Naya dan Rantau: First Meeting
Naya memperhatikan sosok yang duduk 3 kursi di sebelah kirinya. Orang ini orang yang sama dengan yang ditemuinya di bikun tadi. Entah kenapa Naya sulit untuk melupakan sosok ini. Bukan, bukan seperti sinetron yang pemeran utama wanitanya langsung jatuh cinta pada pemeran utama pria dalam sekali pertemuan. Naya memperhatikan orang ini karena ia mengenakan kaos Maroon 5 yang seingat Naya, original dan hanya dijual melalui website resmi Maron 5. Naya suka sekali band asal Amerika itu, beberapa kali Naya sempat ngiler melihat kaus itu web, namun Naya belum sempat untuk membeli kaos idaman dari band kesukaannya. Maklum, sebagai anak kost, keuangan Naya terbatas.
Kali ini Naya sedang menghadiri acara bedah buku yang diselenggarakan oleh lembaga eksekutif tingkat kampus dimana ia menjadi salah seorang pengurusnya. Naya heran karena ternyata orang itu berada di acara yang sama.
Sebuah bunyi singkat menyela pikiran Naya dan membuatnya mengalihkan pandangan pada Fanning. Fanning adalah nama yang Naya berikan pada Blackberry Dakota 9900 miliknya. Pesan singkat melalui Blackberry Messenger dari Tatia, teman satu bidangnya di BEM ini.
"gue mau masuk nih, tapi malu. lo di sebelah mana?" begitu tulis Tatia. Dengan sigap Naya membalas pesan Tatia dan kembali memperhatikan laki-laki-berkaus-Maroon-5. jemarinya sigap mengetik tanpa perlu melihat ke arah keypad.
"di belakang sebelah kanan, pojok," Setelah mengirimkan pesan pada Tatia, Naya meletakkan Fanning ke dalam tas lalu memperhatikan acara bedah buku yang menghadirkan Dewi Lestari ini. Naya membaca hampir semua buku karya Dewi Lestari, favoritnya adalah Filosofi Kopi, selain karena ceritanya lebih beragam, juga karena kopi adalah minuman favorit Naya. gak nyambung? bodo ah. Begitu Naya sering berkilah ketika orang lain menyatakan bahwa Filosofi Kopi tak melulu tentang kopi.
Naya mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk dan melihat Tatia seperti orang kebingungan mencari dirinya. Sedetik kemudian wajah Tatia kembali sumringah setelah melihat ke arah Naya. Melihat temannya itu, Naya ikut tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. Saat itu Tatia dengan lincah menghampiri Naya.
Setidaknya itu yang dikira Naya.
Tatia melompat-lompat lincah dan kemudian duduk di samping laki-laki-berkaus-Maroon-5. Mereka kemudian terlibat dalam pembicaraan seru hingga beberapa kali diingatkan oleh pengunjung lain untuk diam. Rasanya Naya sudah ingin melemparkan sepatunya.
- - -
Dengan langkah berat Naya menghampiri Tatia ketika acara bedah buku itu sudah selesai. Sesungguhnya Naya ingin menghampiri Dee dan meminta foto bersama. Namun rupanya banyak orang yang berpikiran sama dengannya sehingga saat ini Dee sedang sibuk melayani permintaan foto bersama.
Naya mengetuk pelan kepala Tatia dengan buku Perahu Kertas yang sedang dipegangnya. Naya sedang mengulang membaca buku itu karena teman-temannya sedang sibuk membicarakan buku itu lagi. Tatia mengaduh pelan dan menoleh ke arah Naya.
"Duh! Eh, lo, Nay. Sini," Tatia tersenyum lebar dan menepuk tempat duduk di sebelahnya, mempersilakan NAya duduk. Sambil memasang wajah cemberut, Naya duduk di sebelah Tatia dan sekilas melirik lawan bicara Tatia.
Ternyata laki-laki itu tidak jelek, Hidungnya mancung dan kulitnya putih bersih. Wajahnya seakan terus menerus menyunggingkan senyum dan ia berkali-kali tertawa ketika mengobrol dengan Tatia. Bahkan Naya bisa mencium sedikit parfum yang dikenakan olehnya. Rambutnya ikal dan dipotong dengan potongan yang pas membuat ia terlihat seperti Nicholas Saputra berambut pendek, tanpa wajah 'dingin'.
Naya tidak mau terlalu lama memperhatikan 'Nicholas Saputra' itu maka ia mengeluarkan Fanning dari tas dan mulai asik dengan gadget itu.
"Eh, kenalan dulu sini," Tatia tiba-tiba mengacuhkan Naya lagi dan menarik tangan Naya ke arah NicSap. Naya gelagapan dan dengan salah tingkah memasukkan Fanning ke dalam tas lagi.
"Halo, Rantau," NicSap mengulurkan tangan ke arah Naya dan disambut dengan ragu-ragu oleh Naya. Mereka berjabat tangan selama sedetik sambil tidak melepaskan pandangan satu sama lain.
"Nama lo . . ." kata Naya pelan.
"Rantau. Iya, mungkin ortu gue udah tau gue bakal jadi anak rantau," katanya sambil tertawa.
Naya melepaskan jabatan tangan mereka dan sambil masih kebingungan, ia mengucapkan namanya sendiri, "Naya."
Kali ini Naya sedang menghadiri acara bedah buku yang diselenggarakan oleh lembaga eksekutif tingkat kampus dimana ia menjadi salah seorang pengurusnya. Naya heran karena ternyata orang itu berada di acara yang sama.
Sebuah bunyi singkat menyela pikiran Naya dan membuatnya mengalihkan pandangan pada Fanning. Fanning adalah nama yang Naya berikan pada Blackberry Dakota 9900 miliknya. Pesan singkat melalui Blackberry Messenger dari Tatia, teman satu bidangnya di BEM ini.
"gue mau masuk nih, tapi malu. lo di sebelah mana?" begitu tulis Tatia. Dengan sigap Naya membalas pesan Tatia dan kembali memperhatikan laki-laki-berkaus-Maroon-5. jemarinya sigap mengetik tanpa perlu melihat ke arah keypad.
"di belakang sebelah kanan, pojok," Setelah mengirimkan pesan pada Tatia, Naya meletakkan Fanning ke dalam tas lalu memperhatikan acara bedah buku yang menghadirkan Dewi Lestari ini. Naya membaca hampir semua buku karya Dewi Lestari, favoritnya adalah Filosofi Kopi, selain karena ceritanya lebih beragam, juga karena kopi adalah minuman favorit Naya. gak nyambung? bodo ah. Begitu Naya sering berkilah ketika orang lain menyatakan bahwa Filosofi Kopi tak melulu tentang kopi.
Naya mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk dan melihat Tatia seperti orang kebingungan mencari dirinya. Sedetik kemudian wajah Tatia kembali sumringah setelah melihat ke arah Naya. Melihat temannya itu, Naya ikut tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. Saat itu Tatia dengan lincah menghampiri Naya.
Setidaknya itu yang dikira Naya.
Tatia melompat-lompat lincah dan kemudian duduk di samping laki-laki-berkaus-Maroon-5. Mereka kemudian terlibat dalam pembicaraan seru hingga beberapa kali diingatkan oleh pengunjung lain untuk diam. Rasanya Naya sudah ingin melemparkan sepatunya.
- - -
Dengan langkah berat Naya menghampiri Tatia ketika acara bedah buku itu sudah selesai. Sesungguhnya Naya ingin menghampiri Dee dan meminta foto bersama. Namun rupanya banyak orang yang berpikiran sama dengannya sehingga saat ini Dee sedang sibuk melayani permintaan foto bersama.
Naya mengetuk pelan kepala Tatia dengan buku Perahu Kertas yang sedang dipegangnya. Naya sedang mengulang membaca buku itu karena teman-temannya sedang sibuk membicarakan buku itu lagi. Tatia mengaduh pelan dan menoleh ke arah Naya.
"Duh! Eh, lo, Nay. Sini," Tatia tersenyum lebar dan menepuk tempat duduk di sebelahnya, mempersilakan NAya duduk. Sambil memasang wajah cemberut, Naya duduk di sebelah Tatia dan sekilas melirik lawan bicara Tatia.
Ternyata laki-laki itu tidak jelek, Hidungnya mancung dan kulitnya putih bersih. Wajahnya seakan terus menerus menyunggingkan senyum dan ia berkali-kali tertawa ketika mengobrol dengan Tatia. Bahkan Naya bisa mencium sedikit parfum yang dikenakan olehnya. Rambutnya ikal dan dipotong dengan potongan yang pas membuat ia terlihat seperti Nicholas Saputra berambut pendek, tanpa wajah 'dingin'.
Naya tidak mau terlalu lama memperhatikan 'Nicholas Saputra' itu maka ia mengeluarkan Fanning dari tas dan mulai asik dengan gadget itu.
"Eh, kenalan dulu sini," Tatia tiba-tiba mengacuhkan Naya lagi dan menarik tangan Naya ke arah NicSap. Naya gelagapan dan dengan salah tingkah memasukkan Fanning ke dalam tas lagi.
"Halo, Rantau," NicSap mengulurkan tangan ke arah Naya dan disambut dengan ragu-ragu oleh Naya. Mereka berjabat tangan selama sedetik sambil tidak melepaskan pandangan satu sama lain.
"Nama lo . . ." kata Naya pelan.
"Rantau. Iya, mungkin ortu gue udah tau gue bakal jadi anak rantau," katanya sambil tertawa.
Naya melepaskan jabatan tangan mereka dan sambil masih kebingungan, ia mengucapkan namanya sendiri, "Naya."
Komentar