below the surface
"dua-duanya lagi usaha. satu usaha mendekat, yang lain usaha menjauh. bah. apapula ini," Diana mengernyit memandang layar Androidnya lalu melempar gagdet tersebut ke kasur. matanya dialihkan menuju layar TV.
"apa sih?" Natasha--alias Nat--melihat layar Android Dii yang masih menyala lalu tertawa. "lo tersinggung Dii? lo banget soalnya ya?"
Diana cemberut, tangannya dilipat di depan dada. tayangan talkshow yang ditontonnya setiap hari pun seakan tak menarik. ia teringat tweet dari seniornya di kampus.
@mimiooo: dua-duanya lagi usaha. satu usaha mendekat, yang lain usaha menjauh.
tweet itu seakan menampar muka Diana langsung.
"udah sih, seisi dunia juga udah nyuruh lo menyerah tapi lo-nya batu banget," Nat bersuara seakan menanggapi apa yang sedang dipikirkan Dii.
"gue udah mau move on kok. percaya deh," Dii mengambil Androidnya lalu bergerak menuju kasur.
"ah, udah move on tapi itu nama siapa yang paling atas di WhatsApp?" Nat pura-pura melongokkan kepala untuk mengintip Android Dii, yang langsung didekap erat oleh Dii.
"berisik! sana balik ke kamar loooo,"
***
namanya Gilang. jarang orang yang bilang dia ganteng. tapi di mata Diana, dia cowo paling ganteng. juga paling helpful ( kalau yang ini, di mata orang lain juga). beda fakultas tapi sering ikutan acara sosial atau kepanitiaan bareng. Diana kenal Gilang saat kampus mereka punya event tentang penghargaan kepada orang-orang berbakat. kenal begitu saja. dikenalkan teman Diana yang satu fakultas dengan Gilang. ketika pertemuan mereka berikutnya Diana bahkan lupa nama Gilang. namun di kesempatan berikutnya, Diana punya kesempatan lebih lama untuk berkenalan dengan Gilang.
perasaan itu pun muncul. pasca Gilang lagi-lagi begitu helpful dan berkorban untuk Diana. malam-malam baru pulang ke kosan demi membantu Diana menyelesaikan tugas. perjalanan Puncak-Depok demi membantu Diana mempersiapkan presentasi di depan calon sponsor dan siangnya Gilang kembali lagi ke Puncak karena acaranya belum selesai. waktu 15 menit yang begitu berharga di sela-sela kuliah Gilang ketika Gilang melintasi jalanan dari FE ke FISIP demi mendengar curhat Diana tentang ujiannya yang ngalor ngidul (topiknya apa ujiannya apa), dan setelah itu Diana dengar Gilang gak boleh masuk kelas karena telat 5 menit. yang paling membuat Diana takjub adalah ketika Gilang mengantarkan buku agenda Diana ke kosannya. malam itu hujan besar dan sudah pukul 10 malam. Diana baru sadar bahwa buku agendanya tertinggal di mobil Gilang pasca mereka meeting tadi sore bersama tim Acara lainnya. Gilang tahu bahwa Diana menulis seluruh kegiatannya di buku agenda tersebut. maka, meskipun diana sudah memaksa Gilang untuk memegang buku agenda itu dan menyerahkannya besok saja, tapi Gilang memutar balik mobilnya dari perjalanannya menuju Tanah Abang, memarkir mobilnya di pelataran UI, lalu berjalan kaki di tengah hujan menuju tempat kost Diana. saat Gilang sampai di depan tempat kost-nya, Diana cuma bisa bengong melihat Gilang yang basah kuyup, namun tersenyum dan menyodorkan agenda milik Diana yang ia simpan di balik jaketnya.
sejak itulah, Diana merasa bahwa Gilang bukan sekedar teman baginya. dan rasanya Gilang pun menganggapnya begitu.
hari-hari Diana dipenuhi senyuman sejak saat itu. ia selalu merasa bahwa Gilang adalah mood booster-nya. saat-saat berinteraksi dengan Gilang ada momen paling membahagiakan dalam kesehariannya. saat ia sedang merasa down, Diana akan langsung mencari Gilang. senyum sederhana dari Gilang adalah hal yang paling Diana sukai. kata-kata motivasi dari Gilang sanggup membuat baterai Diana tercas penuh hingga seminggu ke depan.
entah apa yang menginspirasi Diana pada hari tersebut. pada suatu siang yang cukup terik di hari Minggu, Diana dan Gilang baru selesai melakukan gladi resik untuk acara mereka yang akan diadakan pada hari Senin. Gilang duduk di samping Diana sambil meneguk air teh dalam kemasan. Diana, seperti biasa, asyik dengan gadgetnya. mereka duduk di halte Fakultas Teknik.
"Gilang," panggil Diana tiba-tiba.
"hmm," sahut Gilang. menutup botol minumannya lalu berpaling pada Diana.
"i would like to say sorry," kata Diana lagi. ekspresinya serius.
Gilang tersedak lalu tertawa. "for what?"
"sorry coz I love you," Diana menelan ludah. ia telah mengeluarkan segenap keberaniannya untuk mengatakan hal tersebut. harap-harap cemas akan reaksi Gilang. sementara itu, Gilang hanya diam. tawanya hilang.
mereka saling diam selama 2 menit sebelum Gilang kemudian mengalihkan pandangannya. "kita balik yuk. lo mau gue anter atau gimana?"
Diana menghela nafas. "gue nebeng lo sampe Stasiun aja deh,"
"ok," sahut Gilang. sepanjang perjalanan, mereka tak berkata apa-apa. Diana mulai berpikir tentang sesuatu.
tiada yang berbeda dari sikap Gilang dan Diana sejak kejadian hari itu. mereka masih sering tertawa bersama. mereka masih sering kesana kemari bersama. Diana masih sering curhat pada Gilang. dan Gilang masih menjadi mood booster Diana.
namun di sisi lain Diana tahu bahwa ada yang tidak beres. ia mulai menduga-duga beberapa hal. Diana juga mulai menarik diri sedikit demi sedikit. meski selalu ada hal yang menariknya kembali.
"aku ini apamu, Gil?" tanya Diana ketika ia dan Gilang pulang dari makan malam bersama di Margo City. teman-teman mereka masih berada di belakang. Diana dan Gilang berjalan lebih dulu.
pertanyaan Diana membuat Gilang berhenti. ia memutar tubuhnya memandang Diana dan tersenyum.
dengan tangan yang dimasukkan ke saku jaket, lengan jaket yang digulung hingga ke siku, dan senyum yang selalu Diana sukai, akhirnya Gilang berkata, "you're my bestfriend, Dii. yuk pulang, udah malam."
Diana terdiam, memaksakan diri untuk tersenyum. afterall, just a friend.
tapi Diana seakan tidak mau menyerah. ia tahu bahwa Gilang hanya menganggapnya sebagai teman, namun Diana merasa masih ada celah untuk dirinya. untuk Diana berusaha sehingga posisinya di mata Gilang bukan hanya sekedar teman dekat. apalagi ketika Diana tahu dari teman dekat Gilang bahwa Gilang belum memikirkan perihal perempuan, jodoh, istri, dan sebangsanya. selagi Gilang mempersiapkan diri, sekaligus Diana mendekatkan diri. jadi ketika Gilang sudah siap, ia menyadari bahwa Diana yang selama ini ada untuknya. setidaknya begitulah pikir Diana.
"ga ada cowo lain Dii?" Nat berkali-kali mengulang pertanyaan ini. Nat tahu, dari cerita-cerita Diana, bagaimana Gilang menganggap Diana.
yang selalu dijawab Diana dengan, "cuma dia yang bisa bikin gue bahagia."
dan Nat juga selalu membalas, "cinta emang gak kenal logika."
untuk kesekian kalinya, hari ini Nat menambahkan kalimatnya. "tau gak, lama-lama gue benci sama Gilang. karena dia, lo bisa diem, manyun, dan bete berhari-hari. cuma karena dia gak bales WhatsApp lo atau cuma karena dia sibuk sama urusannya yang lain. gak masalah lo mau suka sama siapa aja, yang penting lo bahagia. sekarang gue liat lo ga bahagia. makanya gue benci orang yang bikin temen gue kayak gini. jadi mending lo pikirin lagi deh perasaan lo sama si Gilang."
Nat sempat berpikir kata-katanya akan memicu bantahan dari Diana. namun Diana tersenyum. "gue tahu gue bego banget masih mengharap dia. tapi gimana ya Nat, gue berusaha lepas dari dia, dan selalu ada alasan yang bikin gue balik lagi."
Nat mengangkat bahu. "gue doain lo segera nikah sama cowo lain deh."
***
"kenapa sih lo diem mulu daritadi? masakan gue ga enak?" Nat mengambil kotak bekal di hadapan Diana dan mencium baunya. mereka sedang makan siang dengan makanan yang dimasak Nat.
"enak kok," jawab Diana.
"terus?" Nat tidak mengerti.
"gue kepikiran twitnya Kak Mimi deh. jangan-jangan Gilang lagi usaha juga. usaha menjauhi gue," kata Diana sambil menerawang menatap pepohonan.
Nat mengangkat bahu. "bisa jadi. tapi selama ini dia masih baik sama lo kan? yaa frekuensi pengorbanannya emang berkurang sih.."
"gue harus gimana dong Nat?" diana menggoncang lengan Nat
"tau deh. unfollow twitternya?" kata Nat asal
"dia ga punya twitter,"
"delete tuh chat lo sama dia. udah, stop."
"hmm," kata Diana ragu-ragu.
"jangan cari-cari kesempatan ketemu dia lagi! lo masih ada kepanitiaan bareng dia?"
Diana menggeleng
"bagus. fokus sama skripsi aja neng,"
"yeeee,"
***
"Dii?"
Diana mendongak dari laptopnya. Melihat ke sumber suara, ternyata milik seseorang yang sedang berdiri di pintu ruang tamu kamar kost dii yang terbuka lebar. Dii sengaja membuka pintu kostnya agar suasana lebih sejuk karena halaman kostnya dipenuhi pepohonan. ia butuh inspirasi untuk skripsi. mumpung kost-nya juga sedang sepi karena akhir pekan.
"Gilang!" seru Diana kegirangan. "masuk, masuk!"
Gilang mengangguk lalu masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Diana duduk di sebelahnya.
"ada apa?" tanya diana sambil tersenyum. dalam hati ia berharap ada sesuatu yang 'penting' yang akan disampaikan Gilang.
"ini Dii," Gilang mengeluarkan sebuah amplop merah maroon dari balik jaketnya. amplop merah berpita emas dengan tulisan emas berkilau. "dua minggu dari sekarang. gue khusus nganterin undangan ini langsung ke lo. semoga lo bisa datang ya."
Gilang tersenyum dan menyodorkan undangan itu ke hadapan Diana yang terpana.
G & R
"Reva," ujar Diana pelan.
"ya, dia adik kelas gue waktu SMA," jawab Gilang masih tersenyum.
Diana mengangguk. "gue usahain ya, semoga belum ada agenda apa-apa,"
"makasih banyak dii. gue pamit ya. masih ada yang harus diurusi. sampai ketemu," Gilang bangkit berdiri. begitupun Diana, mengantar Gilang hingga tak terlihat lagi. saat Gilang sudah pergi, Diana merosot dan bersandar di pintu. undangan merah maroon bertuliskan G & R alias Gilang & Reva lepas dari tangannya.
"jadi selama gue PDKT sama dia, dia juga lagi berproses menuju pernikahan dengan Reva? dan ga ada orang lain yang tahu? i'm such a fool.." bisik Diana.
Komentar