jangan pernah memulai
"nama kamu April? pasti lahir bulan April ya?" tanya sang interviewer saat memulai percakapan di wawancara untuk pekerjaan pertama April.
pertanyaan itu langsung membuat April melengos. namun ia harus tetap menampilkan imej yang bagus agar bisa diterima di perusahaan consumer goods yang ia sukai ini. maka April tetap memasang senyum di wajahnya dan mencoba untuk bercanda.
"pengennya sih gitu Pak, tapi saya lahir bulan September tuh. hahahha,"
dan sang interviewer tertawa. mungkin merasa aneh bahwa orang yang namanya sama seperti sebuah bulan nyatanya lahir di bulan yang lain.
wawancara mereka berjalan lancar rupanya. lebih banyak tawa dan canda di antara April dan Pak Hanif, salah seorang Marketing Manager. jika wawancara ini lancar, April masih harus melakukan wawancara dengan salah seorang Board of Director.
April menutup kembali pintu ruangan sambil berdoa agar Pak Hanf puas dengan hasil wawancaranya sehingga ia bisa diterima bekerja. Sambil berjalan ke ruang tunggu, April mereview kembali isi wawancara mereka. baik-baik saja sepertinya.
Di sofa, April melihat seseorang duduk dengan wajah tertunduk dan terlihat cemas. April duduk di sebelahnya dan mencoba mengakrabkan diri.
"hai," sapa April
gadis itu mendongak dan menatap April. "wah cantik," pikirnya. rambutnya panjang bergelombang, hidungnya segitiga dan lancip, matanya agak sipit namun bibirnya penuh.
"halo," balas gadis itu.
"mau interview juga?" tanya April sambil tersenyum.
"iya," jawabnya.
"santai aja. interviewnya gak nakutin kok. kita cuma jelasin hal-hal yang pernah kita jalanin. tadi bahkan gw ketawa-ketawa interviewnya. oh iya, gw April btw," April mengulurkan tangan mengajak berkenalan. orang yang disodori tangannya membalas jabatan tangan April dengan mantap untuk ukuran orang yang sedang grogi.
"Elizabeth, tapi lo bisa panggil gw Liz," April mengangguk. "jadi santai aja kan ya? gw grogi banget sebenrnya karena ini perusahaan pertama yang gw lamar setelah gw lulus."
"wah sama dong! ini juga perusahaan pertama gw!" balas April bersemangat. mereka pun terlibat obrolan yang hangat
1 Mei. ini hari pertama April bekerja. ia berhasil diterima sebagai salah seorang staff Organization Development di perusahan consumer goods minuman yang ia cita-citakan. mengenakan rok panjang biru tua dan kemeja biru muda serta high heels 7 senti berwarna hitam dan berpita biru juga membawa tas tangan hitam dengan saputangan biru, April melangkah penuh semangat pagi ini. di lobi, ia sempat bertemu dengan Liz yang juga diterima sebagai staf Finance. mereka akan bekerja di lantai yang berbeda. di hari pertama ini, mereka tidak hentinya saling menyemangati diri sendiri.
"jepit rambut lo bagus deh Pril," kata Liz saat mereka di dalam lift yang berisi banyak orang.
"haha thanks. tapi kalimat lo ga penting deh Liz, saking groginya ya lo?"
dan mereka berdua tertawa. menertawakan kegorgian di hari pertama bekerja.
"eh gw keluar duluan ya. good luck for both of us!" April melangkah keluar lift dan melambai ke Liz.
"yeah!" seru Liz bersemangat
hari itu April dikenalkan kepada seluruh 'penghuni' HRD. ia merasa senang karena lingkungan barunya terasa hangat dan terbuka. semoga ia betah disini!
"April!"
ada yang memanggil namanya. ia buru-buru mencari sumber suara dan melihat Liz berlari-lari kecil ke arahnya sambil tertawa.
"Liz! ada apa?" balas April lalu berdiri menyambut kedatangan Liz.
"gue disuruh ngasih dokumen ke Bu Yanti, Manager Personalia. orangnya yang mana ya?"
"oh. lo jalan lurus terus, kubikel paling ujung itu tempatnya Bu Yanti. kayaknya dia udah dateng deh," kata April sambil mencoba melihat ke arah kubikel Bu Yanti. padahal tidak terlihat juga tempatnya. terhalang tembok.
"oh. eh apa?" tanya Liz.
April berbalik. "lo ga denger kata-kata gw ya?" April tertawa. "pokoknya lo lurus aja sampe lewat tembok itu, kubikel paling ujung itu tempatnya Bu Yanti."
"oke Pril. thanks ya! happy working!"
April mengangkat kedua jempolny bv a dan tersenyum.
"lembur Ap?" April mendongak dari komputernya. mendapati Thomas sedang berdiri memperhatikan. ia sudah membawa tas dan sepertinya siap pulang.
"eh hai. iya nih, gak lembur sih, cuma pulang agak maleman aja, lo mau pulang Tom?"
"yeah, kerjaan gw udah selesai. duluan Ap,"
April mengangguk dan melihat ke sekelilingnya. rupanya tinggal ia saja disitu. April tertawa dan melanjutkan kembali pekerjaannya.
lembur lagi. keempat kalinya dalam dua minggu pertama pekerjaannya. kali ini April bersyukur karena ada 2 orang dari departemen OD yang 'menemani'nya bekerja. tentu karena mereka juga punya hal yang harus dikerjakan. surprisingly, ada seseorang juga yang tiba-tiba membuka laptop di mejanya, mengambil kursi, dan duduk di sebelah April.
"lo mau ngelembur juga?" tembak April langsung.
"semacam," jawab Thomas singkat.
"kok di tempat gue?" April memiringkan kepalanya. Thomas duduk hanya terpisah dua bilik dari bilik April dan ia juga punya PC sendiri. jadi seharusnya untuk lembur mengerjakan tugasnya, ia tidak perlu pindah ke meja April. lagipula meja di sebalah April kosong. ia bisa saja meletakkan laptopnya disana.
"di Training kosong. anak-anak udah pada balik," jawab Thomas singkat.
"oh," April hanya mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya. pun Thomas. ia langsung sibuk mengetik entah apa di suatu file excel berwarna-warni. mungkin rancangan program training baru.
sambil mengetik dan (mencoba) menganalisa, April mengingat-ingat tentang Thomas. ia kenal Thomas di hari pertama ia masuk, sama seperti ia mengenal warga HRD lainnya. pertama kali makan siang bersama rekan HRD, itu juga pertama kali ia makan siang dengan Thomas. orangnya tidak banyak bicara namun bisa terlibat obrolan panjang dengan teman dekatnya. setidaknya dalam satu kali perjalanan menuju warung makan, ada 3 perempuan yang melihat Thomas lebih lama dari waktu yang wajar. "yeah, emang mukanya not bad sih, cuma sipit aja," pikir April.
jam di PC menunjukkan pukul 9 ketika April menyadari bahwa hanya tinggal ia yang lembur di seantero HRD. bahkan ketika melirik ke samping pun Thomas sudah menutup laptop dan nampak sedang asik bermain Subway Surfers.
April meregangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. membuat Thomas mendongak.
"udah selesai?"
April menggeleng, tangannya langsung diletakkan di atas keyboard.
"still so far far far aaaawaaaaay from done," sahut April. bibirnya dikerucutkan. ia mengambil gelas dan meminum hampir setengah isinya.
"ok," kata Thomas.
April menoleh ke arah Thomas yang sudah asyik lagi melompat-lompat di atas kereta.
"lo gak balik? tinggal kita lho disini, lo juga kayaknya udah selesai kerjaannya,"
"gapapa. gw temenin lo biar gak sendirian," jawab Thomas tanpa mengangkat kepalanya dari layar Nexusnya.
"whoa thanks!" seru April sambil nyengir.
mereka keluar dari gedung pukul 10. April lupa meminta voucher taksi untuk mengantarnya ke kosan. namun rupanya Thomas seakan-akan sudah bisa menebak hal itu sehingga ia langsung menarik tangan April ke basement.
"lo yakin mau nganter gw? Depok lho. lo kan rumahnya di...dimana tuh ya?"
"Menteng," jawab Thomas sambil membuka pintu mobilnya.
"nah. itu kan lebih deket dari sini dari pada dari Depok,"
"udah masuk aja," balas Thomas lagi.
April menurut. lho sejak kapan April jadi orang yang penurut seperti ini? biasanya ia akan bertanya sampai minimal 5 kali untuk hal yang tidak sewajarnya. namun sepertinya Thomas ini bisa membuat orang diam dan menuruti kata-katanya.
setelah selesai memberi petunjuk kepada Thomas dengan jelas, April diserang kantuk. pun diantara mereka hanya ada lagu jazz dari sebuah radio ibu kota. akibatnya April tertidur dan membiarkan Thomas menyetir sendirian.
April membuka mata dan melihat pagar kosnya di sebelah kiri. "oh udah sampai ya?" April melihat arlojinya dan terbelalak, "jam setengah 12?! Oh My God! kita sampai jam berapa disini?"
"jam 11," jawab Thomas. ia menaruh Nexusnya di dashboard dan bersandar ke jendela pengemudi.
"ya ampun. gw tidur di mobil lo setengah jam dan lo gak bangunin gw?"
April buru-buru merapikan barangnya dan membuka pintu mobil. Thomas juga melakukan hal yang sama. ia berdiri di samping April sambil bersandar di mobil ketika April membuka gembok kosannya. setelah berhasil, April menoleh. "thanks udah nganterin gw ya. maaf banget ampe jadi malem begini. lo hati-hati pulangnya,"
Thomas mengangguk namun tidak bergerak sedikitpun. April memasuki pintu kecil menuju ruang tamu kosannya. saat ia berbalik, Thomas masih di tempatnya, memperhatikan.
"lo kok jadi sering ke lantai gw, Liz?!" April memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri.
"yee, itu mah lo aja yang GR. gw emang lagi banyak butuh kesini kok," lalu Liz terkikik malu-malu. khas cewe deh kalau depan gebetan. eh, wait. April mengikuti arah pandang Liz yang sedetik lalu masih dilihat Liz. April berdiri sedikit dan kemudian mengerti.
"jadi dia.. namanya Thomas, jabatan Section Head, udah setahun kerja disini,"
Liz kaget. "lo kok tau siapa yang gw liatin?"
April tertawa. "abisan yang emang kira-kira cocok ama selera lo cuma dia doang disini."
mereka tertawa berdua. membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka.
"gw bakal sering-sering kesini deh," kata Liz sambil tertawa lebar.
"yoo, welcome!" seru April sambil tertawa lagi.
mungkin karena ritme kerja yang keras dan sedikit berbeda di kebiasaannya, April jatuh sakit. ia terpaksa pulang ke rumahnya di Bandung dan absen di hari Jumat. kata dokter, ia kecapekan. April mengakui bahwa ia sering pulang malam dan tidak memperhatikan makan. akhirnya ia terkapar di kasurnya. kasur rumah dan bukan kosnya. namun ia bersyukur, kalau tidak diingatkan begini mungkin ia tidak akan menyadari ada yang salah.
hari ini hari Sabtu pagi. setelah mandi dan sarapan bubur, April tidur-tiduran di sofa depan TV. di sampingnya ada keponakannya, Janna (7 tahun), yang sedang bermain dengan Gani, adiknya (2 tahun). ada suara ketukan di pintu . April mendongak, Janna langsung berlari menuju pintu, ibunya keluar dari dapur dan ikut menghampiri pintu. April kembali rebahan di sofa seenaknya. toh siapapun tamu itu, tidak akan bisa melihat posenya sekarang karena dari pintu menuju ruang TV terhalang ruang tamu.
"tan, ada temennya," ujar Janna.
"siapa Jan?" April bangun. Janna menggelang. "cowo, lagi ngobrol sama ibu,"
Ibu adalah panggilan Janna untuk neneknya, alias ibu April. April menyingkirkan pashmina yang selama ini ia pakai untuk menghangatkan diri, merapikan hot pantas yang ia pakai kalau di rumah dan kaus longgar namun masih bisa menunjukkan lekukan tubuhnya, lalu mengikat ulang rambut panjangnya, menepuk-nepuk pipinya sekilas agar lebih fresh, juga sedikit memijat keningnya yang sebenarnya masih pusing.
di ruang tamu, April hampir melompat kaget karena ia melihat ibunya sedang mengobrol dengan Thomas.
"lho?" seru April.
mereka berdua menoleh ke arah April. "ibu ke belakang dulu ya, ini Aprilnya udah datang," Thomas mengangguk dan tersenyum. "mama bikinin minum dulu ya," April mengangguk dan duduk di tempat ibunya tadi duduk. mengangkat kedua kakinya ke kursi dan duduk sambil memeluk lutut.
"kok bisa kesini?" tanya April.
"katanya lo sakit makanya kemarin gak masuk,"
"iya emang. kata dokternya kecapekan. kok tahu rumah gw?"
"tinggal tanya alamatnya ke temen-temen lo,"
"wow," sahut April. masih kaget.
"gue gak bawa apa-apa. tadi subuh langsung cabut kesini jadi gak sempet beli apa-apa,"
"gak masalah. gw udah mendingan juga kok."
"kata dokter apa?"
"makan gak bener, disuruh minum vitamin," jawab April sambil mengangkat bahu. di saat yang sama, ibunya datang membawa dua cangkir teh.
"duduk yang bener, Pril," kata ibunya. April cengengesan.
"makasih tante," kata Thomas dan langsung mngambil cangkir teh yang masih panas.
"haus Mas?" tanya April iseng.
"mayan mbak, perjalanan Bandung Jakarta hampir tiga jam pas weekend,"
April tertawa.
"balik ke Jakarta kapan?"
"belum tau, mungkin Senin subuh dari sini,"
"gak mepet tuh? mau bareng gw?"
"hehe gak usah. gw mau lama-lamain waktu di rumah, insyaa Allah nanti subuh dari sini sampai di kantor pas kok,"
"masih cuma berani ngeliatin?" tanya April pada Liz. mereka sedang makan siang di meja April. beberapa kali Liz melihat ke arah Thomas yang masih asyik bekerja padahal sudah waktunya makan siang.
"gitu deh Pril. mau kenalan juga gak tau gimana caranya," sahut Liz sedih.
"hmm, lo pura-pura ngajuin training buat orang finance aja, hubungi ke dia,"
"wah bisa juga tuh! sukur-sukur kalau beneran bisa jadi training ya, berarti gw bisa lama-lama ama dia,"
"bisa bisa. you dont know if you dont try it kan?"
"pinter lo Pril."
"gueeeee," sahut April sambil membusungkan dada.
"eh kemarin ada yang nanyain lo ke gw," kata Liz. namun matanya masih terus menatap ke arah Thomas.
"lo ngomong ama gw apa ama siapa sih?"
Liz mengalihkan pandangannya ke arah April. "lo tau Chandra? yang duduk di bilik sebelah gw? kemarin kan lo ke meja gw tuh, abis itu dia nanyain lo siapa, single apa gak,"
April tertawa. "bilangin, gw in a relationship with...my job!"
"gila lo," dan mereka berdua tertawa.
"HRD dengan April ada yang bisa dibantu?!" jawab April semanis mungkin ketika teleponnya berbunyi.
"lo udah bantu gw Pril! nanti siang gw mau lunch sama Thomas! kyaaaa," seru Liz di seberang sana. suaranya terdengar bersemangat tapi ditahan agar tidak terdengar orang lain.
"wooooow, gimana tuh ceritanya?" tanya April bersemangat. ia menutup gagang telepon agar tidak terdengar orang lain juga.
"gw udah ngajuin training seperti yang lo bilang. kebeneran atasan gw juga emang pengen ngasih training tentang financing gitu, jadi gw minta ke Thomas dan dia ngajakin buat ketemu langsung, meeting aja, tapi gw bilang gimana kalau sambil lunch, terus dia mau,"
April tertawa sampai mengetuk-ngetuk meja. "gile lo ye. bisa aja ngajak dia lunch. modus banget sih mau ngomongin training,"
"gueeee gitu lho. improvisasi neng. eh gw siap-siap dulu ya. wish us luck!"
"wish you luck!" sahut April dan menutup telepon. tepat saat Thomas melintas di depan mejanya.
"best of luck for you, Liz," bisik April.
malam itu Liz mengabari April bahwa rencana trainingnya gagal karena dianggap belum terlalu dibutuhkan. pun kalau bisa dijalankan, itu bukan bagian Thomas karena yang mengurusi hal itu adalah rekannya yang lain. namun Liz tetap senang karena bisa mengobrol lama dengan Thomas dan bahkan bertukar nomor HP dan PIN BBM!
April tersenyum-senyum saja.
"jadi mau nonton apa nih?" seru Ivone saat April, Ivone, Thomas, Sinta, Revan, dan Windy berada di blitzmegaplex Grand Indonesia. bersiap untuk menonton midnight show after office hour.
April memandang deretan poster yang menampilkan film yang diputar saat ini.
"The Amazing Spiderman aja," jawab Sinta bersemangat.
"yakin? katanya tadi mau nonton Johnny Depp," balas Windy.
"gak jadi deh. kayaknya nonton film superhero lebih hype dan lebih keren buat di-update di Path," jawab Sinta sambil menggoyangkan iPhone-nya.
"Oke. Spiderman ya. yang lain?" tanya Ivone memandang mereka semua satu per satu.
"oke," jawab April, Revan, Windy. sementara Thomas hanya mengangguk.
pukul 21.45 mereka memasuki studio dengan segambreng popcorn dan soda. April berjalan paling belakang bersama Thomas mengingat tadi mereka sudah bersepakat mengenai tempat duduk dan April serta Thomas mendapat posisi paling ujung. sehingga kedua orang itu merasa tidak perlu untuk terburu-buru.
film dimulai. kalau boleh jujur, April lebih menyukai Iron Man daripada Spiderman karena kemajuan teknologi lebih memungkinkan untuk seseorang memiliki kekuatan super daripada mutasi genetik. namun April tetap mengupdate status di Path-nya dan mengunyah popcorn sambil menikmati Andrew Garfield dan Emma Stone. sebenarnya adegan-adegannya cukup membuat penonton susah melepaskan pandangan, namun entah kenapa April begitu mengantuk dan akhirnya ia tertidur. kepalanya terkulai ke sisi kiri, ke pundak Thomas. Windy yang ada di sebelah kanan April sempet melirik dan terkikik namun tidak berkomentar apa-apa. Saat kepala April menyentuh pundaknya, Thomas sempat kaget. rupanya April tertidur. Thomas membiarkan saja April berada di pundaknya, namun semakin lama rupanya Thomas 'terganggu' dengan April yang dengan polosnya bersandar di pundaknya. perlahan, Thomas mengabaikan Emma Stone dan makin memperhatikan gadis di sebelahnya, melihat bulu mata yang terlapisi maskara yang sedang terpejam karena pemiliknya sedang melayang ke negeri di awan. Thomas semakin mencondongkan tubuhnya dan kemudian, setelah mengumpulkan segenap keberanian dan keyakinan tidak akan ada yang melihat, ia mendaratkan kecupan di bibir April.
April, merasa ia seharusnya tidak tidur di dalam bioskop yang sedang menayangkan film box office seperti Spiderman ini. tapi ia begitu mengantuk karena malam sebelumnya tidur larut. tanpa bisa dicegah, April membiarkan dirinya tertidur dan bersandar ke pria di sebelahnya. namun April masih bisa sedikit mendengar dialog dan efek suara yang ditampilkan. saat rasanya ia sudah lama tertidur, ada yang bergerak di sampingnya. April pelan-pelan membuka mata tepat di saat Thomas menciumnya dengan lembut. April langsung menutup matanya lagi dan berakting tertidur. ia anggap ini semua hanya mimpi.
Windy memperhatikan adegan di sebelahnya sambil bengong. ia bahkan tahu bahwa April tidak tertidur saat Thomas menciumnya. namun Windy langsung mengubur ingatannya itu, biarkan itu menjadi rahasia saja. meski diam-diam Windy ikut senang karena si kaku itu akhirnya berani untuk menyerahkan hatinya pada seorang perempuan.
hari hari berlalu dan April masih menganggap tidak ada kejadian apa-apa saat midnight show hari itu. Thomas mengantarnya pulang dan menunggu April hingga masuk ke kosan. seperti biasa. dan seperti biasa pula April mengerjakan tugasnya, makan siang, lembur, pulang, sedikit berbelanja (dengan Thomas yang tiba-tiba muncul dan menawari menemani). begitupun dia, bekerja, berolahraga, menemani April, beristirahat di rumah. keduanya tidak ada yang membahas kejadian di bioskop ataupun hal-hal menjurus kesana.
di satu sisi, April masih mendengar cerita Liz yang semakin sering bertemu pula dengan Thomas. entah berapa kali April mendengar berita Liz makan siang bersama dengan thomas, kadang berdua kadang bersama orang-orang lainnya. April tidak mau membahas ataupun menebak kenapa dirinya, Thomas, dan Liz seakan bermain petak umpet yang berbahaya. April hanya menanamkan pikiran dalam dirinya bahwa ia harus fokus ke pekerjaannya, mengejar karier, dan bahwa Thomas sebaiknya bersama Liz saja.
malam itu April berkutat dengan berbagai permintaan analisa yang baru diberikan atasannya pada sore hari. mau tdak mau ia harus pulang lebih malam. setelah menyediakan berbagai amunisi, kopi, permen, snack, susu, dan setelah menyelesaikan shalat Maghrib, April menggulung lengan kemejanya dan mulai bekerja. sekitar pukul 7, Thomas menghampirinya dan menaruh laptopnya di meja April. seperti biasa,
"lembur kan?" tanyanya.
April mengangguk. Thomas menarik kursi dan duduk di sebelah April. juga seperti biasa. April menatap PC dan tiba-tiba muncul pesan instan. dari Liz.
"Pril, lembur juga lo?"
"yoi Liz. lo juga?"
"iya nih. tapi di sekitar gw udah sepi. gw lembur sama lo ya. gw turun 5 menit lagi,"
daaaan offline.
April langsung panik. Liz akan kesini dalam 5 menit. ia tidak boleh melihat ada Thomas sedang duduk di sebalah April.
"Thomas, lo gak bisa duduk disini. pindah. pindah," April berdiri dan menutup laptop Thomas padahal laptop itu sedang dalam proses menyala. April memasukkan laptop itu ke dalam tas lalu membawa tas laptop dan barang-barang Thomas ke mejanya kembali. sementara Thomas hanya berdiri dari kursinya dan menatap April dengan bingung.
"temen gw mau lembur bareng gw dan lo gak boleh ada disini. ayo, lo lembur di tempat lo aja," April menarik tangan Thomas menuju meja Thomas dan ia tidak melawan sedikitpun. setelah Thomas berada di mejanya, April buru-buru kembali ke tempatnya sendiri, mengembalikan kursi yang biasa diduduki Thomas ke tempatnya. tepat saat Liz muncul.
"hai!" seru Liz.
April melompat kaget. "hai!" seru April lebih kencang dari biasanya. "untung saja" ujar April dalam hati.
"si dia lembur juga?" bisik Liz.
April mengangguk. "yuk ah, biar cepet pulang."
Liz pulang menaiki motor. April sementara itu menolak tawaran dari Liz dan berkeras pulang menggunakan kereta. mereka berpisah di lobby. April sedang berjalan menuju luar ketika seseorang meraih tangannya.
"ayo gw antar pulang," kata Thomas. dengan nada datarnya yang khas.
April menarik tangannya pelan. kali ini ia berusaha untuk lepas dari 'sihir' Thomas yang membuatnya tidak bisa menolak satupun kata-kata Thomas.
April tersenyum saat berkata, "gak usah, gw naik kereta aja. masih bisa kekejar kok yang jam setengah 10,"
"masih harus naik kopaja dulu kan? gak aman. gw antar,"
"beneran. gak usah. i'll be fine. gw bisa teriak dan tendang-tendang kalau ada yang macem-macem," April berusaha nyengir.
Thomas menghela nafas dan memandang ke arah tangga menuju basement.
"karena Liz kan?"
"hah? apa?"
"lo gak mau gw antar?!"
April tersentak. "nggak kok. gw gak enak aja sering dianter pulang sama lo padahal ntar lo jauh banget dari Depok ke Menteng. udah malem pula. kan lo perlu istirahat juga,"
Thomas menggeleng. "I love you Pril. bahkan untuk nganter lo Jakarta Bandung setiap hari pun gw bersedia."
April kaget. "keucap juga kan," bisik April dalam hati.
"haha haha. udah malem jangan bercanda Tom. oke gue pulang duluan ya," dan April langsung berbalik menjauh. lagi-lagi Thomas mencegat jalannya. berdiri menjulang di depan April.
"i'm not kidding,"
"i'm not in the mood to talk about this Tom. i'm tired and i need to sleep. will you please allow me to go home?"
"i'll take care of you while you are sleeping,"
"no need of you to do that. i'll be fine using commuter line. key?" April tersenyum dan bergeser ke kanan.
"dont you mind my words? dont you forget what I said less than 5 minutes before?!"
April terdiam, lalu berbalik,menatap Thomas langsung ke mata, mulai risih karena satpam memperhatikan mereka dan mungkin mendengar setiap kata yang mereka ucapkan.
"kamu Kristen dan saya Islam, Tom. kayaknya itu aja udah cukup jadi alasan buat melupakan kata-kata kamu tadi,"
April berbalik dan langsung berjalan cepat.
April bersiap untuk melakukan jogging bersama Quinsha, teman sekampusnya yang juga tinggal satu kosan bersama dia. berbekal iphone dengan lagu-lagu favorit, uang secukupnya di celana pendek, rambut yang sudah diikat, kaos yang nyaman dipakai, plus sepatu keds milik ayahnya, April keluar dari kosan pukul setengah 6 dan langsung kaget melihat mobil Toyota Vios Silver berada di depan pagar rumah kosnya. pemiliknya masih di balik kemudi dan langsung keluar saat melihat tanda-tanda kemunculan April.
"duluan aja Quin, ntar gw Whatsapp kalau udah selesai urusan," Quinsha memperhatikan April dan si pemilik Vios itu dan berlalu.
"pagi banget udah sampai disini. nginep ya?" tanya April sambil tersenyum.
Thomas mengangkat bahu.
"mau ikut jogging?" tanya April tapi kemudian sangsi karena Thomas mengenakan polo shirt coklat, jeans, dan sepatu Converse. simpel untuk setelah di hari Sabtu.
Thomas menggeleng.
"lalu?"
"kemarin..." Thomas mulai bicara dan April langsung mengangkat tangannya, menyuruh Thomas diam.
"kemarin gw lembur sama Liz kemudian gw pulang naik Commuter Line. gak ada apa-apa yang terjadi diantara kedua hal itu. kemudian gw sampai di kosan dan gw tidur, gw bangun dan siap-siap buat jogging lalu tiba-tiba ada lo disini. gak ada kejadian apa-apa kemarin," April sungguh tidak mau membahas kejadian kemarin, terutama di bagian dimana Thomas menyatakan perasaannya."Liz is much better for you than me, Tom. kalian 'sama'. oke gw jogging dulu ya. bye!" dan April pun berlari meninggalkan Thomas sebelum pria itu bisa berkata apapun.
kejadian-kejadian yang berusaha April lupakan nyatanya semakin mewujud di pikirannya. saat Thomas memilih untuk menemaninya lembur, mengantarnya hingga ia masuk, memilih duduk di sebelahnya alih-alih di meja lain yang kosong, menjenguknya hingga ke Bandung, menciumnya saat di bioskop, juga setangkai bunga mawar putih yang ada di mejanya saat hari pertama ia masuk kerja lagi setelah sakit. April berkali-kali menegaskan bahwa Thomas melakukan itu hanya karena ia baik pada semua orang. lagipula April tidak mau memiliki hubungan lebih dengan Thomas karena Liz. dan karena perbedaan keyakinan diantara mereka. Liz jauh lebih baik untuk Thomas. Liz pintar dan baik, mereka juga seiman. namun kenapa Thomas lebih memilihnya?
April menutup binder yang dipakainya untuk mencatat dan keluar ruangan meeting. selama satu jam di dalam ruangan meeting, ia hanya mencatat seperlunya. pikirannya lebih tertuju pada Thomas. April menghela nafas dan berjalan cepat menuju mejanya.
Di sana sudah ada Liz menunggu sambil memainkan pajangan Doraemon yang disimpan April. "hai Liz," seru April.
"hai Pril. guess what?"
"what?" tanya April sambil duduk di kursinya.
"gw bakal ngedate sama Thomas! entah nanti malam atau besok," seru Liz senang. volume suaranya ditahan agar Windy, Sera, dan Prita, rekan sedepartemen OD April tidak bisa mendengar.
"whoa whoa. gimana ceritanya tuh?"
"gw sama dia BBM-an kemarin. gw bilang film-film bagus di bioskop dan gw belom sempet nonton. gw iseng aja ajakin dia nonton terus dia bilang mau. tapi belom pasti karena bisa aja ada kerjaan dadakan,"
"nice info gan! gw kasih cendol ya?" kata April sambil tertawa.
"haha doain aja ya Pril. semoga ini awal yang bagus. udah deh gw cuma mau bilang itu doang. bye, April,"
April melambai. "iya, Liz, semoga ini jadi awal yang baik."
dan April terus mendengar cerita Liz di hari-hari berikutnya. Thomas mengantar Liz pulang, Thomas mengantar Liz berbelanja, Thomas menamani Liz fitness dan nyalon (hey?), Thomas makan siang dengan Liz, Thomas ini Thomas itu Thomas lalalala. April selalu mendengarnya sambil tersenyum. menganggap bahwa akhirnya Thomas berpaling dari dirinya.Sementara itu, APril dan Thomas kembali menjalani hubungan seperti dua orang dalam satu lingkungan kerja. bertegur sapa seperlunya, makan siang seperlunya, dan Thomas juga tidak pernah menemaninya le,bur lagi. karena April selalu berusaha pulang tepat waktu.
"tapi gak pernah sekalipun dia yang ngajak gw keluar duluan, Pril," kata Liz saat mereka di Carrefour. berbelanja bulanan.
"oh yah?" tanya April sambil lalu. masih bingung menentukan lipstick warna apa yang akan menjadi trademarknya bulan September ini, bulannya.
"yeah. pasti selalu gw yang ngajak keluar duluan. dia sebenernya gimana ya ke gw?"
April berbalik memandang Liz. tangan kanannya memegang lipstick warna merah menyala dan tangan kirinya diulurkan ke pundak Liz. wajahnya diseriuskan seperti seorang polisi. "dont guess, kid. ask!"
Liz tertawa. "sumpah ya ekspresi lo menjijikan banget!" April ikut tertawa. "iya nanti gw tanya deh."
"Pril, lo bisa ke KFC Lenteng Agung gak?"
April mengucek-ngucek matanya. jam berapa ini? setengah 12 malam! wow.
"hai Liz. ke KFC Lenteng? sekarang?"
"iya," jawab Liz di telepon. April merasa ada yang tidak beres.
"gue ganti baju dulu dan langsung kesana. wait,"
April langsung bangkit dari tempat tidur dan mencuci muka, memlih baju yang pertama dilihatnya, menyisir sekilas rambutnya. semoga tidak ada yang kaget melihatnya, rambut panjangnya dibiarkan tergerai dan ini malam Jumat. April sendiri deg-degan karena jam segini ia baru keluar dan bukannya pulang. berdoa dalam hati semoga angkot yang dinaikinya aman-aman saja. sepanjang jalan membaca Ayat Kursi, turun di depan KFC, menyebrangi rel, dan akhirnya mendapati Liz duduk di sofa pojok KFC Coffee. ia menatap ke jendela, tas dan kopinya dibiarkan begitu saja.
pukul 12 lewat 5 menit April duduk di samping Liz.
"Liz?" panggil April.
Liz menoleh. "gue kira kunti, rambut panjang dan baju putih," kata Liz sendu tapi tersenyum.
April melihat dandanannya. kaus putih dan celana jeans ini yang pertama ia lihat. bahkan April lupa membawa jaket. padahal kFC Coffee ini dinginnya luar biasa.
"iya gw emang nyeremin sih. untung masih ada angkot yang mau ngangkut," April tertawa. "ada apa?"
"gue tadi jalan sama Thomas ke Margo City. katanya dia pengen coba jalan ke arah Depok daripada Jakarta. sampai disana sekitar jam setengah 8 dan kita langsung beli tiket buat nonton. sambil nunggu, kita makan dulu tuh karena dia katanya belom sempet makan dari pagi. di dalem bioskop pun kita nonton seperti biasa. gw kasih kode dengan naro tangan gw di pegangan kursi. tapi dia tetep anteng ngunyah popcorn. keluar bioskop, gw inget kata-kata lo buat nanya perasaan dia. akhirnya gw baru berani ngangkat topik ini pas kita udah di mobil dan dia mau anter gw pulang,"
April menahan nafas. sedikit cemas mendengar cerita Liz.
"masih di parkiran MArgo, udah sepi karena mall udah tutup dan cuma beberapa orang yang selese nonton. ketika dia cari tiket parkirnya..."
"di flip cover Nexusnya," jawab April dalam hati.
"dan gw bilang di flip cover Nexusnya, dia selalu lupa naro disitu padahal dia otomatis selalu naro disitu, gw langsung pegang tangannya dia. dia kaget, terus nanya, 'kenapa liz?' gw tatap mata dia dan gw beranikan bilang, 'aku sayang sama kamu, Tom."
April tersentak.
"dia cuma diem. balik mandangin gue. terus pelan-pelan natik tangannya dari gw dan ngejalanin mobilnya, ngasih tiket parkir yang akhirnya ketemu itu, dan ngejalanin mobil dengan super ngebut. untungnya Margonda udah sepi tadi. gw bingung. gw kira dia lagi mikir untuk bales kata-kata gw dengan 'ah harusnya kan cowo yang ngomong gitu' atau dia terlalu malu untuk bilang 'gue juga', tapi gw tungguin dia diem aja. akhirnya gw ngomong lagi, 'lo nganggep gw apa?' dan lo tau dia jawab apa?"
April menggeleng.
"dia bilang 'lo adalah teman yang baik buat gw Liz,'. teman Pril teman! gw langsung bilang, kalau cuma temen kenapa lo mau jalan bareng ama gue terus. kenapa lo baik banget sama gw? dan lagi-lagi dia diem. akhirnya gw nangis dan gw minta diturunin. dia awalnya gak mau, karena gak enak nurunin cewe tengah malam dan jauh dari rumahnya. tapi gw keukeuh. akhirnya dia turunin gw, untungnya gak jauh dari sini, dan gw langsung telepon lo karena gw bisa gila kalau nyimpen ini semua sendirian."
April menarik Liz ke pelukannya dan mengelus rambut teman dekatnya ini.
"sampai saat ini dia bahkan gak nanya kabar gw gimana. apa gw aman atau gak," seru Liz lirih dan dia pun menangis.
"dia memang buka buat lo, Liz. lo bisa dapetin yang lebih baik dari dia," adalah kalimat yang bisa April ucapkan. karena sesungguhnya April tahu alasan kenapa Thomas menolak Liz. dirinya.
Liz sedang di kamar mandi. mereka bersiap berangkat ke kantor dari tempat April. setelah semalaman begadang dan saling curhat di KFC, mereka hampir memtuskan untuk tidak masuk kerja karena mata panda. namun setelah ingat bahwa mereka masih butiran debu, akhirnya mereka bersiap-siap. Liz akan meminjam baju April.
April meraih iPhone yang digeletakkan sebelah TV. membaca kembali BBM dari Thomas yang sampai ke handphone-nya sejak pukul 11 namun baru terbaca setelah Liz meneleponnya.
"Liz told me that she loves me. at that moment, all i can think is you who said that. is it rude? yes it is."
April hanya embaca pesan itu tanpa membalasnya, ia langsung memilih untuk End Chat sebelum orang lain membacanya.
"its Friday and Friday is always a good day coz its almost weekend. so cheer up, pretty. many guys deserves you better," April menarik pipi Liz saat mereka berada dalam lift, berusaha untuk membuat Liz tersenyum karena sedari tadi ia diam saja.
"hey hey hey. you make me looks like a clown. i'm fine and i'll try to be happy,"
"you'll be great. okay. gw duluan ya!" April keluar lift dan melambai ke arah Liz. tepat saat Thomas muncul dari lift sebelahnya.
"hai," sapa April.
"with Liz?"
April mengangguk. "I got lotta things to do. see ya, Tom!"
that awkward moment, pikir April, is when you sit on the same table with a broken hearted girl while on the other side of table is the man who made the girl broken heart and on the other side (remember that the table has 4 side) sit another girl, the same girl why the man reject the first girl. Liz berkali-kali memandang ke arah Thomas sementara Thomas hanya diam memandang Nexusnya. sementara April, berusaha membangun obrolan dengan Windy dan Revan agar suasana tidak terlalu mencekam. Revan berusaha untuk mengajak Thomas bicara namun Thomas mengabaikannya.
did I told you that Windy and Revan is in a relationship? yes they are. dan Revan adalah teman sedepartemen Thomas jadi Revan sering makan bareng Thomas tapi Revan juga mau makan bareng Windy sementara Windy masih mau ngobrolin kerjaan sama April dan tiba-tiba Liz turun dan maksa buat makan bareng karena temen dia se-anak finance lagi pada keluar ama pacar masing-masing. and here we are. super awkward! thanks God Liz havent realized that April dan Tom has 'something'.
"gimana rencana nikah kalian, Rev?" Thomas tiba-tiba bicara, kalimat pertamanya sesiangan ini. dia yang pertama selesai makan.
"baik bro. gw banyak nyerahin ke penganten cewenya aja nih," jawab Revan sambil berseri-seri dan memandang Windy.
"dia terima jadi aja deh," kata Windy sambil menatap Revan mesra. Liz terkikik, April pura-pura muntah (dan langsung dijitak Windy). Thomas tetap datar. "kalau lo gimana Tom? udah sampe mana? setelah kissing di bioskop waktu itu, lanjut kemana?"
April langsung membeku memandang ayam gorengnya yang tinggal setengah. Liz menatap Thomas keherananan. Revan juga bengong. Thomas ikut kaget namun ekspresinya yang biasa datar, tetap dijaga datar. sementara itu Windy tidak menyadari perubahan atmosfer di sekitarnya, juga tidak sadar bahwa ia keceplosan.
"gue? sama siapa?"tanya Thomas polos.
"April kan? gw gak sengaja liat kalian kissing pas kita nonton Spiderman dulu itu," kata Windy dengan polos dan memandang April serta Thomas bergantian. Revan mulai menyadari ada yang tidak beres dan langsung mencubit tangan Windy. Windy menatap Revan tidak mengerti. Liz langsung berdiri, menggebrak meja, dan langsung pergi.
"damn," bisik April dan langsung berlari mengejar Liz.
"kenapa sih?" tanya Windy heran. memandang Revan dan Thomas bergantian.
"Liz dan April temenan deket. Liz suka sama gue," jawab Thomas singkat. Windy akhirnya mengerti.
"Oh my God, gw keceplosan!" seru Windy sambil menutup mulutnya. Revan menggeleng-geleng.
"Liz, wait!" April berlari secepat hak high heelsnya mengijinkan. berterima kasihlah pada kebiasaan jogging sehinggaApril masih kuat berlari cepat.
"apa?! tadi malem lo sibuk hibur-hibur gue karena gw ditolak Thomas ternyata penyebabnya adalah lo sendiri! teman macam apa lo!"
"Liz, hey, i hate to say this but please listen to me. and dont scream too loud, people is around us!"
"like i care," teriak Liz.
"hey gw gak ada apa-apa sama Thomas. gw sama dia gak ciuma ya, plis!"
"gue gak percaya. pasti lo ada apa-apanya kan sama dia? ngaku lo!"
"Liz, heh, saat itu gw sama dia dan Windy dan lain-lain lagi nonton Spiderman dan gw ketiduran. gw gak tau apa-apa, gw gak tau Windy ngomong apaan, liat apaan, gw gak ngerti."
"bohong lo! gw males banget liat muka lo saat ini Pril," Liz berlari lagi. kali ini April gagal mengejar karena terhalang kerumunan orang yang baru selesai makan siang.
"shoot!" teriak April.
butuh satu minggu sampai Liz bersedia mengobrol dengan April. setelah makian dan teriakan selama satu jam, keduanya lelah dan akhirnya mereka berbaikan lagi. meski Liz masih kesal kepada April namun Liz akhirnya mau mengbrol lagi dengan April. April berkali-kali bilang bahwa ia dan Thomas hanya teman biasa, tidak ada yang spesial, apalagi alasan perbedaan keyakinan yang membuat Liz yakin mereka tidak ada apa-apa. April sama sekali tidak membahas Thomas yang menyukai dirinya dan bagaimana perlakuan-perlakukan Thomas sejak dulu bahkan hingga Liz tahu (yeah Thomas baru saja mengiriminya satu cake red velvet besar dalam rangka permintaan maaf karena membuat April dan Liz bertengkar, April langsung memarahainya setelah ia bertengkar dengan Liz, dan muncullah red velvet sebagai gantinya. April tidak menyentuh satu selai pun dari cake cantik itu. semuanya ludes dilahap anak-anak HRD. Liz tidak tahum tentu saja). yang terpenting adalah hubungannya dengan Liz sudah baik-baik saja.
"gue bakal cari cowo lain yang suka gue duluan, bukan gue yang suka duluan," seru Liz sambil mengepalkan tangannya.
April mengangguk dan bertepuk tangan.
"meski kalau ternyata lo jadian ama si Thomas, gw pasti bakal nampar lo dulu minimal sekali,"
April menyentuh pipinya. "minimal sekali?"
"yeah, bisa dua kali tiga kali,"
"tega banget lo Liz,"
"abisan gw bete banget tau, gw suka sama cowo taunya lo juga deket ama dia. untung kalian cuma temenan, kata lo sih ya. harusnya lo kalau suka sama cowo, bilang juga dong ama gw, biar gw ga berasa bego gitu,"
"iya Liz iya," sahut April. tidak mau mendebat Liz. entah bagaimana hubungannya dengan Thomas, yang jelas ia dan Liz sudah berbaikan dan itu cukup.
"udah baikan sama Liz?"
April mendongak. melihat sosok atletis berdiri di sebelahnya. April kembali menekuni mesin fotokopi. "udah."
"gimana kondisi Liz?"
"she'll find another man," jawab April. menunduk menatap mesin fotokopi yang tiba-tiba macet karena ada kertas tersangkut.
"i hope so," April diam. matanya fokus kepada mesin fotokopi. bingung bagaimana menangani kemacetan ini karena selama ini ia lancar-lancar saja menggunakan mesin fotokopi.
tiba-tiba tangan Thomas terjulur, membuka beberapa bagian, mengambil kertas yang tersengkut, membuang kertas ke tempat sampah, menutup kembali mesin fotokopi, dan mesin itu berfungsi lancar kembali.
"thanks...for always being there," ujar April lirih.
Thomas mengelus rambut April sekilas lalu kembali ke mejanya. April merapikan kertas-kertasnya, menyimpan di mejanya, lalu buru-buru menuju toilet dan menangis.
22 September. Monday. banyak orang benci hari Senin tapi bagi April, ia menyukai Senin, apalagi Senin kali ini. ya, karena ini hari ulang tahunnya!begitu memasuki gedung tempatnya bekerja, orang-orang sudah mengucapkan selamat kepadanya dan April membalasnya dengan berseri-seri. ia senang sekali hari ini. meski tidak ada rencana khusus, tapi ia senang mendapat perhatian berbeda hari ini. tadi pagi ibunya sudah menelepon dan mengucapkan selamat, memberikan doa A hingga Z untuk putri bungsunya, ditambah ucapan selamat dengan suara-suara cempreng dari keponakan-keponakannya. kalaupun bosnya memberi pekerjaan ekstra malam ini, April rela-rela saja.
April sampai di mejanya dan disana sudah ada cheese cake dengan aksen berwarna biru plus buket bunga besar yang cantik.
"whoaaaaa," seru April dan langsung mengambil buket bunganya.
"cihuuy, cakep banget bunganya. selamat ulang tahun ya dear," seru Windy sambil mengecup kiri kanan pipi April.
"thanks Sis Windyyy," balas April bersemangat.
"ada ya orang namanya April tapi lahirnya September," kata Windy.
"ada dong. gue!" dan mereka tertawa. kemudian April dan Windy mengerubuti cheese cake berukuran 60 x 60 itu. bertanya-tanya siapa pengirimnya.
"ini udah ada lho pas gw dateng jam 7an. coba cek deh ada katunya apa gak," saran Windy.
April menaruh bunganya pelan-pelan dan menelusuri setiap bagian dari bunga ataupun cake. hanya ada satu kartu ucapan tanpa nama ataupun inisial. April tiba-tiba teringat dan menoleh ke sebelah kiri. orangnya tidak ada namun tasnya ada dan PC-nya sudah menyala.
"gw tau kok ini dari siapa," kata April berseri-seri. Windy mengikuti arah pandang April dan ikut tertawa.
April sendiri yang membagikan kue ulang tahunnya ke semua personil HRD. Bagian yang paling besar ia simpan untuk dirinya sendiri. ketika sampai di bagian training, ia sengaja melewati meja Thomas. saat orang-orang sibuk menyantap kue dari April, April menghampiri Thomas yang masih ayik memandangi grafik dan warna.
"karena lo yang ngasih kuenya, jadi lo gak boleh dapet jatah," kata April pelan. Thomas mendongak memandang April yang berdiri di sampingnya.
"oh ya?" tanyanya pelan.
"yeah," jawab April sambil mengangkat bahu. "cuma boleh makan cake jatahnya yang ulang tahun, itupun di atas jam 8 malem."
April kemudian berlalu dan meninggalkan Thomas yang tersenyum.
pukul 8 malam kantor sudah sepi. hanya ada 1-2 orang yang lembur di hari Senin ini selain April dan Thomas. April mematikan PC-nya, membereskan barang-barang lalu menghampiri kulkas dan mengeluarkan cake jatahnya sendiri yang sengaja ia simpan. pelan-pelan April membawa kue itu dan menghampiri bukan mejanya melainkan meja Thomas. tanpa banyak bicara, April menaruh kue itu di meja, menarik kursi dan duduk di hadapan Thomas. masih ada lilin di potongan cake itu, dengan lighter yang ia pinjam dari Revan tadi siang, April menyalakan lilin tersebut lalu memandang orang di depannya.
"lalu?" tanya Thomas.
"hmm, biasanya orang yang ulang tahun itu dinyanyiin kan?"
"biasanya,"
"hmm, aku bakal make some wishes terus niup cake ulang tahunnya," April menutup mata dan berdoa, mengucapkan beberapa doa dalam hati. setelah selesai, April membuka mata dan meniup lilin hingga padam.
"yeay, happy birthday to me!" seru April. Thomas tertawa. takjub melihat orang yang heboh merayakan ulang tahunnya sendiri.
"apa doamu?"
"ra-ha-si-a. cuma aku dan Tuhan yang tahu,"
"Tuhanmu? Tuhanku?"
April tersenyum miris. "Tuhan memang satu kita yang tak sama ya, Tom?"
Thomas mengulurkan tangan dan membelai pipi April. "I just fell for you..."
"and so do I, with no reason," balas April.
"mungkin kita sedang memasuki perangkap dengan sukarela,"
"aku tau,"
"mungkin nanti akan ada banyak rintangan dan tantangan,"
"aku tau,"
"mungkin kita akan sangat-sangat sakit hati,"
"aku tau," April mulai menangis.
"dont cry," bisik Thomas. ia menggeser duduknya agar lebih dekat dengan April.
April menggeleng dan berusaha tertawa. "iya ini ulang tahunku, aku gak boleh nangis,"
"seharunya kita tidak pernah memulai," kata Thomas.
"how can I? ketika kamu muncul dan mebuat aku terbiasa dengan kehadiranmu..."
"kita mungkin tidak akan pergi kemana-mana, Ap,"
"kamu harusnya ingat itu sebelum mulai mendekati aku," April tertawa pelan, miris.
"ya, aku harusnya ingat itu sebelum mengatakan cinta,"
"terlanjur. kamu juga sudah membuat aku merasakan hal yang sama,"
keduanya terdiam. air mata masih mengalir perlahan di pipi April.
"aku takut, Tom," bisik April.
Thomas menyentuh kedua pipi April, menatap kedua matanya yang berlinang air mata, April menggenggam kedua tangan Thomas. Thomas mendaratkan kecupan di kening April, lama.
"i'm with you," bisik Thomas.
PS: pembaca bisa bebas menginterpretasikan akhirnya gimana antara Mbak April dan Mas Thomas. apakah yang kalian pikirkan sama dengan yang penulis pikirkan? fufu. yang jelas ini hanya fiksi belaka ya cyiiinn¬ dan jika kalian tidak siap menerima konsekuensi atau tahu bahwa 'gak akan kemana-mana', sebaiknya jangan pernah memulai.
-THE END-
PS: pembaca bisa bebas menginterpretasikan akhirnya gimana antara Mbak April dan Mas Thomas. apakah yang kalian pikirkan sama dengan yang penulis pikirkan? fufu. yang jelas ini hanya fiksi belaka ya cyiiinn¬ dan jika kalian tidak siap menerima konsekuensi atau tahu bahwa 'gak akan kemana-mana', sebaiknya jangan pernah memulai.
Komentar