Wrong Move
"Mas Resa dan Kak Tasia duluan aja balik ke kantor," aku segera meraih tangan Naka dan menggerakkan tangan untuk mengisyaratkan agar mereka berdua meninggalkan aku.
Mas Resa, Tasia, dan Naka semuanya hening beberapa detik setelah aku bilang Naka adalah pacarku.
"Begitu?" Tanya Mas Resa akhirnya.
Aku mengangguk.
"Jangan terlalu lama. Nanti Ari cari,"
Aku mengangguk lagi. Mas Resa dan Tasia berbalik menuju lift dan aku segera menarik tangan Naka menjauhi mereka.
"I'm sorry. I'm so so so sorry," aku membungkukkan badan dalam-dalam. Merasa super bersalah berpura-pura seperti itu.
"Aku pikir kamu sudah bisa menerima kenyataan, Run," kata Naka. Nada bicaranya seperti ikut sedih tapi kata-katanya cukup menusuk.
"Seharusnya." Aku mengangkat tubuhku dan menatap Naka. "Aku bisa menerima Mas Resa punya pacar. Tapi melihat langsung pacarnya dan melihat mereka berinteraksi, rasanya membuat aku hancur lagi. Kemarin aku sakit di bagian yang satu, lalu aku perbaiki di Vienna. Sekarang aku sakit di bagian yang lain."
"Dan negara mana yang kamu tuju untuk memperbaikinya?" Naka tersenyum.
Aku mendengus. "Indonesia mungkin."
Aku memalingkan pandangan ke arah lain. Naka pun tidak mengatakan apa-apa. "Ya sudah..."
"Apa?"
"Sorry to drag you to this. Maaf juga menyita waktu kamu. Kamu boleh melanjutkan aktifitas apapun yang kamu mau. Aku akan kembali ke kantor. Aku...aku akan mengarang cerita lain untuk menghadapi Mas Resa," kataku akhirnya, menunjukkan wajah menyesal.
"Kita harus ketemu lagi," balas Naka.
"Pardon?" Aku mengernyit, tak mengerti.
"Kita harus ketemu lagi untuk menyesuaikan cerita kalau aku akan benar-benar jadi pacarmu," Naka menggerakkan jarinya saat menyebut soal pacar.
"Naka, kamu gak harus..."
"Aku selesai kerja jam 7 malam. Keberatan kalau kujemput sekitar setengah 8? Kantormu tidak jauh dari sini kan?" Naka melihat arloji dan name tag yang melingkar di leherku bergantian.
"Naka? Maksud kamu.."
"See you tonight, Aruna," bisik Naka tepat setelah mencium pipiku.
"Hey!"
***
I thought he was kidding. But when he shows himself up at my office 7.30 pm sharp, I know he is no kidding.
"Jangan kaget gitu. Kan aku sudah bilang," Naka seperti menahan tawa saat melihat wajahku yang melongo.
"Naka, aku sudah siap mengarang cerita sama Mas Resa bahwa kamu sebenarnya bukan pacar aku. Ternyata kamu sekarang datang dan..."
"Mas Resa nanya apa?" Naka mengulurkan tangan untuk kusambut.
Perlahan aku memegang tangannya dan kami berjalan ke luar.
"Nggak. Begitu aku sampai kantor dia cuma bilang 'nanti double date ya'. Setelah itu dia gak ngomong apa-apa lagi."
"Kalau gitu, kita harus buat cerita supaya orang yakin kita pacaran beneran," Naka mengangkat bahu.
Aku malah tertawa terbahak.
"Dimana-mana, adanya itu yang patah hati yang sibuk bikin skenario buat pacar boongan. Bukan calon pacar yang lebih semangat." Aku mencubit hidung Naka. Kami berinteraksi seakan sudah saling mengenal begitu lama. Bukan seminggu lalu di negara berjarak ribuan kilometer dari kampung halaman.
"We have an antimainstream story to go through," Naka ikut tertawa.
"Oke. If we have a deal, then I have a boyfriend and what do you get?"
"I have one amazing life experience with a beautiful lady," Naka mengangguk.
"Ini yang harus aku hadapi ketika kita pacaran nanti? Gombalan receh?"
"Brace yourself," ujar Naka lagi.
***
"Nyonya mencoba menghubungi Tuan Naka dan tidak ada respon sama sekali," adalah kalimat pertama yang didengar Naka begitu ia sampai di rumah.
"Baterai HP habis dan belum sempat aku cas," ujar Naka santai sambil berjalan menuju kamarnya.
"Saya bukan tidak tahu apa yang Tuan Naka lakukan," lanjut Pak Didi.
Naka berhenti dan berbalik. Tidak jadi menaiki tangga menuju kamarnya.
"Dan apakah Bunda sudah tahu juga?"
"Belum. Tapi tinggal masalah waktu. Apalagi jika Nona Gina tahu..."
Naka menghela nafas. Melipat tangan di depan dadanya. "Gina tidak perlu tahu." Setelah itu ia berbalik dan memasuki kamarnya. Menutup pintu terlalu keras dari yang ia maksudkan.
"Jadi ceritanya kita kenalan di kampus?" tanya Aruna dengan kening berkerut.
"Ya tapi karena kamu kuliah di UI dan aku di UPH, kamu bilang aja aku pernah datang acara seminar yang kamu adakan," jawab Naka.
"Oke. Lalu kita pacaran kapan?"
"17 September 2017. Jadi sekarang kita baru dua bulan pacaran," jawab Naka dengan sabar.
"Hmm..."
"Any other question?" Naka tersenyum.
"Why are you helping me out?" Aruna memajukan wajahnya mendekati Naka.
"Aku cuma merasa pertolongan di Vienna belum selesai," Naka menyibakkan helaian rambut di sisi wajah Aruna.
"Dan sampai kapan kita mau begini?"
"Sampai kamu bisa move on dari Mas Resa,"
Naka mengusap wajahnya mengingat obrolannya dengan Aruna tadi. What kind of evil go inside his head? Bagaimana bisa dia melakukan itu pada Aruna? Sementara ia memiliki Gina yang akan dinikahinya tahun depan?
*****
Komentar