepuk pundaknya malah kebingungan.
***
Jena sedang memperhatikan lampion-lampion besar warna-warni yang tergantung sebagai dekorasi bagian tengah ruangan lapang ini. di sebelah kanannya ada penyanyi yang sedang menyanyikan lagu cinta bersemangat. di sebelah kirinya ada orang mengantri makanan. dan di sekitarnya ada orang lalu lalang membicarakan berbagai bagian dari acara ini.
Jena datang sendirian. ia jadi seperti petualang di ruangan mungil bernuansa Asia ini.
"hai,"
Jena menoleh ke kiri dan melihat seseorang berkemaja biru dongker sedang tersenyum kepadanya. senyum yang Jena sukai setahun terakhir ini
"hai," balas Jena sambil tersenyum
"sendiri?" tanya Aryo
"yeah,"
"kamu gak bilang mau datang,"
Jena cuma mengangkat bahu.
"gimana di kantor?" Aryo mencoba memunculkan pembicaraan
"ada tugas baru, ada 'pressure' special dari bos, koordinasi sama cabang, ya semacam itu lah,"
Aryo mengangguk.
"udah makan?" tanya Aryo lagi sambil menunjuk stand makanan di belakangnya
"no, thanks, I'm not eating after 7," balas Jena
ekspresi Aryo menunjukkan keheranan
"nevermind. acaranya seru btw, gak kayak grand launchiing biasa," Jena mengitarkan tangan ke sekeliling ruangan. terutama mengacu ke dekorasi dan miniatur tempat wisata terkenal di Asia, serta foto dan cerita singkat negara-negara tersebut
"thanks,"
"eh Yo, foto yuk,"
Jena mencegat seseorang yang lewat, yang entah siapa tapi sepertinya kenal dengan Aryo karena mereka sempat bersalaman dan mengobrol sebentar sebelum bersedia memotretkan Aryo dan Jena.
"nice pict," kata Jena sambil melihat ke layar handphone-nya
"agree. Jen, aku harus keliling lagi. gapapa?"
"its okay, good luck ya!"
dan mereka pun saling melambaikan tangan. bagi Jena, itu artinya ucapan perpisahan untuk Aryo
***
"and that's how the story end, Mar. mungkin memang gw yang terlalu berlebihan memberi nilai di hubungan kami. padahal dia gak pernah nganggap gw lebih dari adiknya. gw juga yang terlalu berharap apa yang dia lakukan adalah wujud perasaannya ke gw. i got to move on, Mar. even if it hurts, a lot,"
"hey i heard you cry. jangan nangis Jen. toh kalian masih bisa berhubungan baik kan? lo pasti bakal nemu orang yang pas buat lo, wanita yang baik untuk pria yang baik," balas MAria di telepon.
Jena terdiam. memeluk lututnya, menyeka bekas air mata yang mengalir di pipinya.
"i dont want to fall in love unless he fall for me first,"
-THE END-
moral of the story: dont value the relationship more than what actually happen. dont guess the feeling of someone. youre not a code-cracker. go ask, not guess. and if someday youre trapped in HTS (Hubungan Tanpa Status) or TTM (Teman Tapi Mesra), remember your limit, dont expecting someone too high, and keep the good relationship :)
Komentar