The Toughest Woman
"Ir, lo tau gak, gue tuh seneng banget sama Rio," kata Cleo tiba-tiba ketika Rio lewat 5 meter di depan mereka.
Irma yang sedang menikmati makan siang hasil masakannya sendiri, menghentikan sejenak kegiatannya dan menoleh ke arah yang dilihat Cleo.
"hmm, bagian apanya?" Irma balik memandang Cleo lagi, yang sudah menghabiskan Soto Ayamnya dan sekarang sedang menyesap es teh manis.
"auranya positif, senyumnya manis, dan keliatannya juga dia baik," Cleo mengangkat bahu, kali ini memandang Irma.
Irma tertawa. "udah kayak cenayang aja lo ngomongin aura. gue pernah kerja bareng sama dia pas project book launch itu, dia orangnya emang ramah dan supel banget. gampang bantu orang lain juga,"
"oh yah?"
Irma mengangguk, melanjutkan makan.
"gak salah dong ya gue naksir dia?"
"iya, macam lo ngefans sama Michael Buble gitu kan?"
Cleo langsung menghujani Irma dengan tatapan kesal.
***
"kursi di sebelahnya kosong tuh. lo gak minat dateng terus sok-sok keabisan kursi dan duduk di sana?" Calvin berbisik di telinga Rio saat mereka baru memasuki kantin. Rio melirik sedikit ke arah meja tempat Cleo dan Irma makan, lalu menggeleng.
"masih banyak kursi lain yang kosong. ketauan banget modusnya kalau gue samperin kesana," balas Rio.
"yee, terlalu pake logika lo. namanya juga PDKT. sah-sah aja kali," Calvin menjitak kepala Rio.
"nanti ada cara PDKT lebih asik," jawab Rio lalu sebisa mungkin menghampiri meja yang kosong tanpa terus menerus melirik ke arah Cleo, yang hari ini begitu anggun dengan blus hijau dan bando di rambut ikalnya yang diurai.
"keburu dia nikah bro. kemarin gue liat dia jalan sama cowo gitu di tempat cetak undangan," kata Calvin sambil nyengir.
"hah? apa?" mata Rio membelalak dan dia mematung sejenak.
Calvin tersenyum menang dan mengangkat bahu. dia mendahului Rio duduk di kursi yang kosong.
"sini duduk, gue lapar," jawab Calvin santai, pura-pura tidak tahu reaksi Rio. sementara iu Rio menatap waswas ke arah Cleo. khawatir pujaan hatinya ternyata sudah mau jadi istri orang.
***
hujan turun dengan deras sore itu. Irma sudah pulang duluan dan Cleo terpaksa pulang sendiri. parahnya, dia lupa bawa payung karena kemarin juga hujan sehingga dia menjemur payungnya dan lupa membawanya hari ini. banyak orang yang berteduh di sekitarnya, terkena nasib yang sama.
"belum pulang?"
Cleo melonjak ke sebalah kanan, kaget karena sebuah suara muncul begitu dekat di telinga kirinya.
"maaf ngagetin," lalu orang itu nyengir dan membuat Cleo lebih kalem.
"oh iya gapapa. iya belum, nunggu ujan reda dulu," balas Cleo agak sedikit grogi. maklum saja, orang ini hanya pernah dilihatnya dari jauh, bukan tipe interaksi ruin secara face to face dan mengobrol banyak.
"pulang sendiri? gak dijemput pacarnya?" Rio langsung menyesali ucapannya. khas cara PDKT ala anak SMP. sok nanya begitu untuk tahu si gebetan sudah punya pacar apa belum.
Cleo melongo. lalu menggeleng pelan.
"gak punya pacar," jawab Cleo sambil tertawa garing.
mulut Rio membentuk huruf O. ekspresinya berusaha dibuat datar tapi sebenarnya hatinya melonjak kegirangan. status gebetan masih SIngle Available!
"sambil nunggu hujan gimana kalau kita ngopi di dalem?" tunjuk Rio ke arah coffee shop yang ada di gedung kantor mereka.
Cleo melirik ke arah yang ditunjuk Rio tapi coffee shop yang dimaksud tidak terlihat. di belakang mereka, Calvin menjulurkan lidah, mengejek cara PDKT Rio, walapun ia senang karena Rio akhirnya berani bergerak.
"ga usah, makasih," balas Cleo sambil tersenyum. ia lalu memandangi hujan lagi, yang belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda.
Rio kecewa karena gagal duduk-duduk bersama Cleo di tempat yang lebih baik dari lobby kantor sambil memandangi hujan. tapi itu yang diinginkan Cleo dan Rio bertekad untuk memanfaatkan kesempata ini.
"kita belum kenalan. Rionaldo Aditya, Rio," sang ksatria menjulurkan tangannya dan sang ratu pun membalas sambil tersenyum.
"Cleopatra, Cleo."
***
"boleh gabung?"
Cleo mengangkat wajah dari gado-gado yang tengan disantapnya. begitu pula Irma, yang menghentikan sejenak kegiatannya makan sayur bayam demi memenuhi kebutuhan ASI-nya.
"Rio, silakan," Cleo menunjuk kursi kosong antara dirinya dan Irma. rio duduk disitu lalu meletakkan piringnya.
"biasanya gue makan sama Calvin, tapi kali ini dia diajak lunch meeting sama bosnya, jadi gue sendirinan. gapapa kan ikut disini?" rio memandang Cleo dan irma bergantian.
Cleo mengangguk sambil tersenyum. sementara itu Irma hanya mengangguk lalu memandang Cleo dengan tatapan 'kemarin-kalian-masih-saling-gak-kenal-sekarang-udah-makan-bareng-jelasin'.
***
"lo mau ikut ke Bandung sama anak-anak nanti?" tanya Irma kepada Cleo saat mereka sedang touch up di toilet.
"ikut kayaknya, lumayan aja refreshing," jawab Cleo sambil menyisir rambutnya. "lo?"
"nggak, belum berani bawa anak gue jauh-jauh," jawab Irma sambil mengoleskan lipstik cokelat. "sama siapa aja sih dari Humas?"
"Jane, Tria, Putri, Icha, Vino, Dedi, 1 mobil pokoknya,"
"ati-ati ya,"
"Bandung doang, Ir,"
***
Cleo dan teman-temannya berangkat ke Bandung pada Jumat malam sepulang kantor, menginap semalam di guest house lalu Sabtu pagi mengelilingi Bandung.
"tunggu siapa lagi sih?" Putri melirik ke teman-temannya, jam sudah menunjukkan pukul 8 dan dia ingin rombongan segera berangkat.
"bentar, lagi nunggu temen gue dulu. gue ajak dia buat gantian nyetir," jawab Vino si empunya mobil yang akan dipakai kali ini.
"lho ada temen lo ikut? lo ga bilang sama kita," balas Icha dengan sedikit agak kesal.
"sori deh, gue mendadak keingetan bakal capek nyetir 3 hari di Bandung kebetulan pas tau gue mau ke Bandung, temen gue ini mendadak pengen ikut, ya udah sekalian aja. masih muat juga kan?" balas Vino kalem.
"terus temen lo itu sekarang udah dimana?" Putri menimpali.
"udah di lift sih tadi bilang ke gue. oh itu dia," Vino menunjuk ke arah lift dan seluruh rombongan mengikuti arah pandangnya.
"hai semua! maaf bikin nunggu," Rio berdiri di depan mereka semua, senyum terpampang lebar di wajahnya.
***
bahkan di mobil pun Cleo sudah terlelap, maka ketika mobil memasuki tempat parkir guest house, Cleo berjalan setengah sadar. ia hanya tahu malam ini ia akan tidur sekamar dengan Jane maka ia hanya mengikuti Jane yang masih segar bugar.
bahkan ketika ada yang berbisik, "good night Cleo," Cleo menganggap ia sedang bermimpi.
***
"morning!" sapa Cleo kepada teman-temannya yang sudah lebih dulu duduk untuk sarapan.
"pagi Cle," balas Dodi sambil mengangkat cangkir kopi.
"mau cabut jam berapa kita?' Jane menyambung obrolan.
"sekarang aja udah jam setengah 9, tambah siap-siap, jam setengah 10 mungkin kita cabut. how?" usul Icha.
"oke. lo yang nyetir ya Yo?" ujar Vino, menyenggol Rio yang duduk di sebelahnya.
saat Rio diam saja, Vino langsung menyenggol Rio. "Yo?"
"eh, apa?"
"lo yang nyetir," ulang Vino.
"oke,"
Rio mengangkat kedua jempolnya. jangan sampai orang tahu bahwa tadi dia tidak mendengarkan Vino karena terlalu sibuk memperhatikan Cleo memotong roti bakar dengan hati-hati.
***
"dingiiiinnn," seru Cleo, Jane, dan Putri bersamaan. keduanya sudah membawa jaket tapi tetap saja merasa kedinginan. suasana Tangkuban Parahu yang dingiin dan belum banyak pengunjung membuat cewe-cewe jadi lebih kedinginan. berbeda dengan para cowo yang kalem-kalem saja dengan jaket tipis. bahkan jaket Rio dipegang begitu saja.
"nih, pake jaket gue," kata Vino pada Jane dengan gaya acuh tak acuh. semua orang juga tahu Vino naksir berat dengan Jane tapi Jane masih 'menggantung' Vino. cuek nggak, nanggepin juga nggak.
Jane mengambil jaket dari Vino dan langsung memakainya, "thanks" bisik Jane dengan suara cool-nya dan mereka langsung berjalan bersama.
"kamu, mau pake jaketku?" Rio menyodorkan jaketnya ke arah Cleo. tidak mau kalah dengan Vino.
"eh, ga usah, Rio. gapapa," Cleo menggoyangkan tangannya, menolak tawaran Rio.
"gapapa kok kalau kamu kedinginan. jaketnya gak aku pakai juga," Rio masih mengangsurkan jaketnya kepada Cleo.
"beneran?"
"iya," senyum Rio melebar, menunjukkan sisi ramahnya dengan lebih gamblang.
"baiklah," Cleo mengangguk lalu tangannya terulur untuk mengambil jaket yang dipegang Rio namun Rio lebih cepat. ia membuka jaketnya dan langsung memakaikannya ke arah Cleo. Cleo langsung mematung.
"better?" tanya Rio saat Cleo sudah memakai jaketnya.
"iya, lebih hangat. makasih," senyum Cleo mengembang, menyuburkan bunga yang mulai mekar di taman hati Rio.
***
"jadi lo bersedia gw ajak ke Bandung karena mau modus ya?" Vino berbisik di telinga Rio saat mereka melihat-lihat kawasan wisata.
Rio mengangkat bahu lalu nyengir.
"sama Cleo pula. ice princess gitu," Vino melirik ke belakang.
"iya?"
"flat princess sih tepatnya. jarang banget nunjukkin emosinya kayak gimana,"
"gue tau cara untuk nunjukkin dia punya emosi apa nggak, sekaligus gimana perasaan dia ke gue," otak jahil Rio menyala, memunculkan ide jahat.
"maksud lo?"
Rio berbalik meninggalkan Vino lalu menghampiri Cleo, Jane, Putri, dan Icha yang sedang asyik difoto oleh Dedi dan Tria.
"Cleo," panggil Rio meski jarak mereka masih 5 meter.
Cleo menoleh kepada Rio dan Rio mempercepat larinya lalu ia menarik Cleo ke pelukannya dan mencium Cleo tepat di bibir.
Jane, Icha, dan Putri langsung menganga Vino menutup mata dan menggeleng. sementara Dedi dan Tria saling pandang.
Cleo sendiri langsung mendorong Rio menjauh lalu menampar Rio dengan bunyi memekakkan telinga lalu ia berlari ke arah mobil.
Rio memandang Vino lalu nyengir, Vino membalas dengan memiringkan jari di dahi.
***
Cleo bahkan langsung minta diantar ke penginapan saat itu juga dan menolak ikut jalan-jalan. Rio menawarkan diri untuk jadi yang tinggal di penginapan, karena awalnya dia yang tidak diajak. tapi Cleo bersikeras biar dia saja yang tidak ikut, ia memaksa yang lainnya dengan tanpa memandang Rio.
kembali ke penginapan sendirian, Cleo langasung mati gaya. untung dia bawa buku untuk dibaca. daripada dia harus ikut dalam 1 mobil dan berada dekat Rio yang melakukan 'hal itu' kepadanya, lebih baik Cleo tidur di kamar hotel atau jajan di tempat makan sekitar guest house.
"Rio," bisik Cleo sambil memegangi bibirnya dan memandangi pantulan dirinya di kaca. sepanjang hari ini ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian tadi meski ia sudah sibuk mengobrol dengan berbagai orang. Cleo suka pada Rio, ya, dan ia senang Rio ikut, berharap bisa membuat kenangan manis selama mereka berwisata bersama. tapi bukan begini caranya, bukan di depan umum juga. apalagi Cleo bukan tipe orang yang senang mencari perhatian. beda sekali dengan Ratu Mesir yang memiliki nama sama dengannya.
pintu kamar diketuk dan suara Jane terdengar di luar. "Cleo,"
"yaaa," Cleo menyahut lalu segera membukakan pintu untuk Jane.
"gue kira kalian bakal pulang lebih malam," ujar Cleo begitu pintu terbuka.
"tadinya, kalau lo ikut. kita gak tega ninggalin lo kelamaan, jadi kita pulang cepet. nih ada batagor dan maicih buat lo," Jane mengangkat kantung berisi oleh-oleh untuk Cleo.
"waah, tau aja dari tadi gue pengen makan Batagor Ihsan. thank you jane, lo ngerti gue banget deh!"
Cleo menyantap batagor ditemani Jane sambil menonton TV, sekali-sekali Jane mengambil maicih di sela-sela ceritanya soal jalan-jalan hari ini.
"besok lo harus ikut ya," kata jane.
Cleo mengangkat bahu. "msu nggak mau kan? besok sekalian pulang. kecuali gue mau pulang sendiri pake travel."
"sedih amat,"
Cleo tertawa.
"Rio nyesel sih kayaknya tuh. dia diem aja juga daritadi. biasanya kan dia isengnya minta ampun,"
"oh ya? lo udah kenal sama rio, Jane?"
"yaaa lumayan lah. kalau gue jalan bareng Vino, Rio suka ikut,"
"oh jadi lo suka jalan bareng Vino dan kita masih gak tau status kalian berdua itu apa. hmm, oke." Cleo manggut-manggut dengan polos.
"apaan sih," Jane melempar bantal ke arah Cleo sambil tertawa grogi.
"hei hati-hati ini masih ada bekas batagornya," Cleo buru-buru menyelamatkan makanannya dan kabur dari jarak lemparan Jane.
"eh gue mau ketemu Vino dulu ya, biasa nih anak minta jajan," Jane bangkit berdiri lalu keluar dari kamar.
"main yang aman aja Jane," teriak Cleo.
Jane membalas dengan mengacungkan jempol.
Cleo membereskan kamar dan masuk kamar manding untuk menggosok gigi. karena merasa tidak berkeringat hari ini, Cleo memutuskan tidak perlu mandi. ia nyengir sendiri memikirkan ini. saat Cleo sedang berganti baju menjadi piama, pintu kamarnya diketuk lagi. Cleo berpikir itu adalah Jane yang kembali setelah bertemu Vino. maka meski belum mengenakan celana piamanya, Cleo bergerak membukakan pintu.
"kok udah balik lagi?" tanya Cleo refleks. sedetik kemudian Cleo langsung buru-buru menutup kembali pintunya, wajahnya merah padam. karena ternyata Rio yang berdiri di depan pintu.
"ngapain kamu kesini?" teriak Cleo dari balik pintu.
di luar sana, Rio menahan tawanya. siapa sangka niatnya meminta maaf berbonus pemandangan langka. memang sih ini malah bisa buat dia makin tidak dimaafkan.
"aku mau minta maaf," kata Rio setelah berhasil mengontrol tawanya. "buka pintunya dong biar aku bisa lihat kamu langsung."
tidak ada jawaban dari dalam. 1 menit kemudian Cleo membukakan pintu, sudah dengan piama lengkap dan ditambah jaket.
"apa?" katanya.
"i'm sorry?" Rio menjulurkan buket bunga warna-warni dan sebuah boneka beruang putih.
amarah Cleo langsung luruh, ia begitu senang melihat hal-hal cantik. "owh cantik sekali," ujarnya sambil memeluk boneka dan memegang bunga.
"boleh masuk?" tunjuk rio ke dalam kamar.
Cleo mengangguk dan mempersilakan Rio masuk. "tapi jangan macem-macem ya!"
Rio tertawa. saat dia lewat, tercium wangi segar sabun khas cowok. sepertinya ia juga baru mandi. Cleo berharap dirinya menyemprotkan parfum cukup banyak.
"so?" Rio bersuara setelah ia duduk di kursi yang tadi ditinggalkan Jane.
"so?" Cleo menoleh ke arah Rio, masih menata bunga dan boneka agar bisa terihat dengan manis.
"maaf karena sudah buat kamu marah dan buat kamu gak ikut jalan-jalan seharian ini," Rio mencondongkan tubuh dan memandang Cleo.
Cleo duduk di ranjang queen size yang ditempatinya bersama Jane lalu menangkupkan kedua tangan di dada.
"its okay, i mean," Cleo terdiam sejenak. berharap kalimat awalnya tidak menunjukkan ia senang dicium Rio walaupun sebenarnya iya, tapi ia harus tetap terlihat kesal. jangan menyerah terlalu mudah. "itu sudah berlalu, aku harap kamu gak mengulanginya lagi."
"mengulangi yang mana?" tanya Rio dengan wajah sok polos. membuat wajah Cleo spontan memerah.
"ya itu," jawab Cleo keukeuh. matanya meninggalkan sosok Rio yang hanya 2 meter di depannya.
"itu yang mana? kamu gak suka aku cium?" Rio berjalan menghampiri Cleo, berlutut di depan Cleo dan menyentuh pipi Cleo agar mau memandangnya.
wajah Cleo semakin memerah, ia bingung harus menjawab apa.
"jangan melakukan apapun ke aku tanpa ijinku," akhirnya otak Cleo bisa memproses sebuah jawaban yang lebih baik.
"jadi kalau aku mau cium kamu, harus minta ijin dulu?" Rio duduk di sebelah kanan Cleo. sengaja menempatkan dirinya di arah pandang Cleo sejak Cleo menolak memandangnya.
Cleo terbelalak dengan tindakan berani Rio, ia lalu buru-buru menunduk. "iya," jawabnya.
"apa?
"iya kamu harus ijin dulu," lanjut Cleo dengan volume lebih tinggi.
"oke," sahut Rio lalu keduanya diam. pelan-pelan Cleo mengangkat kepalanya dan melihat Rio sedang tersenyum memandangnya.
"aku cinta kamu, Cleo. aku mau jadi pacarmu dan aku mau cium kamu sekarang, boleh?"
Cleo refleks menutup mulut dengan kedua tangannya. saat Cleo tidak kunjung menjawab, Rio menganggap itu artinya 'iya'. perlahan, Rio menarik kedua tangan Cleo, mendekatkan dirinya ke arah Cleo, tangan kirinya menggenggam tangan Cleo dan tangan kanannya menarik kepala Cleo mendekat. kali ini Cleo lebih siap dan saat ciuman itu terjadi, Cleo membalasnya dengan sepenuh hati.
"Rio," bisik Cleo saat mereka sudah saling melepaskan diri.
"hmm," tangan Rio menyentuh pipi Cleo dan dia tersenyum, tampan sekali, pikir Cleo. Cleo memandangi seluruh bagian wajah orang yang baru jadi kekasihnya ini.
"udah jam berapa ini? kamu harus kembali ke kamar kamu," Cleo melepaskan diri secara tiba-tiba dari Rio dan mengambil jam tangan yang diletakkan di meja. "jam setengah 10."
Rio kecewa tapi dengan cepat ia mengatasi rasa kecewanya. "ada Jane di kamarku dan Vino. mereka gak akan lepas sebelum besok pagi. jadi aku gak ada tempat tidur lagi," kata Rio polos.
"di kamar Tria dan Dedi kan bisa,"
Rio menggeleng. "kamar mereka itu Twin Size, kamu rela aku tidur dempet-dempetan sama cowo-cowo kayak mereka yang tidurnya udah kayak ikutan perang?"
Cleo terkikirk. "separah itu mereka tidurnya?"
Rio mengangguk. "iya, pas bangun, selimut dimana, bantal dimana, kepala mereka bahkan bisa di kaki tempat tidur. yang ada, aku sakit badan, Cle,"
Cleo tampak berpikir sebentar lalu ia mengambil dua buah bantal kursi dan langsung menaruhnya tepat di tengah tempat tidur.
"kamu di sebelah kanan, aku di sebelah kiri ya," Cleo menunjuk pembagian wilayah mereka.
"dibatasin?" Rio tampak kecewa.
"iya. ayo tidur, aku udah ngantuk." Cleo menarik tangan Rio dan mengarahkannya ke sisi kanan tempat tidur. setelah Rio duduk, Cleo memutar lagi dan langsung menyembunyikan diri di balik selimut di wilayahnya.
"selamat tidur," Cleo melambai dan langsung memejamkan mata. Rio tersenyum dan ikut tidur dengan tenang.
sekitar pukul 5 Rio sudah terbangun sementara Cleo masih terlelap di sampingnya. pelan-pelan, ia menyingkirkan bantal yang menghalangi dirinya dan Cleo lalu menyusupkan sebelah tangannya ke kepala Cleo, menempelkan wajahnya ke kepala Cleo dan menangkupkan tangannya ke arah Cleo. sebelum melanjutkan tidurnya, Rio berbisik, "i love you,".
"anak-anak, ayo bangun!" Jane membuka gorden kamar sehingga cahaya matahari langsung menyeruak masuk dan mengangetkan Cleo dan Rio yang masih tertidur. kagetnya Cleo bertambah setelah sadar ia tidur di pelukan Rio.
"udah balik lo Jane?" tanya Rio sambil mengedipkan mata dan duduk di tempat tidur. Cleo mengucek mata dan memandang Rio dan Jane bergantian.
"gue langsung balik begitu jam 6. bete gue lagi ngobrol si Vino malah ngorok, mau balik kesini tapi gue tahu lo pasti lagi asik sama temen gue," kata Jane sambil manyun.
"ngobrol abis main?" kata Rio iseng. mengacuhkan kalimat terakhir Jane. Jane langsung melempar bantal ke arah Rio.
"sana lo balik ke kamar lo. kita pulang ke Jakarta," usir Jane pada Rio.
"ya ya," sahut Rio. sebelum turun, Rio mendekati Cleo dan mengecup bibir Cleo yang langsung membentuk senyuman. "sampai ketemu ya,"
setelah Rio pergi, Jane langsung menghampiri Cleo. "udah jadian?"
Cleo terkiikik lalu menjatuhkan dirinya ke kasur dan mengangkat selimut menutupi wajah. "udah,"
***
"aku antar kamu pulang ya," Rio menawarkan diri begitu malamnya mereka sampai di kantor. dari sini mereka akan pulang ke rumah masing-masing.
"gak usah, aku pulang sendiri aja naik kereta. aman kok," Cleo menepuk pelan pipi Rio. "kamu juga kan capek abis nyetir mobil. nanti makin capek kalau harus anter aku dulu terus pulang."
"its okay,"
Cleo menggeleng. "kamu pulang aja. aku pulang juga. kabari aku kalau sudah sampai ya,"
***
"Cin, kayaknya Rio dan Cleo udah jadian. bad news for you. you better do something soon."
sebuah pesan singkat dikirimkan oleh seseorang kepada rival Cleo, sesuatu yang membuat segalanya lebih runyam.
***
"what? lo jadian sama Rio?" Irma hampir meletakkan tas berisi botol ASI-nya 10 senti lebih jauh dari meja dan berpotensi jatuh ketika mendengar Cleo menyampaikan berita bahwa akhir pekan kemarin dia dan Rio resmi menjalin hubungan. Cleo buru-buru memegang tas penting itu sebelum menghantam lantai.
"iya," jawab Cleo sambil menggeser tas itu ke tengah.
Irma geleng-geleng dan memijat kepalanya. ia takut ini akan terjadi saat Cleo mengatakan ia tertarik pada Rio. melihat tingkah laku aneh Irma, Cleo kebingungan.
"kenapa? dont you happy for me?"
"oh yes I'm happy for you but I'm not happy with what will happen next," Irma memeluk cleo cepat dan langsung melepasnya lagi.
"why? Rio itu tukang nyiksa cewe? pembunuh bayaran?" Cleo menggeleng tidak mengerti.
"no no. ga ada yang salah sama Rio. like i said before, he's good, great," Irma menggeleng cepat.
"lalu kenapa?"
"hati-hati aja pokoknya ya," Irma menepuk pundak cleo dan tersenyum sendu. Cleo hampir mendesak Irma untuk bercerita namun terhalang ketika ada yang ikut pembicaraan mereka.
"hati-hati emangnya kamu mau kemana?"
"Rio," panggil Cleo lembut.
"kamu sudah sarapan? aku bawain nasi uduk buat mama. kita makan bareng?" Rio mengangkat dua buah kotak Tupperware.
"belum. yuk! sini sini," Cleo mengajak Rio duduk dan mencarikan gelas untuk Rio minum.
"mau, Ma?" Rio menunjuk ke arah nasi uduk.
Irma menggeleng. "no thanks, Yo. gue udah sarapan,"
***
"mereka bahkan sarapan pagi bareng hari ini, Cin,"
sebuah pesan lagi dikirim. jika irma tahu, ia akan semakin khawatir.
***
Cleo berjalan dalam gelap, untungnya ia tidak takut, karena sudah hafal betul kompleks ini sejak dia kecil. sambil bersenandung pelan, ia menyusuri jalanan yang sudah mulai sepi, terdengar suara-suara dari dalam rumah, nampaknya keluarga masing-masing sedang berkumpul. Cleo ingat keluarganya sendiri yang selalu mengusahakan untuk berkumpul di rumah saat makan malam. sayangnya, rutinitas itu sekarang jarang terwujud karena Cleo sering pulang malam dan adiknya Julio sibuk dengan kegiatan kampus. namun sekali dalam seminggu Cleo dan keluarganya selalu menyempatkan diri untuk makan malam bersama, mengobrol, menanyakan kabar, berdiskusi. momen itu selalu membuat Cleo bahagia, karena ia masih bisa keep in touch dari hati ke hati dengan orang tua dan adiknya. namun ada satu lagi yang menambah kebahagiaan Cleo. Rio. beda dengan mantan pacarnya yang lain, rasanya ia dan rio akan lebih dari sekedar pacaran.
saking santainya berjalan, Cleo tidak sadar ada motor yang menghampirinya dengan kecepatan cukup tinggi. dalam sekejap, tas yang sedang dijinjing Cleo berpindah tangan. motor itu langsung meluncur menuju kegelapan malam.
Cleo kaget! tapi ia langsung dapat menguasai kagetnya dan berteriak, "jambreetttt!!!" dan berlari mengejar motor itu. orang-orang keluar dari rumah mendengar teriakan Cle. saat mengetahui yang berteriak adalah Cleo, mereka sibuk bertanya, "kemana neng?", "apa yang dicopet?"
dengan gugup dan tidak fokus, Cleo bicara, "tas, ke arah sana, jambret, motor," jawab Cleo. beberapa orang berusaha mengejar dan beberapa yang lain mengajak Cleo untuk pulang ke rumahnya sambil menemani agar Cleo lebih aman. ketika sampai di rumahnya, ayah dan ibunya khawatir mengapa banyak orang mengantar Cleo. saat itu Cleo sudah lebih menguasai diri dan ia bisa berkata dengan jelas. "tadi Cleo dijambret ma, pa. lagi jalan gitu terus tiba-tiba ada yang nyamperin dan tas Cleo diambil."
"dia bawa pisau atau apa gitu? ada yang luka?" mama Cleo duduk di samping putrinya dan memeriksa wajah, lengan, kaki.
"ga ada ma, cuma tas aja yang diambil."
pintu rumah Cleo yang terbuka dan masih ramai tetangga, iba-tiba diketuk. Cleo mengenali orang itu sebagai Pak Ratno, semacam ketua ronda di kompleksnya.
"Neng Cleo, maaf jambretnya gak kekejar neng. ada barang berharga yang ilang?"
Cleo diam, mengingat apa saja isi tasnya. "ga ada yang penting kok pak untungnya. makasih ya. maaf merepotkan."
"Pak Ratno menjawab, "iya neng gapapa. kalau gitu kami pamit dulu ya. ati-ati neng. besok saya ngadain ronda lagi biar aman."
Cleo senyum dan mengangguk. tetangganya berpamitan sehingga hanya ada Cleo dan kedua orang tuanya.
"kebetulan Cleo lupa bawa dompet hari ini dan HP lagi disakuin," Cleo menepuk saku celananya yang membentuk segiempat panjang tanda HP-nya aman di saku celana.
"syukurlah. sekarang kamu istirahat ya nak," ayahnya menepuk pundak Cleo.
***
"lo dijambret? apa aja yang ilang?" Irma terbelalak mendengar penuturan Cleo soal cerita kemarin malam.
"cuma buku agenda, make up, charger, sama buku novel yang lagi gue baca. kebetulan kan gue ga bawa dompet, yang makanya kemarin gue pinjem uang buat makan. sedangkan HP gue ditaro di saku. untungnya sih si jambret itu gak berhenti buat ngambil semua yang gue bawa."
"ya ampun Cle. ngeri banget sih ini. lo harus ati-ati deh. jangan pulang kemaleman. minta Rio anterin lo pulang aja ya," Irma menyentuh tangan Cleo.
"justru, jangan sampai Rio tahu,"
"aku jangan tahu apa Ay?" Rio muncul begitu saja dan berdiri begitu dekat dengan Cleo sehingga Cleo bisa mencium wangi parfum dari tubuh Rio.
"jangan sampe kamu tahu aku lagi diet, nanti gak dibawain sarapan buatan mama kamu lagi," jawab Cleo cepat dan mengedip ke arah Irma.
'oh oke. aku gak tahu. jadi kita bisa tetep sarapan bareng ya," ujar Rio berseri-seri.
"iya, bawa apa hari ini?" balas Cleo dengan tidak kalah berseri-seri.
"bubur ya? mama ga sempet masak jadi aku beli sebelum ke kantor," Rio menaruh bubur yang dibungkus dengan kertas nasi, di meja Cleo. dimulailah rutinitas pagi itu. Irma yang sudah tahu tabiat Cleo. tidak membahas soal kejadian penjambretan itu lagi.
***
"Mbak Cleo, ada paket," OB kantor, Yoyo, mendatangi Cleo sambil membawa satu dus besar. , 3 hari setelah penjambretan.
"wah, ini kayaknya paket dari klien itu deh," Cleo menggumam sendiri. di sampingnya, Irma melongok penasaran. ia diberitahu bahwa salah satu klien Cleo akan mengirimkan ucapan terima kasih setelah proyek mereka rampung.
"gede banget. baik bener klien lo kirim barang segede ini," Irma berdiri di samping meja Cleo, tidak sabar ingin melihat isi paketnya juga.
"ga taunya bungkusnya doang yang gede, isinya kecil," balas Cleo. mereka tertawa bersama.
setelah bungkusnya dibuka dan tersisa tutup dari kotak yang menghalangi mereka dari melihat isi paket itu, Cleo dan irma berpandangan lalu tersenyum. "satu, dua, tiga," kata Irma.
pada hitungan ketiga, Cleo membuka tutup kotak. isinya langsung membuat mereka berdua berteriak. Cleo melompat dan langsung lari menjauhi mejanya. irma mengikuti Cleo sambil menutup mulut. perut Cleo langsung mual. teman-teman divisi Humas langsung menoleh ke arah mereka dengan kebingungan.
"anjir, bangke tikus got!" teriak Vino yang begitu mendengar Cleo berteriak, langsung menghampiri penyebab keributan. vino langsung menutup kembali dus itu dan membawanya pergi. wajahnya terlihat kesal. Cleo memegang perutnya. masih mual. ia berjongkok, berusaha menghilangkan bayangan tikus mati itu dari kepalanya. Irma yang pertama kali pulih dari kaget langsung kembali ke meja Cleo dan mengambil kertas pembungkus paket tadi. Irma membolak-balikkan paket itu tapi tidak ditemukan alamat pengirimnya.
"ga ada alamat pengirimnya Cle,"
Cleo tidak tahu harus berkata apa. ia hanya bisa berkata 3 kata. "jangan beritahu Rio,"
Irma mengangguk lalu memandang tim Humas, "kalian denger kan, jangan beritahu Rio apapun tentang kejadian ini. ayo kerja lagi. anggap ga ada kejadian apa-apa,"
Cleo kembali ke mejanya dipapah oleh Jane yang mengulurkan minyak kayu putih. pelan-pelan, Cleo duduk masih sambil menutup mulut. di sampingnya, Irma berdiri juga dengan mengoleskan kayu putih.
"siapa sih yang ngirim? ga ada kerjaan banget," kata Jane sambil membunyikan tangannya.
Cleo menggeleng. saat itu Vino kembali sambil mengelap tangannya dengan tisu.
"sudah gue minta Yoyo untuk buang jauh-jauh. dia juga gak tau itu dari siapa. ada di Pantry dan ada nama Cleo jadi dia inisiatif anterin. ada tulisannya," Vino diam sejenak. memandang perempuan yang mengelilinginya.
"apa?" perasaan Irma mulai tidak enak.
"stay away from Rio," kata Vino pelan.
Irma menjentikan jarinya, wajahnya betul-betul geram. "bener kan," bisiknya.
"kenapa Ma?" Jane menatap Irma.
"firasat gue mengatakan, lo lagi diancam, Cle," kata Irma. ia menarik kursi dan duduk tepat di sebelah Cleo. "inget waktu lo baru jadian dan gue bilang soal hati-hati?"
Cleo mengangguk, Vino dan Jane mendengarkan.
"itu karena gue denger rumor bahwa setiap cewe yang deket sama Rio, pasti ada aja kejadian anehnya. bahkan sampai ada yang didorong di jalan pas mau nyebrang. untung gapapa."
Vino mengernyit. "Rio gak pernah ngomongin apa-apa soal itu,"
"Ya iyalah Vin. semua itu terjadi tanpa sepengetahuan rio. pokoknya sedikit demia sedikit cewe-cewe jadi ga berani deket sama Rio, deket lebih ya. since Rio bukan player, jadi dia cuek aja ga banyak cewe deket sama dia. gue takutnya hal itu yang sekarang terjadi sama lo, Cle,"
"lo akan kasih tau Rio soal ini kan?" Vino menoleh ke arah Cleo.
"nggak. biarkan Rio gak tau apa-apa. i still can handle this," Cleo mengusap wajahnya lalu mengembangkan senyum di bibirnya. "okay, back to work. one thing for sure, i'm not gonna eat for the next two days."
***
"kamu gapapa kan pulang sendiri?" Rio memegangi tangan Cleo saat mereka berjalan menuju lobi.
Cleo mengeratkan genggamannya di tangan Rio. "aku sudah 2 tahun pulang dari kantor ke rumah dan aku baik-baik saja,"
"maaf aku belum sempet antar kamu pulang, closing," Rio mengangkat bahu. rutinitas Divisi Accounting saat akhir bulan.
"iya aku tahu kok. hati-hati nanti pulangnya ya," Cleo menggoyangkan tangan mereka yang saling bertautan dan menepuknya.
"kamu juga ya, kabari aku...'
"...kalau udah sampai rumah. that's my words, Rio,"
"I know Ay. love you," Rio melepas genggamannya dan mengecup cepat dahi Cleo. cleo melambai dan berbaur dengan karyawan lain yang pulang kantor.
***
"your plan weren't working good on threating her," seseorang bicara di telepon sambil memandang pasangan Cleo dan Rio.
"yeah that damn woman is not easily to break. i guess i'll find something more dangerous," sahut suara di seberang sana.
"well, keep it safe. you just want to keep her away from Rio, remember,"
"i remember. make her too far away from Rio if I could,"
***
"Ay?"
"ya?" Cleo mengangkat telepon tepat di dering pertama begitu tahu siapa yang menelepon.
"apa kabar?" tanya Rio di ujung sana. hari Minggu kemarin Rio berangkat ke Medan untuk dinas luar kota selama seminggu. ini baru hari pertama dan suara Rio sudah terdengar seperti tidak bertemu Cleo setahun.
"aku baik aja kok," Cleo mengikik pelan. "gimana kerjaan kamu?"
"kerjaan baik. aku yang gak baik. kangen banget sama kamu," di ujung sana Rio memandangi foto mereka berdua yang dicetak dan dimasukkan ke dalam dompet.
"sabar ya, minggu depan juga udah pulang. gomong-ngomong pulang, aku juga udah di jalan mau pulang. kamu masih di kantor?"
"masih. ada beberapa dokumen yang masih harus dicek," jawab Rio.
*tut tut tut*
"Yo, batre hapeku udah mau habis. aku pulang dulu ya, nanti di rumah setelah hapenya aku cas, kita ngobrol lagi,"
"iya Ay, take care ya. kabari,"
"i will. take care of you too. miss you,"
"me too,"
***
sejak kejadian penjambretan yang dialami Cleo beberapa minggu lalu, Pak Ratno rajin mengadakan ronda lagi. seperti hari ini pun, jalanan yang asalnya sepi jadi lebih terang benderang dan pos ronda jadi ramai oleh bapak-bapak yang berkumpul.
Cleo bersiul menyanyikan lagu Ariana Grande sambil berjalan. tangannya diayunkan seirama lagu. ia merasa seperti anak TK yang pulang dari sekolah. perasaan Cleo begitu ringan. tiba-tiba entah kenapa Cleo ingin melirik ke belakang dan sebuah mobil meluncur cepat mendekati Cleo. Cleo sudah ingin berlari namun kakinya rasanya kaku. maka Cleo hanya bisa menutupi kepalanya dan berteriak. teriakannya berhenti saat mobil itu menabraknya dan menghempaskannya sejauh 3 meter dan jatuh tepat di depan pagar rumah warga. saat itu juga Cleo langsung hilang kesadaran dan mobil yang menabraknya langsung pergi. teriakan Cleo mengagetkan banyak orang, saat tahu ada kejadian tabrak lari, warga langsung mengejar dengan motor, sebagian memanggil keluarga Cleo, sebagian lagi menelepon ambulans. malam itu, kompleks begitu ramai dan panik.
***
Cleo bangun dan memandangi langit-langit putih polos. beda dengan kamarnya yang dihiasi tulisan motivasi dari Walt Disney favoritnya, "if you can dream it, you can do it." Agar setiap Cleo bangun setelah memimpikan sesuatu, ia termotivasi untuk meraihnya. namun kali ini langit-langit itu polos dan pelan-pelan Cleo bisa merasakan sakit yang menyerang tubuh sebelah kirinya.
"nak," samar-samar terdengar suara mamanya memanggil dan wajah kedua orang tua serta adiknya muncul di dalam jarak pandang Cleo.
"hai," bisik Cleo lemah.
Julio langsung keluar kamar dan memanggil dokter. tidak lama kemudian dokter dan suster tiba lalu mengecek kondisi Cleo. Cleo mendengar ia tinggal menjalani masa pemulihan lalu bisa pulang ke rumah.
"gimana perasaan kamu?" ayahnya mengelus kepala Cleo sambil tersenyum.
"sakit Pa. aku kenapa ya? aku cuma inget ada mobil..."
"kamu jadi korban tabrak lari. beberapa tulang rusuk dan lengan kamu patah dan kepala kamu kena benturan keras. bisa dibilang beruntung karena gak terlalu parah," jelas ayahnya.
"hmm," Cleo menggerakkan badannya dan terasa sakit. tangan kirinya sepertinya digips. "aku pingsan berapa lama Pa?"
"hampir dua hari. sekarang hari Rabu. kamu harus banyak istirahat ya, biar cepat pulih,"
"ya. papa sudah hubungi kantor?"
"mama telepon Irma, karena mama cuma punya nomornya Irma. bilang kalau kamu sakit dan ga bisa masuk sekitar seminggu," kali ini mamanya yang bicara.
"mama gak bilang kan aku sakit apa?"
kedua orang tuanya berpandangan. Cleo tidak pernah mau membagi banyak informasi ke benyak orang. mamanya menggeleng.
"seperti biasa ya Ma," senyum Cleo.
***
hari Jumat Cleo sudah boleh pulang ke rumaah. tangannya masih digipsi, perut dan kepalanya masih diperban. Cleo sebenarnya sudah ingin melepas perban di kepalanya sejak di rumah sakit, tapi dokter berkeras ia masih harus mengenakan perban setidaknya sampai hari sabtu. jadilah Cleo pulang benar-benar seperti orang sakit. begitu sampai di rumah, tetangganya langsung mengunjungi dan memberikan banyak makanan serta ucapan semoga cepat sembuh. Cleo belum bisa banyak bergerak sehingga orang tuanya dan julio yang banyak bertemu para tetangga.
Cleo berbaring di tempat tidur. berpikir bahwa besok Rio pasti akan berusaha datang ke rumahnya. hari pertama saja Rio sudah tidak tahan ingin bertemu Cleo. apalagi ini sudah 5 hari dan HP Cleo mati tanpa Cleo berniat mengecasnya. belum lagi tidak ada satupun orang di kantor yang tahu kabar Cleo selain 'sakit'. Rio pasti panik besar. memikirkan itu, kepala Cleo semakin sakit dan ia memilih tidur.
***
ting tong!
pukul 9 pagi di hari Sabtu. Julio sedang mengenakan sepatu untuk bersiap ke kampus ketika bel rumahnya dibunyikan. ia membuka pinntu dan melihat satu sosok pria dengan wajah cemas dan rambut acak-acakan, berdiri di depannya.
"ini betul rumahnya Cleopatra?" tanyanya.
"iya," jawab Julio bingung.
"Cleonya ada?"
"ada. mau ketemu kakak?"
Rio mengangguk cepat. sudah tidak sabar memastikan bahwa Cleo baik-baik saja.
"saya panggilin dulu. dari siapa?"
"Rio," jawabnya.
"silakan duduk," Rio mengangguk dan Julio berbalik lalu menaiki tangga menuju kamar kakaknya.
"kak," kata Julio sambil mengetuk pintu kamar Cleo.
"masuk Jul," jawab kakaknya dari dalam kamar.
Julio membuka pintu dan mendapati ibunya sedang membantu kakaknya berpakaian. kadang Julio merasa risih melihat kakanya membuka terlalu banyak bagian tubuh bahkan di depan adiknya. tapi lama kelamaan dia cuek saja. 'ga nafsu juga', pikirnya.
"ada tamu," kata Julio dari ambang pintu.
"siapa?' Cleo menoleh pelan. mamanya sedang bantu mengancingkan kemeja Cleo.
"katanya namanya Rio,"
"apa? ma, Ma, buka perban di kepala aku Ma," tangan Cleo serabutan berusaha melepas perban yang masih melilit kepalanya.
"lho kenapa?"
"itu Rio, pacar aku," Cleo diam sejenak. malu karena sudah hampir sebulan pacaran dengan Rio ia belum menceritakan sedikit pun tentang Rio kepada keluarganya. mamanya mengangkat sebelah alis. "i'll tell you the detail later. tapi Rio gak boleh tahu aku kena tabrak lari."
"tapi tangan kamu masih pakai gendongan, kamu mau bilang apa?" mamanya mulai melepaskan perban di kepala Cleo.
"aku bilang aku jatuh di kamar mandi dan tanganku patah. itu aja harusnya gak terlalu bikin panik," setelah perban di kepalanya resmi dilepas, Cleo bergerak terlalu cepat ke depan cermin dan itu langsung membuat kepalanya pusing. Julio langsung memegangi tangan kakaknya.
"jangan gerak terlalu cepet," kata Julio, Cleo mengangguk.
"lukaku gak keliatan kan?" Cleo meyibakkan rambutnya, lukanya tertutup rambut dan jika rambutnya diurai, semuanya tampak normal. "perban di perutku juga gak keliatan kan? wajahku gimana?"
"everything is good. kamu terlihat seperti orang sakit biasa," jawab mama Cleo yang sudah berdiri di samping putrinya.
"oke. aku mau ketemu rio dulu,"
mereka bertiga berjalan beriringan. Julio di depan, Cleo di tengah, mama di belakang. begitu melihat Cleo menuruni tangga, Rio langsung bangkit berdiri.
"Ay," panggilnya. senang sekaligus kaget karena lengan Cleo memakai gandengan. hampir saja Rio berlari dan memeluk Cleo kalau tidak ingat di belakang Cleo ada orang lain, yang kemungkinan besar calon mertuanya--mama Cleo.
"Rio," panggil cleo dengan wajah berseri-seri. ia berjalan secepat yang diijinkan tubuhnya. Rio menghampiri dan menyentuh wajah Cleo, masih dengan panik menghinggapi wajahnya.
"are you okay? kenapa tangannya? kenapa aku gak bisa hubungi kamu seminggu ini?" tanya Rio bertubi-tubi.
"sssh, nanti aku cerita. kenalin dulu, ini Julio adikku, ini mamaku. papa lagi ga ada karena sudah berangkat ke kantor dari pagi. mama, julio, ini Rio, pacarku,"
Rio menghadap Julio dan mama Cleo, bersalaman dan mengangguk dalam. Julio menanggapi dengan dingin dan ia langsung berangkat ke kampus. sementara mama Cleo membalas dengan senyum dan tawaran minum.
"ga usah tante, saya gak haus," jawab Rio gugup.
"es teh manis ma, kalau ada. Rio paling suka minum itu," Cleo mengambil inisiatif.
"mama buat minuman dulu ya, silakan mengobrol,"
Rio mengangguk dan Cleo tersenyum. setelah mama Cleo ada di luar jarak pandang, Rio langsung mencium Cleo, mengekspresikan kerinduan, kekhawatiran, kelegaan, dan rasa cintanya.
"aku boleh duduk?" bisik Cleo setelah Rio melepaskan diri.
"ya," Rio membantu Cleo duduk lalu ikut duduk di sampingnya. "tell me," kata Rio sambil mengelus gendongan Cleo.
"malam itu, setelah sampai rumah, aku mau mandi, tapi aku kepeleset di kamar mandi dan bikin tanganku harus pake gendongan, sempet panas juga jadi lama gak masuk. dan aku gak sempet ngabarin siapa-siapa karena aku mau fokus istirahat. maaf ya," Cleo mengelus pipi Rio dengan tangan kanannya.
Rio bersandar di sofa dan menghela nafas lega./
"aku panik banget karena malam itu kamu gak kunjung hubungi aku dan aku telepon pun gak bisa. besoknya masih gak bisa dan gak bisa. aku telepon kantor, Irma cuma bilang kamu sakit. kalau gak inget kerjaan, saat itu juga aku terbang ke Jakarta,"
"kamu sampai Jakarta jam berapa memangnya?"
"tadi jam 1 dini hari. aku ingin langsung cari rumah kamu setelah dapet alamat dari Irma. tapi gak sopan datengin rumah orang jam segitu, jadi pagi-pagi aku langsung kesini,"
"dan ketemu aku. aku baik-baik saja," Cleo menyunggingkan senyumnya yang lebar.
"jangan bikin aku panik lagi Ay," Rio memandangi Cleo lekat-lekat, Cleo mengangguk.
"ini es teh manisnya. mama masak dulu ya nak kalau kamu butuh apa-apa. Rio nanti ikut makan siang disini kan?"
"eh iya tante, makasih banyak, ga usah repot-repot kok,"
"gak repot sama sekali. panggil 'mama' aja, Nak Rio,"
"iya ma, makasih banyak," Rio tidak menyangka ibunya sudah mau menerimanya begitu, Cleo ikut senang melihat ini.
"tunggu sampai kamu ketemu papa ya," kata Cleo lalu senyum jahil mengembang di wajahnya.
"kayaknya menakutkan," Rio mendadak merinding. Cleo tertawa saja, sebisa lukanya mengijinkan.
***
tadinya Rio ingin menghabiskan hari Sabtu bersama Cleo, untuk membayar rasa rindunya selama seminggu tidak bertemu. tapi mendadak ibunya menyuruhnya pulang untuk membantu mengurusi rumah makan mereka yang sedang ditinggal beberapa pegawai. jadi malam itu cleo gunakan untuk bercerita kepada orang tua dan adiknya mengenai dirinya dan Rio.
hari Minggu ii, rio sudah tiba lagi di depan rumah Cleo dengan jeans dan kaos yang menunjukkan postur tubuh tegap dan perut ratanya. Cleo terkikik melihat setelan Rio begitu santai tapi tetap ganteng.
"pagi ganteng," sapa Cleo saat membukakan pintu untuk Rio.
"pagi my queen. gimana kabar kamu hari ini?" Rio melangkahkan kaki masuk ke rumah dan Cleo menutup pintu.
"much better," jawab Cleo, tangannya bermaksud menggandeng tangan Rio ketika terdengar deham dari depan mereka.
"papa," panggil Cleo. sementara Rio langsung menelan ludah.
"pa, kenalkan, ini Rio yang aku ceritakan tadi. pacarku tapi belum tahu apakah kita akan bergerak lebih jauh atau cuma pacaran aja,"
Rio melirik Cleo, bertanya soal kalimat tersebut melalui tatapan matanya. namun Cleo diam saja dan Rio harus segera memperkenalkan diri kepada ayah Cleo.
"pagi Om, saya Rio," Rio menjulurkan tangan sambil sedikit membungkuk. tapi papa Rio bergeming.
"pagi amat kesininya. mau numpang sarapan?" tanya papa Cleo.
mendengar itu, Cleo menyembunyikan diri di belakang papa dan menutupi tawanya. papanya memang baik tapi sikapnya bisa berubah saat menghadapi pacar Cleo. wajah Rio langsung shock ditanya seperti itu.
"eh, nggak, Om. saya udah sarapan. saya cuma mau..."
"kamu pacarnya Cleo? keliatannya kuat dan sehat, bisa dong bantu om," papa Cleo melirik Rio dari atas hingga ke bawah.
"bantu apa om?" tanya Rio agak khawatir.
papa Cleo memberikan isyarat kepada Rio untuk mengikutinya. Cleo tahu bahwa Rio akan diberi tugas menanam tanaman obat di kebun belakang mereka sekaligus mengecat dinding rooftop rumah. itu pekerjaan yang sudah lama ingin papa dan Julio kerjakan tapi belum sempat. ide untuk mengajak sekaligus menjahili Rio muncul ketika Cleo mengatakan bahwa Rio akan datang lagi.
"udah mulai ospeknya?" mama Cleo muncul di sebelah Cleo dan memandangi rio yang sedang 'dikerjai' suaminya. Cleo mengangguk, masih tertawa kecil. Julio datang menghampiri Rio dan ayahnya. maka dimulailah ospek Rio pada hari itu.
***
"masih pegel?" Cleo memijat pundak Rio setelah mereka selesai sarapan di kantor pagi itu. gendongan Cleo sudah dilepas tapi masih ada perban melilit tangannya sehingga hari ini Cleo mengenakan pakaian lengan panjang.
kemarin Rio pulang dari rumah Cleo pukul 8 malam setelah selesai menanam banyak tanaman, mengecet rumah, membetulkan genteng bocor, memperbaiki arus listrik, dan membersihkan lampu.
"gak sih Ay, cuma shock aja," jawab Rio.
"di rumahku cowo harus gitu lho. papa sama Julio ga pernah melewatkan hari Minggu tanpa benerin rumah. kamu siap?"
Rio mendadak berbalik dan memegang lengan Cleo. "i'm more than ready, Ay," katanya lalu mengecup tangan Cleo.
"good then,"
***
"she's still alive, anyway,'
another text message has been sent.
***
"Yo,"
Rio berbalik ke arah sumber suara.
"yes, Thya?"
"report perjalanan dinas lo diminta sore ini udah ada di meja Pak Imron. tadi dia titip pesan," Cinthya, rekan satu tim Akunting, menghampiri meja Rio dan menjulurkan post it yang dititipkan Pak Imron kepadanya.
"oh oke. gue beresin sekarang kalau gitu," Rio menyahut dan tersenyum pada Cinthya.
"perlu gue bantu gak? kebeneran gue lagi gak banyak kerjaan," Cinthya mencondongkan tubuhnya ke arah Rio sehingga jika Rio berniat untuk melihat ke arah tertentu, dia bisa melihat belahan dada Cinthya terpampang nyata. seluruh kantor sudah tahu keseksian Cinthya dan banyak yang mendekatinya, tapi Cinthya berpikir hanya Rio yang pantas untuknya.
"um, no thanks. gue bisa sendiri kok," Rio meleparkan senyum sekilas ke arah Cinthya, berusaha untuk langsung menatap matanya lalu cepat-cepat memandang PC.
"panggil gue kapan aja kalau lo butuh bantuan ya,'
"yep, pasti," meski sebisa mungkin gue gak akan manggil lo sih, lanjut Rio dalam hati.
"oh iya, kita belum jadi dinner bareng nih. kapan ya Yo?" Cinthya rupanya masih belum menutup obrolan. dinner yang Cinthya maksud adalah balas budi yang Cinthya ingin berikan ketika Rio membantunya mengerjakan laporan akuntansi dari salah satu cabang perusahaan mereka. itu sudah kewajiban rio sebagai Asistant Manager tapi Cinthya memanfaatkan kesempatan itu untuk hal lain.
"er gue belum sempet, nanti gue kabari aja ya," sekali lagi Rio mengangkat kepalanya dari PC namun ia memandang sosok lain selain Cinthya.
"ay?"
Cleo melambai dan mengalihkan pandangannya kepada Cinthya. "Mbak Cinthya?"
"Cinthya aja ga usah pake Mbak," jawabnya ketus.
"Cinthya, aku diminta kasih ini, laporan keuangan Divisi Humas sekaligus rancangan anggaran untuk project berikutnya," Cleo menyerahkan map plastik berisi dokumen dan Cinthya langsung menyambarnya dengan kasar.
"lo yang bakal kerja bareng gue buat project mall launching bulan Maret?" Cinthya mengangkat sebelah alisnya dan mendekap kedua tangan.
"sadly, no. aku cuma antar dokumen aja. aku pamit kembali ke tempatku. makasih Cinthya," Cleo mengangguk ke arah cinthya, senyum yang tadi disunggingkannya mendadak hilang. Cleo melirik sebentar ke arah Rio dan Rio langsung bangkit, mengantar Cleo menaiki lift yang akan membawanya ke lantai 15.
"tumben kamu yang ke tempatku? biasanya gak pernah,"
"aku mau ngegapin kamu lagi kerja," Cleo mengedipkan sebelah mata lalu menepuk pipi kekasihnya. pintu lift terbuka dan Cleo masuk. "happy working."
***
"gue tau siapa yang benci banget sama gue bahkan sampai mau ngebunuh gue," Cleo mengetukkan sendoknya ke meja. Irma yang duduk di hadapannya jadi kaget. belum pernah ia melihat Cleo semarah ini. Cleo yang biasanya polos, kalem, banyak senyum, kali ini begitu berapi-api.
"siapa?"
"Cinthya, anak Akunting. gue ngelakuin sedikit riset soal cewe mana yang pernah dapet anceman karena deket sama Rio, mereka bahkan diancam langsung sama orangnya! beda sama gue yang diancem secara gak langsung. tadi juga gue sengaja ke Akunting buat anter dokumen. disitu gue ketemu sama Cinthya dan keliatan banget dia berusaha PDKT sama Rio dan benci banget sama gue,"
"lo harus punya bukti dulu sebelum nuduh dia berbuat begitu. apalagi yang dia lakukan ke lo itu besar, jadi kalau nuntut balik resikonya juga besar," Irma menasihati.
"gue masih belum nemu bukti sih selain rekaman obrolan gue sama orang-orang. tapi pasti ada jalan," Cleo bertekad.
***
Rio memandangi PC-nya dengan tatapan kosong. pikirannya sedang melayang ke kejadian kemarin, di hari Minggu. ketika siang hari ia melihat Cleo membantu ibunya memasak, kausnya sedikit terangkat saat mengambil sesuatu di rak. saat itu Rio melihat badan Cleo dililiti perban. selain itu, saat malam harinya Rio pamit pulang, ia sempat memeluk Cleo dan mengusap rambutnya. disitu Rio merasa ada yang janggal dengan kepala Cleo dan tangannya bernoda darah. belum lagi alasan Cleo soal jatuh di kamar mandi. kenapa tangannya yang harus digips? belum lagi alasan Cleo mematikan hapenya hampir seminggu. demam biasa seharusnya tidak menghalangi seseorang mengecas hape dan menyalakannya.
ada yang Cleo sembunyikan dariku, pikir Rio. tapi apa?
"Ay," panggil Rio saat Cleo menemaninya makan malam hari itu.
"ya?" Cleo mengangkat kepala dari buku yang sedang dibacanya. suasana restoran cukup tenang sehingga cleo bisa leluasa membaca buku saat Rio makan.
"kamu ga mau panggil aku dengan sebutan khusus?" Rio nyengir.
"kenapa? menurutku Rio bagus kok, aku suka nama Rio. kamu mau dipanggil apa memangnya?"
"apa aja, yang penting manggilnya pake cinta," Cleo tertawa mendengarnya.
"aku gak manggil pun kamu bisa merasakan cinta aku kan? hiih, aku geli ngomong gitu," Cleo bergidik, aneh mendengar dirinya gombal begitu.
"aku juga bisa merasakan kalau ada yang kamu sembunyikan Ay," Rio tersenyum tapi Cleo terdiam.
"maksud kamu?"
"ada yang kamu sembunyikan dari aku ya?" Rio hanya bertanya, bukan menuduh. tapi Cleo yang tahu betul bahwa dia memang menyembunyikan sesuatu, mendadak tidak enak hati.
"nggak, nggak ada. eh kamu udah selesai makan? pulang yuk, ortuku nanti cariin," Cleo buru-buru bangkit dan itu menyakiti perutnya. ia diam tiba-tiba sambil memegangi perut sebelah kiri.
"ada apa?" Rio bangkit.
"nggak ada. yuk," Cleo senyum dan meringis tanpa terlihat oleh Rio. ini yang membuat Rio semakin yakin Cleo menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
Rio menghentikan motornya di depan rumah Cleo dan menunggu Cleo turun sebelum dia juga turun.
"thanks for the ride. hati-hati di jalan ya," Cleo melambai dan bermaksud mendekati Rio untuk mencium pipi Rio namun ia menghindar, hanya tersenyum dan melambai.
"aku kabari kalau sudah sampai rumah," kata Rio. Cleo mengangguk dan masuk ke rumahnya. motor Rio langsung menghilang di kegelapan.
***
Rio mendadak menghentikan motornya, membuka helm, turun, dan langsung menghampiri mobil yang sedari tadi mengikutinya. Rio tahu bahwa mobil ini mengikuti dia sejak keluar daari kantor. sehingga Rio sengaja menyesatkan mobil ini sehingga tidak bisa memutar balik begitu saja saat ketahuan.
"turun lo," Rio sedikit menggebrak kap mobil Honda Jazz merah dan pengemudinya kaget tapi ia tidak punya pilihan.
"lo maunya apa sih, Cinthya?" Rio bertanya dengan nada kesal dan lelah. Cinthya, pada pukul 9 malam, masih bertahan dengan rok mini dan kemeja tipis tanpa tank top.
"gue cuma kebeneran kok lewat sini dan ketemu lo. gue mau nyapa tapi lo masih sama pacar lo jadi gue tungguin sampe lo sendirian," jawabnya santai.
"gue tau lo ngikutin gue dan Cleo sejak dari kantor, bukan cuma tiba-tiba ketemu di jalan," Rio bersidekap dan memandang perempuan di depannya dengan kesal. kalau pria, sudah ia hajar dari tadi.
"jangan ganggu gue dan Cleo," ancam Rio.
"no I won't," Cinthya mengangkat tangan. Rio mundur selangkah dan akan segera berbalik tapi kata-kata Cinthya berikutnya menghentikan langkah Rio.
"lo gak tau kan Cleo habis kecelakaan?"
Rio berbalik. "dia jatuh di kamar mandi,"
Cinthya tertawa, suaranya seperti Cruella De Vil. "itu kan yang dia bilang ke lo. dia ditabrak. tapi dia gak cerita kan? kenapa ya? karena dia gak percaya sama lo sebagai pacarnya. simpel!"
Rio mengernyit dan langsung berbalik, menaiki motornya dan meninggalkan Cinthya yang tersenyum licik.
***
"ga ada delivery sarapan pagi ini?" Irma melirik ke arah Cleo yang sedang meminum susu.
"ga ada Ma. gue ga tau deh, Rio gak angkat telepon dan watsap gue pun ga dibales," Cleo mengambil hapenya dan menyalakan. foto Rio saat tertawa menyambutnya.
"sakit kali doi?"
"kemarin sih baik-baik aja, tapi gak tau kalau tiba-tiba sakit," Cleo memandang Irma, kebingungan.
"coba nanti siang lo telepon dia lagi, mungkin kalau dia sakit, bangunnya agak siang. laki gue sih gitu,"
"iya Ma,"
sekitar pukul 10, Cleo permisi ke toilet dan menelepon Rio. setelah dering ke-4, akhirnya diangkat.
"halo," sapa Rio di ujung sana.
"Yo," panggil Cleo.
"ay," jawabnya.
"kamu sakit? kok ga masuk?"
"iya aku agak ga enak badan nih," balas Rio.
"kamu mau dibawain apa? nanti aku ke rumah kamu ya?"
"ga usah, besok aku udah masuk lagi kok,"
"bener?"
"iya ay,"
"oke. aku bawain kue buat besok ya? mau?"
"ga usah repot-repot ay,"
Cleo diam. kenapa nada bicara Rio kok tidak antusias.
"ya udah, cepet sembuh ya, supaya kita bisa ketemu lagi," nada suara Cleo menjadi lebih ceria.
"iya ay, thanks ya," *klik*
Cleo memandangi teleponnya. kok Rio menutup telepon begitu saja? kenapa ini?
***
Rio berguling ke sebelah kanan. ia tidak sakit. sama sekali tidak sakit. ia hanya perlu berpikir sejenak mengenai apa yang terjadi antara dirinya, Cleo, Cinthya, dan hal-hal yang Cleo sembunyikan. Rio mengambil kunci motor dan langsung melajukan motornya ke kampus di bilangan Depok. tanpa perlu lama mencari, ia sudah menemukan yang dicarinya, sedang berjalan sambil menenteng laptop dan mengobrol dengan seorang perempuan.
"hai Jul," Rio melambai, menghentikan langkah Julio.
Julio menatap Rio sebentar lalu berbalik ke arah rekannya. "Ndah, lo duluan aja, gue ada perlu dulu. titip laptop ya. nyalain aja kalau meetingnya udah mulai. Erwin tau password gue kok."
"oke kak," sahut adik kelas Julio yang sepertinya bernama Indah itu.
"ada perlu apa Kak sampai jauh-jauh ke Depok?"
"bisa ngobrol bentar gak?" rio menunjuk bangku batu yang tersedia di dekat mereka. Julio mengangguk dan mereka duduk.
"gue mau tanya. sebenernya selama seminggu dulu itu, Cleo sakit apa?"
raut muka Julio yang tadinya datar mendadak jadi sedikit terkesiap tapi langsung berubah datar lagi. "Kak Cleo bilang apa?"
"dia jatuh di kamar mandi, tapi..."
"ya udah berarti memang begitu kenyataannya," jawab Julio kalem.
"masalahnya, gue gak percaya. gue yakin ada yang disembunyikan dari gue,"
"sama pacar sendiri gak percaya?" tanya Julio.
"bukan gitu. gue mau percaya Cleo, tapi gue melihat sendiri bahwa ada perban di badan Cleo selain di lengannya, dan di kepalanya juga ada luka. jatuh dari kamar mandi gak akan begitu,"
Julio membuka mulut tapi Rio melanjutkan. maka Julio menutup mulutnya lagi. "gue mau serius sama Cleo, gue mau menikahi dia. gue ingin memahami dia tapi gue juga mau kita saling terbuka dan ngadepin apapun bareng-bareng."
Julio menunduk, lalu menatap Rio langsung di mata. sorot matanya lebih keras, seakan ingin meyakinkan bahwa pria di depannya pantas untuk kakak satu-satunya. "kakak gue itu gak suka bikin orang lain khawatir. dia mungkin banyak menyimpan segala sesuatunya sendiri selama dia yakin bisa menyelesaikan semua masalahnya sendiri. lo harus bisa menghargai betapa kuatnya kakak gue tapi gue harap lo juga bisa jadi lebih kuat dari dia. kalau lo mau tau rahasia dia, lo harus memastikan diri lo gak akan bertindak sesuatu yang dia gak suka. misalnya, dia pernah dibully waktu SMP, dilemparin minuman waktu jalan di depan anak kelas 3 cuma karena waktu OSPEK, cowo paling ganteng di kelas 3 pernah ngajak dia kenalan. kakak gak pernah cerita. mama papa pun gak tau karena kakak terlihat begitu bahagia dengan lingkungan barunya. semua baru ketahuan ketika mama dateng sendiri ke sekolah untuk diskusi dengan wali kelas. pas mama bilang ke papa, papa marah besar dan nanya kenapa kakak gak cerita. papa mau datengin sekolah dan ngehukum anak-anak yang ngebully kakak, tapi malah kakak yang balik marah. dia bilang, ini urusannya dan dia sendiri yang bakal nyelesain. lo tau? seminggu kemudian anak-anak yang ngebully dia semuanya dikeluarkan dari sekolah. she will do her own revenge, you know,"
Rio ternganga mendengar cerita Julio.
"sejak saat itu, kakak memastikan bahwa kami, keluarga intinya hanya mendengarkan cerita dia saja. sejauh ini, dia bisa menyelesaikan semuanya sendiri. jadi..."
"jadi ada sesuatu yang dia gak ceritain ke gue karena dia gak mau ikut campur di urusan ini?"
"mendekati begitu," sahut Julio.
Rio menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "gue gak tau apa masalahnya, jadi gue aja bahkan gak tau apakah akan melakukan sesuatu atau gak."
"seharusnya gue gak cerita tapi gue akan kasih tau. selanjutnya terserah lo mau bersikap gimana,"
"okay,"
Julio menceritakan kisah penjambretan yang diaalami Cleo, dilanjutkan dengan insiden paket berisi tikus, dan terakhir ketika Cleo jadi korban tabrak lari.
"jadi dia bukan jatuh dari kamar mandi?"
Julio menggeleng.
"shoot!" Rio bangkit dan menghentakkan kakinya. sungguh Rio kesal sekali mendengar ini. ia kesal karena Cleo tidak bercerita apapun padanya. ia kesal karena ada orang begitu tega melakukan ini semua.
"sekarang tinggal lo mau bertindak apa. kalau ga ada apa-apa lagi, gue pamit kak. ada meeting,"
"yo, thanks Jul,"
***
hari ketika Rio absen adalah Kamis, sehingga Rio memutuskan ia akan memperpanjang cutinya hingga hari Jumat. saat itu juga giliran Cleo yang panas dingin karena Rio irit sekali dalam merespon pertanyaannya. pada hari Jumat malam akhirnya Cleo memutuskan untuk bertanya langsung.
"kamu marah sama aku?" tuntut Cleo melalui telepon.
Rio diam sejenak. "iya,"
Cleo tercengang. hal apa yang ia lakukan hingga membuat Rio marah?
"but, why? did I do something wrong?" Cleo mencengkeram pinggir tempat tidurnya.
"i dont know, Cle," bahkan Rio tidak memanggilnya 'Ay' seperti biasa. "i'll call you later."
sambungan telepon ditutup, Cleo memandang teleponnya dengan tidak percaya. percakapan barusan menyakitkan kepalanya dan Cleo terjatuh di tempat tidur.
***
hari Senin dan Cleo berharap Rio sudah mau bertemu lagi dengannya. namun pagi itu tidak ada Rio membawakannya sarapan. Cleo jadi takut juga untuk menghubungi lebih dulu. jadi ia membiarkan jeda antara dirinya dan Rio walaupun itu menyakitkan hatinya.
Cleo sengaja mendatangi Divisi Accounting untuk membawakan dokumen, hanya agar bisa bertemu Rio. namun saat Rio melihat Cleo hadir, Rio langsung berdiri dan masuk ke ruangan managernya. entah memang ada urusan atau sengaja menghindari Cleo.
"Cinthya," panggil Cleo pada seseorang yang tersenyum melihat dinginnya hubungan Cleo dan Rio. "ada yang mau aku tanyakan, bisa ketemu di ruang meeting nanti sehabiis makan siang?"
"urusan apa ya?' balasnya dengan sebelah alis naik,
"mall launching, aku diminta Putri untuk bantu,"
"oke,"
***
"halo, silakan duduk," Cleo membukakan pintu ruang meeting saat Cinthya tiba. ruang meeting kantor mereka dibuat kedap suara agar tidak terganggu suara dari luar ataupun sebaliknya.
"so?"
"tolong berhenti ganggu hidup saya," kata Cleo tiba-tiba.
Cinthya mengernyit. "sori?"
"saya tahu kamu yang nyuruh orang buat jambret dan nabrak saya. kamu juga yang naruh paket berisi tikus mati untuk dikirimkan ke saya,"
"lo ngomong apa sih? kalau ga penting, gue balik aja," Cinthya bangkit dan akan membuka pintu tapi Cleo menghalanginya.
"saya punya rekaman suara orang-orang yang juga kamu ancam. saya punya screen capture obrolan kamu dengan Icha, isinya report soal saya. yang lebih penting, saya juga punya rekaman suara dengan mereka yang kamu suruh jambret dan tabrak. ketika saya muncul di depan mereka, mereka langsung ngakuin perbuatan mereka. oh yah, paman saya kerja di kepolisian. kalau saya kirim bukti-bukti ini ke dia, kamu bisa langsung kena hukuman untuk banyak tuntutan,"
"plis plis jangan laporin gue ke polisi!" Cinthya mendadak histeris. ia memegang kedua lengan Cleo dan Cleo meringis, lukanya masih belum sembuh benar.
"jadi tolong hentikan apapun niatan kamu ke saya, ataupun ke orang lain. kamu pasti bakal dapet cowo lain yang pantas buat kamu dan akan membalas perasaan kamu. bukan begini caranya mendapatkan hati pria." Cinthya mulai menangis dan terduduk di kuris. "lagipula tanpa disuruh pun Rio menjauh sendiri dariku," kata Cleo pelan.
"so, berhenti mengejar Rio dan berhenti melakukan hal-hal kejam seperti ini. saya gak akan segan-segan kirim semua bukti ini ke polisi kalau sesuatu yang aneh terjadi lagi pada saya,"
"maafin gue, maaf," Cinthya masih menangis sambil menutup kedua wajahnya.
"oke," Cleo menepuk pundak Cinthya lalu membuka pintu dan keluar. saat iu Icha berjalan ke arahnya. saat melihat Cleo, ia langsung berbalik. Cleo tersenyum, pekan kemarin ia berhasil mengetahui bahwa ICha adalah komplotan Cinthya, sejak saat itu ICha tidak berani dekat-dekat Cleo.
Cleo merasa lega dengan selesainya urusan ini. sebenarnya bukti-bukti itu sudah sampai di tangan pamannya. tapi Cleo bilang jangan dulu memproses sebelum ada aba-aba darinya. dan setelah ini, nampaknya bukti itu tidak perlu ditindaklanjuti.
selesai satu urusan, masih ada urusan yang lainnya. Cleo membutuhkan jeda. saat melihat Irma, Cleo langsung memeluk Irma dan menangis. "Cle? tumben lo emosional."
***
"Rio," panggil Cleo saat Rio muncul di tempat parkir motor. Cleo sengaja menunggu di tempat parkir agar Rio mau menemuinya.
Rio pura-pura tidak melihat ke arah Cleo dan masih asyik berkutat dengan headsetnya.
"Rio!" Cleo terus memanggil dan mengejar Rio. di pikirannya hanya ada bicara-dengan-Rio, ia tidak sadar di sekitarnya ada motoryang mondar mandir dan ada satu yang kebingungan. motor itu berjalan mepet ke kanan dimana Cleo berjalan di arah yang sama, ketika semakin mendekat, motor itu bergerak lebih ke kiri untuk menghindari Cleo, tapi Cleo ikut bergeser ke kiri, motor itu berbelok lagi namun tetap saja menabrak Cleo, tepat di bekas lukanya.
"lihat-lihat makanya Mbak!" teriak pengemudi motor itu.
Cleo tidak mendengar, ia hanya berteriak dan jatuh terduduk. tulang rusuk sebelah kanannya sakit lagi. Cleo sudah mau menangis, sakit karena luka dan sakit karena Rio mengacuhkannya. Cleo memegang bekas lukanya dan darah mengucur, rupanya lukanya terbuka lagi. akhirnya Cleo benar-benar menangis.
"Ay!" Rio berjongkok di depan Cleo, terkesima melihat Cleo yang duduk di lantai batu dan tangannya mengeluarkan darah. Cleo mendongak memandang Rio. ia masih menangis."aku antar kamu ke rumah sakit,"
Rio menarik tangan Cleo, berusaha membantunya berdiri tapi Cleo menepis. tanpa banyak bicara, Cleo bangkit berdiri, tangan kanan memegang motor yang terpparkir di dekatnya, sementara tangan kiri menekan lantai untuk menopang ia berdiri. Rio berkali-kali bermaksud memegangi Cleo namun berkali-kali pula Cleo menepis tangan Rio. setelah berhasil berdiri, Cleo berbalik dan berjalan tertatih-tatih keluar dari parkiran. Cleo masih menangis, tangan kirinya masih memegangi luka yang masih mengeluarkan darah. Cleo rasanya sakit hati sekali. kondisinya begitu menyedihkan. memang ia yang membuatnya jadi lebih runyam.
***
"Wen, mobil operasional kantor dipake gak?" Rio menelepon Wendi, sang PIC mobil kantor. matanya masih mengawasi Cleo dari jauh.
"kagak. diiparkir di tempat biasa. kunci di Security,"
"gue pinjem, besok gue balikin. thanks Wen," Rio menutup teleponnya. ia bergegas berlari menuju pos Security, menunjukkan ID Card dan mengambil kunci mobil operasional lalu menyalakan mesin dan menghampiri Cleo yang berjalan sangat pelan. Rio turun dari pintu supir. membuka pintu jok belakang. Cleo memandanginya keheranan.
"ayo," dalam sekejap mata, Rio menggendong Cleo dan mendudukannya di jok belakang, menutup pintu, lalu menjalankan mobil menuju rumah sakit terdekat.
"aku pulang sendiri aja, aku bisa kok." Cleo berusaha menyentuh pintu, menunjukkan bahwa ia benar-benar ingin keluar.
Rio mengerem dan berbalik. wajahnya marah. "berhenti jadi perempuan sok kuat! kamu berdarah dan bahkan jalan pun susah. kamu pikir aku tega biarin kamu begitu?"
teriakan Rio mencengangkan Cleo, membuat Cleo tertekan ke sandaran kursi.
"berhenti bikin aku khawatir, Cleo," Rio menutup mulutnya dan menggebrak setir. Cleo malah menangis lebih keras. "bertahan, kalau perlu, tiduran. aku bakal ajak kamu ke rumah sakit."
Rio membawa Cleo ke IGD dan dia juga menelepon Julio untuk mengabari. rupanya luka Cleo tidak parah, hanya luka lama yang terbuka kembali. setelah lukanya diobati dan perbannya diganti, Cleo boleh pulang. sementara itu Rio menunggu di luar dan menyelesaikan pembayaran.
saat Rio selesai. Cleo sudah duduk di depan IGD. ia sudah tidak menangis tapi raut wajahnya masih sendu. ia mendongak saat mendengar Rio mendekat.
"ayo pulang," Rio mengedikkan kepala ke arah mobil diparkir. Cleo bangkit pelan-pelan dan mereka berjalan beriringan dalam diam.
kali ini Cleo duduk di kursi depan. saat keduanya sudah duduk dengan rapi, Rio bicara.
"kenapa kamu harus menyembunyikan banyak hal dari aku? aku sudah tahu soal kamu dijambret, kamu dikirim paket tikus, kamu tabrak lari dan bukan jatuh di kamar mandi. luka tabrakan itu yang terbuka lagi kan?"
Cleo mengangguk.
"Julio juga bilang bahwa kamu gak mau cerita karena kamu bisa menyelesaikan semuanya sendirian. iya?"
Cleo mengangguk lagi.
"memangnya gak bisa ya kamu cerita aja ke aku? dan kalau kamu mau aku diam, aku akan diam,"
"aku gak mau bikin khawatir,"
"dengan begini kamu bikin aku jauh lebih khawatir, Cleo. ditabrak lari! jeez, itu bukan perkara sepele. nyawa kamu bisa benar-benar melayang. kalau itu sampai terjadi, aku bersumpah bakal nyeret orangnya ke penjara."
Cleo diam saja.
"siapa pelakunya?"
"Cinthya," jawab Cleo.
"cewe itu ya," Rio menggeram.
"aku sudah ketemu dia dan dia gak akan berani ngapa-ngapain lagi,"
"kamu yakin?"
"ya, aku punyarekaman dan bukti-bukti tindak kejahatan dia. kalau aku mau, aku tinggal minta pamanku untuk memprosesnya,"
"oke," sahut Rio. "tapi masalahnya bukan itu! aku mau kamu lebih terbuka lagi denganku,"
Cleo terdiam dan memandangi Rio yang duduk di sebelahnya. Rio sendiri sejak tadi memandangi jalanan. "aku pacarmu kan? aku calon suamimu kan?" saat bicara itu, Cleo melihat semburat kemerahan muncul di pipi Rio. Cleo tersenyum.
"maaf, aku cuma gak mau orang bertindak di luar ijinku."
"oke, jadi kalau kamu kenapa-kenapa, aku mau hajar orangnya pun harus dapet ijinmu dulu?"
"iya,"
"semoga ijinmu ga susah turunnya,"
"kamu tahu aku kan Yo?"
"not much and that's why I want to know you more. so dont hide anything from me again. oke?"
"oke. i'm sorry,"
Cleo mengulurkan tangan dan meraih tangan Rio yang diletakkan di atas setir. kali ini Rio memandang langsung ke arah Cleo.
"oke. come here,"
Cleo bergeser sedikit agar bisa lebih dekat dengan Rio dan Rio langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk mencium Cleo, lagi. sesuatu yang ia yakini tidak akan pernah bosan ia lakukan.
"love you Cleo," bisik Rio.
"love you too, Rio," balas Cleo, sembari memegangi kedua tangan Rio yang melingkari wajahnya.
"marry me?" Rio menyodorkan sebuah kotak bening berisikan cincin.
Cleo menganga, refleks menutup wajahnya. "yes, yes," kata Cleo. tanpa menunggu rio memasangkan cincin, tanpa mempedulikan rasa sakitnya, Cleo menarik Rio ke dalam pelukannya dan menciumnya dengan penuh semangat.
-THE END-
Komentar