a special friend

"lo masih ada rapat lagi? sampe jam berapa?" Tari melirik jam dan Ferdi bergantian.

"sampe jam 8 kali. kalo telat paling jam 10," jawab Ferdi cuek sambil membereskan barang-barangnya.

Tari memutar bola matanya lalu bangkit berdiri. "jangan lupa makan lo ya. ingetin Erwin juga,"

menanggapi kata-kata Tari, Ferdi hanya melirik sekilas lalu menganggukkan kepala. Tari perlahan berlalu dari Taman Melingkar Perpustakaan Pusat UI.

saat itu jam 5 sore dan udara sudah tidak terlalu panas. banyak orang yang duduk di sekitar mereka, baik mengerjakan tugas, memainkan alat musik, sekedar duduk-duduk, atau rapat seperti yang baru selesai dilakukan oleh Tari dan Ferdi. mereka berdua tidak berasal dari fakultas yang sama (Tari FISIP dan Ferdi FE) tapi mereka sudah akrab sejak masih mahasiswa baru karena kenal dalam sebuah event kepanitiaan tingkat UI. hingga tahun ketiga mereka masih aktif dan sering ikut berbagai kegiatan bersama-sama. bersama Erwin, Marsya, Jemima, Kevin, Windy, mereka bertujuh akrab dan sering menghabiskan waktu bersama. bahkan mereka sudah saling tahu keburukan (dan kebaikan) masing-masing.

hari ini kelima temannya tidak hadir bersama Tari dan Ferdi karena rapat kali ini bukan bagian dari tugas kelima temannya. tapi nanti malam Ferdi, Kevin, dan Erwin akan terlibat dalam pertemuan serius bersama-sama teman mereka lainnya, urusan politik kampus.

Tari memutar-mutar ponsel di tangannya. masih bingung akan kemana ia sekarang. pulang jam segini rasanya aneh bagi "aktivis kampus" macam Tari. yang biasanya baru sampai ke kamar kos jam 8 malam setelah kegiatan ini itu.

Mar, lagi dimana? Tari mengetik SMS secara cepat dan dikirimkan ke Marsya yang seingatnya sedang mengurus perizinan tempat di dekanat FMIPA.

baru selese urusan. sekarang masih di MIPA. kenapa? balas Marsya tidak kalah cepatnya.

makan yuk. warung deket kosan lo aja. ketemu disana sekarang ya.

sip

maka bergegaslah Tari menuju warung langganannya dan Marsya. sesampainya disana Tari langsung memesan Ayam Penyet dan segelas es jeruk. Marsya datang tidak lama setelah Tari selesai memesan makanannya.

"hai, gimana tadi rapatnya?" tanya Marsya begitu duduk di depan Tari.

"ya gitu aja. namanya rapat gimana sih," Tari tertawa.

obrolan basa basi pun mereka lanjutkan, sekedar bertanya skripsi Marsya dan tugas-tugas 'negara' Tari. sampai suatu ketika...

"gw ngerasa ada yang beda.." ucap Tari.

"apanya?" tanya Marsya polos.

"gue..." Tari berhenti sejenak. "ke Ferdi."

Marsya diam namun matanya terus menatap Tari. seakan menanti kelanjutan kata-kata Tari.

"gak tau sejak kapan. tapi gw ngerasa ada yang beda aja dari gw ke dia. gw gak tau ini namanya suka apa bukan. toh dia gak ngelakuin hal apapun yang bikin gw suka. dia ya dia. dengan segala kegiatannya, kata-katanya yang kadang minta ditendang, kepintarannya, juga jelek-jeleknya,"

"hmm," sahut Marsya. Tari melanjutkan.

"iya begitu pokoknya. sedikit demi sedikit mulai ada yang beda. kayaknya sih sejak dia sukarela nganterin gw pulang abis kita rapat malem-malem itu. padahal tumben-tumbenan kan dia sukarela, waktu itu juga gw tumben-tumbenan gak minta ditemenin ke kosan. setelah itu, sedikit demi sedikit rasanya beda. tapi gw gak mau. gw gak mau melihara perasaan ini. gw gak mau suka sama dia,"

kening Marsya berkerut. "kenapa?"

Tari menghela nafas. memiringkan sedikit kepalanya ke sebelah kiri. "udah temen banget, Mar."

"bukannya kalo udah temen banget malah enak ya? lo udah tau jelek-jeleknya dia tapi lo tetep suka, oke, beda. bahkan tadi lo sendiri bilang dia gak ngapa-ngapain tapi tetep bisa bikin lo begini. bukannya itu artinya bahwa dia memang spesial?"

Tari menggeleng. "yah mungkin enaknya suka pas udah temen banget ya begitu. tapi nggak deh. gw gak mau suka sama dia. biarpun sekarang ada yang beda, tapi gw gak akan memperpanjang perasaan ini. mungkin,"

Marsya mengangkat bahu. saat itu diantara mereka percakapan soal rasa 'beda' dari Tari ke Ferdi seolah selesai. nyatanya tidak.

***
 
Tari bangun dari tidur 4 jamnya karena mengerjakan tugas. setelah shalat Subuh, dia mengambil handphone dan mengirimkan SMS ke teman-teman dekatnya. SMS semangat dann mengucapkan selamat beraktivitas. tidak lupa emoticon =) khas Tari. kegiatan seperti itu seakan sudah rutin bagi Tari untuk teman-teman terdekatnya. spesial untuk teman-teman laki-lakinya, Ferdi, Erwin, dan Kevin, Tari sering mengirimkan SMS tambahan: pengingat makan! karena mereka sering sekali lupa untuk makan karena terlalu asik beraktivitas.

malam itu mereka berkumpul di rumah Windy. satu-satunya diantara mereka bertujuh yang tinggal di rumah sendiri dan bukan ngekost. ada urusan yang harus mereka bicarakan sehingga mengambil waktu malam hari dan bahkan akan menginap di rumah Windy.

hingga jam 9 malam, baru ada Windy, Tari, Erwin, Ferdi yang sudah sampai di rumah Windy. yang lain masih di perjalanan atau bahkan belum berangkat karena masih ada yang harus diurus di kampus. karena tadi malam Tari hanya tidur sebentar dan tidak sempat boci alias bobo ciang karena sibuk kuliah, sekarang Tari menguap terus.

"tidur dulu gih. ntar kan kita mau begadang," saran Windy melihat Tari yang menguap terus menerus. 

tanpa membantah, Tari langsung beranjak ke halaman belakang rumah Windy. suasananya sejuk dan tenang. bisa saja Tari ikut memejamkan mata sejenak di kamar Windy, tapi kali ini Tari ingin merasakan tidur di bawah naungan bintang-bintang. Tari memilih duduk di sofa panjang dan dalam hitungan detik ia sudah beralih ke alam mimpi.

Ferdi memperhatikan bahwa Tari beranjak dari tempat duduknya. samar-samar dia mendengar Windy menyuruh Tari tidur. mengangkat kepala dari buku yang dibacanya, Ferdi memperhatikan langkah Tari menjauh. dari sudut matanya, Ferdi melihat Erwin berdiri dan berjalan ke arah yang sama dengan yang dituju Tari. Ferdi mencoba berbaik sangka dan menganggap Erwin akan menuju dapur, yang lokasinya searah dengan halaman belakang rumah Windy. Ferdi pun kembali menekuni novel yang sedang dibacanya.

"yang lain belom pada dateng dan gak tau jam berapa," kata Windy sambil memandangi handphone-nya.

"Kevin masih ada rapat soal aksi ke MK nanti. kalo Marsya sama Jemima katanya lagi di jalan," jawab Ferdi.

"masa? ini gw lagi BBM-an sama Jemima kayaknya dia baru nyampe kosan dan lagi ngambil barang dulu baru kesini,"

Ferdi sedikit bingung. "bisa jadi masih lama. coba ditanya aja Marsya sama Kevin kapan nyampe kesininya, kalo dua dari tiga udah pada dateng, kita langsung mulai aja rapatnya. ada yang mau gw sampein dan kayaknya bakal lama,"

"oke," jawab Windy lalu langsung menghubungi teman-temannya. Ferdi bangkit berdiri lalu menuju dapur untuk mengambil minum. rumah Windy ini sudah seperti rumahnya sendiri, saking seringnya ia dan yang lain kesini untuk rapat atau sekedar berkumpul. orang tua Windy pun sangat terbuka sehingga Ferdi sudah tidak canggung lagi.

Ferdi melewati pintu kaca yang mengarah ke halaman belakang sebelum menuju dapur lalu ia terdiam. tanpa sengaja ia melihat sosok Erwin yang sedang duduk di sebelah Tari yang tertidur lalu perlahan Erwin mengecup kening Tari lumayan lama. Tari, entah memang tidak menyadari atau tidurnya terlalu nyenyak, ia diam saja. mendadak Ferdi jadi tidak haus lagi.

***

Erwin duduk di sebelah Tari yang pulas tertidur. gerakan yang ditimbulkan Erwin rupanya tidak mengganggu Tari. ia tetap nyenyak berada dalam mimpi. Erwin memandang temannya yang sudah ia kenal sekian lama dan tanpa sadar terasa berbeda di hatinya. entah atas dorongan apa, Erwin bergerak dan mencium kening Tari. saat itu juga Erwin menyadari bahwa Ferdi sedang memperhatikan mereka dengan tatapan yang . . . aneh. namun Erwin tidak mempedulikannya. pelan-pelan, Erwin melepaskan ciumannya dari kening Tari dan mundur. namun rupanya gerakan Erwin kali ini tidak terlalu halus karena Tari terbangun dan melihat Erwin tepat di depannya.

"eh, lo, ngapain?" tanya Tari kaget.

"nggak," kata Erwin cuek lalu duduk santai di sebalah Tari.

"serius?" mata Tari menyipit curiga. "lo gak motoin gw yang lagi tidur kan? gw gak ngiler kan?" Tari meraba wajahnya. khawatir ada 'bekas' di wajahnya.

Erwin tertawa. "nggak kok, lo tidur secantik beruang kalo lagi tidur."

Tari memukul Erwin. Erwin tidak mengelak, ia malah tertawa semakin puas. "seriusan oi!"

"iya. gw gak ngapa-ngapain kok. lo juga tidur gak aneh-aneh," jawab Erwin.

Tari menghela nafas lega lalu duduk bersandar di sofa dengan lebih santai. 

"tapi gw bercanda," lanjut Erwin yang langsung dihujani tatapan curiga dari Tari.

"gw orangnya gak bisa boong kan ya, jadi gw mau jujur bahwa tadi gw ngapa-ngapain pas lo tidur," kata Erwin lagi. ia berusaha menahan tawa. apalagi saat Tari bertingkah grasak grusuk menutupi badannya. "gak gitu juga sih woy," lanjut Erwin.

"terus?"

Erwin mengulurkan tangannya dan mengacak rambut Tari, lalu tangannya bergerak ke kening Tari. "orang bilang, nyium kening itu tanda sayang. nah itu yang tadi gw lakukan pas lo tidur,"

neuron-neuron di otak Tari bergerak sangat cepat membentuk sebuah kesimpulan. "oh," Tari bingung harus berkata apa.

"gw mau jadi orang yang selalu ada di samping lo setiap lo butuh," lanjut Erwin.

"lo, Ferdi, Windy, Marsya, Jemima, Kevin selalu ada kok tiap gw butuh,"

"gw mau jadi orang pertama yang lo cari ketika lo butuh,"

"lo 911 apa customer care?"

Erwin tertawa lagi. "gw mau jadi orang spesial buat lo. lebih lebih lebih lebih spesial dari semua orang yang lo kenal,"

"termasuk lebih dari orang tua gw?"

"kayaknya susah ya kalo itu,"

Tari nyengir. ia memandang Erwin yang masih tersenyum lalu gesturnya menjadi lebih santai setelah sempat tegang karena pernyataan Erwin tadi.

"gw gak tau deh Win. kita udah temenan banget,"

"alasan basi buat orang yang sahabatan dan gak jadian," balas Erwin.

Tari mengangguk. "di samping itu, gw . . ."

"suka sama orang lain?" belum sempat Tari menyelesaikan kalimatnya, Erwin sudah melanjutkan untuknya.

Tari sedikit kaget tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkannya. "mungkin juga gak suka," 

"gw juga gak mau maksa kalo lo gak mau,"

"pasti akan ada sesuatu yang beda setelah ini. kita yang biasa jalan atau ngumpul tanpa bawa-bawa perasaan, pasti bakal beda, minimal antara lo sama gw. gw gak mau kalau jadinya nanti gw sama lo canggung. karena itu bisa berefek ke yang lain juga. mungkin saat ini yang bisa gw bilang cuma . . ."

Erwin menanti lanjutan kalimat Tari.

"gw minta lo bantu gw belajar...belajar menerima lo dengan posisi yang lebih dibanding yang lain."

senyum Erwin melebar. "lalu?"

"jangan ada yang beda ya kalau kita lagi sama yang lain. kayak biasa aja, kalau suasananya beda, ya baru.."

"baru boleh pegang-pegang?" tanya Erwin iseng dan langsung dibuahi cubitan keras dari Tari. 

***

teman-teman mereka langsung heboh setelah tahu Tari dan Erwin mulai pacaran. Tari sendiri ogah menyebut hal ini dengan pacaran. sedangkan Erwin sendiri tidak ambil pusing dengan judul hubungan mereka. malam itu di samping melaksanakan rapat, kelima orang teman-temannya sibuk mengejek Tari dan Erwin. Erwin menanggapinya dengan tertawa sementara Tari lebih memilih diam.

J. Co Margo City, 17 September, 17:01

Tari memutar-mutar donat di tangannya tanpa minat sedikitpun untuk memasukkan benda itu ke mulutnya. ia sedang menanti kehadiran Marsya yang baru selesai menonton film di Platinum Screen. seminggu berlalu sejak kejadian di rumah Windy.

"ada apa Tari?" Marsya duduk di depan Tari dan langsung masuk ke pokok permasalahan.

"gw salah gak sih?" tanya Tari tiba-tiba.

Marsya mencoba menebak ke mana arah pembicaraan mereka lalu ia mendadak mengerti. "menurut lo kenapa lo salah?"

"baru beberapa minggu lalu gw cerita bahwa gw 'beda' ke Ferdi dan gw menolak untuk memelihara perasaan itu karena gw dan dia udah temen banget. gw gak mau ngerusak hubungan ini. tapi kemudian Erwin nyatain ke gw dan saat ini gw sama dia bisa dikatakan pacaran. padahal gw sama Erwin juga temen banget."

"lo gak mau beda ke Ferdi karena kalian udah temen banget?"

refleks, Tari menggeleng. "itu satu, tapi kayaknya alasan utamanya adalah karena gw takut ditolak. gw tau mantan dia kayak gimana. gw tau dia deket sama siapa. oke, sekarang dia emang gak deket sama siapa-siapa. tapi gw tau cewe-cewe macam apa yang menarik bagi dia dan gw gak masuk ke kriteria itu sama sekali."

"pantes lo nerima Erwin. karena lo tau Erwin suka sama lo dan kalaupun kalian jadian ya, gak ada yang ditolak kan. ya gitu deh pokoknya. lo di posisi Ferdi dan erwin di posisi lo. Erwin nembak lo ibarat lo nembak Ferdi. lalu lo mengiyakan Erwin ibarat Ferdi mengiyakan lo. Erwin berani memulai karena dia pede aja dan untungnya lo menerima. bedanya, lo gak berani memulai karena lo takut ditolak."

Tari mengangguk, menggeleng, lalu mengangguk. "ya ya gw ngerti. lalu gw salah gak?"

"lo beneran suka gak sama Ferdi?"

"gak tau."

"lo suka gak sama Erwin?"

"gak tau juga,"

"ke laut aja lo," kata MArsya pura-pura jutek. 

"hahaha. gw gak tau sebenernya gw suka sama siapa. sekarang gw mau belajar buat lebih sama Erwin,"

"ternyata bener ya, gak mungkin cewe cowo sahabatan tanpa ada perasaan,"

***

"sori ya bro," kata Erwin memecahkan keheningan di antara dirinya dan Ferdi yang sedang duduk menanti teman-teman yang lain datang. mereka akan berkumpul untuk membicarakan salah satu isu nasional yang sedang hangat.

Ferdi mendongak dari tab-nya lalu memandang Erwin. "buat apa?"

"Tari," 

Ferdi menggeleng. "gak ada kaitannya sama gw,"

"baguslah,"

kata-kata Erwin yang dimaksud untuk menyindir itu seakan benar-benar menusuk. karena bagi Ferdi, semuanya tidak 'bagus'.

***

"gw mau fokus ke skripsi, gak bisa lebih molor lagi," kata Ferdi kepada keenam temannya. sekilas ia melihat tangan Erwin yang menggenggam tangan Tari. tapi ia pura-pura tidak memperhatikan.

Marsya, Tari, Kevin, Erwin, Jemima, dan Windy sudah menyelesaikan studinya dan sudah diwisuda empat bulan lalu. sementara Ferdi satu-satunya yang belum menyelesaikan kuliah karena ia terlalu sibuk mengurusi urusan kampus. sudah 9 bulan sejak Tari dan Erwin jadian.

"iya Fer, meskipun lo segitu cintanya sama kampus, lo harus tetep lulus juga," balas Kevin. Ferdi tersenyum samar. 

"iya makanya gw gak bisa nginep disini sekarang. harus ngejar bab 3 buat bimbingan sama dosen," lanjut Ferdi.

"hah? demi apa? kan udah lama banget gak ngumpul di rumah Windy?! lagian ini malem Minggu gitu Fer. masih skripsi aja?" Jemima kaget melihat Ferdi yang langsung berdiri tanpa mendapat persetujuan teman-temannya.

"sori, Jem. gw pengen bulan ini juga gw sidang, paling telat awal bulan depan. kalau gak dikejar sekarang, kapan lagi? yuk, gw cabut dulu," Ferdi tersenyum lalu melangkah ke luar rumah Windy.Windy mengikuti di belakangnya untuk membukakan pintu.

Tari diam saja sedari tadi. melihat Ferdi datang, bicara, lalu pergi lagi, Tari hanya diam. 7 bulan ini ia tetap tidak memiliki perasaan lebih terhadap Erwin yang selalu ada di sampingnya. bahkan rajin mengantar dan menjemputnya kerja. sebaliknya, ia malah semakin merindukan keberadaan Ferdi. ini kali pertama mereka sempat bertemu lagi setelah wisuda. namun kenyataannya hanya seperti ini. entah apakah Erwin menyadari ada yang berbedadari tari kepada Ferdi, Tari tidak tahu, sesungguhnya ia adalah aktris yang hebat berakting.

***

hari itu Erwin absen menjemputnya karena sedang ada training di Makassar. kebetulan sedang ada acara di kampus, maka Tari janji bertemu dengan Marsya, Jemima, dan Kevin untuk menghadiri pagelaran tersebut. acara yang diadakan di Boulevard itu belum terlalu ramai ketika Marsya, Tari, dan Jemima datang. stand-stand makanan disediakan di depan panggung namun ketiga sekawan itu tidak melirik satu pun dan lebh tertarik untuk mengobrol.

"eh itu Kevin," seru Jemima.

"wah sama Ferdi!" kata Marsya.

jantung Tari seakan berdegup 1 ketukan lebih cepat namun ia langsung memasang topengnya sebagai aktris.

"hai," sapa Tari ceria. "skripsi lancar, Fer, makanya bisa dateng kesini?"

Ferdi tertawa. "ya alhamdulillah. refreshing dulu sekali-sekali."

seperti dulu ketika semuanya masih kuliah, mereka berlima menikmati waktu bersama sambil tertawa. ikut bernyanyi, berfoto, jajan.

"jam berapa nih?" tanya Marsya setelah seluruh acara selesai. 

"setengah 1," jawab Jemima. 

"wow," Tari menanggapi. 

"kalian pulangnya gimana?" tanya Kevin.

"gw sih deket, mau nebeng motornya Jem," jawab Marsya. 

"iya kan kosan gw deket sama kosannya Marsya," timpal Jemima.

"Tari biar gw yang anter," kata Ferdi tiba-tiba. Tari yang sedari tadi diam saja dan berniat mencari taksi menuju kost barunya yang jauh dari kampus namun dekat dari kantor, menoleh ke arah Ferdi.

"ya udah. yuk," Kevin melengkah duluan menuju tempat parkir motor. hingga ketiga temannya berjalan, Tari dan Ferdi masih mematung. baru ketika Ferdi berdeham, Tari buru-buru berjalan mengikuti ketiga temannya yang lain.

sepanjang perjalanan itu mereka diam saja. entah bagaimana tapi Ferdi tahu arah menuju tempat kost Tari. semakin dekat dengan tempat kost, Ferdi tiba-tiba menghentikan motornya di depan sebuah convenience store 24 jam. 

"keberatan kalau gw mampir kesini dulu?" tanya Ferdi. Tari menggeleng. mereka turun dari motor. Tari mengikuti Ferdi masuk tanpa melirik kesana kemari. ia hanya mengikuti sosok Ferdi yang menghampiri konter kopi dan roti.

"lo gak beli apa-apa?" tanya Ferdi kepada Tari yang diam saja di dekat kasir. 

"lagi diet gw," kata Tari lalu tertawa.

"besok libur kan? ngobrol dulu disini mau? gw beliin apa gitu buat lo?" Ferdi menawarkan lagi.

"kopi aja," jawab Tari sambil tersenyum.

15 menit kemudian Tari dan Ferdi sudah duduk berhadapan. di depan mereka tersaji dua gelas kopi panas dan roti yang baru dimakan setengahnya.

"Erwin apa kabar?" tanya Ferdi.

"basa basi banget deh. gw tau kok kalian masih sering kontak," Tari menjulurukan lidahnya lalu tertawa. Ferdi ikut tertawa. "skripsi lo gimana?"

"minggu depan gw sidang," kata Ferdi sambil nyengir.

"waaaaa! alhamdulillah! selamat ya Fer! pengen deh gw dateng terus ikut nyeburin lo ke Kolam Makara,"

"jangan dong. mohon doanya aja," 

"sip. pasti gw doain. dosennya jitak aja kalo gak ngelulusin lo," kata Tari iseng.

"bisa-bisa gw beneran gak dilulusin kalau ngejitak dosen," 

"iya ya," kata Tari malu lalu mereka berdua tertawa bersama.

"lo masih suka telat makan ya Fer?" tanya Tari setelah topik sidang berlalu dari hadapan mereka.

"hmm," jawab Ferdi tidak jelas.

"nanti lo sakit deh kalau telat makan mulu. udah sering kejadian kan?"

"hmm," balas Ferdi lagi.

"hih dikasih tau gitu mulu. dari dulu selalu gitu," Tari cemberut. "lo butuh orang yang bisa mendampingi lo nih."

sedetik kemudian Tari menyesal. bagaimana jika setelah ini Ferdi lalu bicara bahwa ia sudah menemukan pendamping hidup yang tepat? lalu bagaimana Tari harus bersikap?

"belum mikir kesana gw. masih pengen bantu orang tua dulu," jawab Ferdi. Tari mengangguk. "lo sendiri sama Erwin gimana? udah mau diseriusin?"

Tari mengangkat bahu. "kami gak pernah ngomongin ke arah sana. gw sendiri juga gak tau apakah gw mau apa nggak,"

"maksudnya?" 

Tari menggeleng cepat-cepat. "gak usah dipikirin dulu deh. lo fokus ke sripsi lo dulu aja,"

Ferdi mengangguk. mereka lalu mengobrol sampai adzan subuh berkumandang. Ferdi dan Tari bergegas ke masjid terdekat untuk melaksanakan shalat. setelah selesai, Tari berdoa, "Ya Allah, aku tidak tahu apa yang sebenarnya aku rasakan. setiap hari semakin ingin terus bertemu dengan dia, yang mengobrol denganku semalaman ini. tapi ada Erwin yang juga setia kepadaku. aku tidak tahu siapa yang terbaik untukku tapi Engkau pasti tahu siapa yang Engkau jodohkan untukku. aku hanya berharap kebaikan bagi kami semua, juga keyakinan bahwa semuanya merupakan yang terbaik. dan yang terpenting adalah kekuatan menghadapi semua hal. tunjukkanlah kepadaku siapa orang yang kau pilihkan untukku."

dan Ferdi berdoa, "Ya Allah. minggu depan aku akan melaksanakan sidang. aku meminta kelancaran dalam segalanya. aku meminta kekuatan menghadapi sidang skripsi, juga kelancaran lisan. semoga Engkau memberi hasil yang terbaik dan yang terbaik adalah kelulusan. setelah lulus, aku masih ingin membahagiakan kedua orang tuaku. semoga selalu ada kesempatan untuk itu. selain itu, untuk gadis yang mengobrol denganku semalaman ini, berikanlah yang terbaik untuknya. Engkau tahu bahwa selama ini ia selalu ada dalam doa dan pikiranku. lindungilah ia selalu, denganku atau dengan pria lain ia Kau jodohkan."

Tari selesai shalat lebih dulu. ia berdiri menanti Ferdi di pekarangan masjid. saat Ferdi melangkah ke luar mesjid, Tari merasa Ferdi begitu bersinar. atau mungkin itu hanya pengaruh cahaya.

"lo balik?" tanya Ferdi begitu mereka berada dalam jarak pendengaran.

"iya, langsung ke kosan. mau istirahat. lo?"

"sama. ntar mau lanjut revisi sebelum sidang,"

"good luck ya Fer," 

"makasih Tar,"

Tari tersenyum lalu mundur perlahan. matanya masih terpancang pada Ferdi yang juga masih memandanginya. Tari berbalik lalu berjalan menuju tempat kost yang tidak jauh dari mesjid. selang beberapa langkah, Tari berbalik dan masih mendapati Ferdi berdiri di tempat yang sama. masih tersenyum.

***

Ferdi kebagian sidang jam 7 malem. pada bisa dateng kan? kita kagetin dia bareng-bareng. kumpul abis Isya di Kolam Makara.

Tari membaca ulang SMS yang dikirimkan Kevin kemarin. aneh juga sidang skripsi malam-malam begini. tapi bisa saja karena jadwal yang sangat padat. maka hari itu, hari Kamis yang cerah, Tari pulang kantor tepat pada waktunya. dengan dalih bahwa ia senang salah satu sahabatnya akan lulus, ia tersenyum terus bahkan saat Erwin menjemputnya. 

"akhirnya nih anak lulus juga ya," kata Erwin sambil menyodorkan helm ke arah Tari. Tari mengangguk dan masih tersenyum.

entah karena sudah terlalu malam atau memang Ferdi sangat hebat, pukul 8 sidangnya sudah selesai. digiring oleh teman-temannya, Ferdi masuk ke Kolam Makara meski saat itu sudah malam hari dan air mancurnya tidak dinyalakan. saat itu sungguh momen berharga bagi Ferdi karena ia akhirnya lulus setelah berkutat selama 5 tahun kuliah. teman-temannya juga ikut senang.

"akhirnya lulus! selamat Fer!" Jemima mengulurkan kue yang sengaja dibeli oleh keenam sahabat Ferdi. 

"hahaha iya akhirnya. makasih buat semuanya yang selalu dukung gw dan bantu doa," kata Ferdi sambil berseri-seri.

"nih kuenya, dipotong dong," kata Windy heboh.

"gw kan gak ulang tahun," Ferdi pura-pura menolak tapi ia potong juga kuenya. 

"first cake nih," Kevin berbisik jahil. seakan-akan saat itu Ferdi sedang memikirkan memberikan first cake pada seseorang yang spesial.

"for the most special person in my life. number 3 after my parents. she is my sunshine and my spirit," Ferdi juga heran kenapa ia bicara seperti itu tapi kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. "she is the woman I want to spent my life with."

lalu kue bertatakan potongan dus itu meluncur tepat ke depan Tari. Tari kaget lalu menatap Ferdi yang sepertinya mantap dengan keputusannya. sementara itu Jemima, Windy, Kevin, dan Marsya semuanya tercengang. bagaimana bisa Ferdi melakukan itu sementara Erwin berdiri di sebelah Tari.

dua detik yang menegangkan dipecahkan oleh tonjokan dari Erwin yang membuat Ferdi tercebur lagi.

"FERDI!" teriak Tari, Windy, Jemima, dan Marsya bersamaan. Erwin tidak tampang menyesal akan perbuatannya. 

"gw pergi! ayo Tari," Erwin menarik tangan Tari tapi Tari bergeming. Tari menatap sosok Ferdi yang pelan-pelan bangkit, juga teman-temannya yang kebingungan. Tari menoleh ke arah Erwin , menatap orang yang jadi kekasihnya selama 9 bulan ini. ia menggeleng, tatapan matanya menunjukkan bahwa ia sungguh menyesal. Erwin semakin paham apa yang terjadi. maka ia pun melepaskan genggamannya di tangan Tari lalu pergi tanpa bicara apa-apa lagi.

Tari tidak tahu harus berbuat apa. ia menunduk terus dan diam. bahkan saat Kevin, Jemima, Marsya, dan Windy beranjak pergi, Tari masih diam.

"sini," terdengar sebuah suara di heningnya malam. Tari menoleh. Ferdi, masih basah kuyup, sedang duduk di samping Kolam Makara dan menepukkan tangannya ke ruang kosong. Tari melangkah pelan lalu duduk di samping Ferdi.

"cepetan ganti baju deh nanti masuk angin," adalah kalimat pertama yang diucapkan Tari tanpa memandang Ferdi.

"gak pernah berhenti mikirin orang lain ya," balas Ferdi sambil tersenyum.

"hmm," balas Tari.

"sejak kapan?" ucap mereka berdua bersamaan. keduanya saling memandang lalu Tari memalingkan wajahnya.

"entah sejak kapan posisi lo begitu berbeda," jawab Ferdi.

"retweet," ujar Tari.

"salah gak gw? suka sama temen sendiri, juga berantem sama temen sendiri..."

"mungkin. mungkin kita berdua salah sama Erwin. terutama gw, karena gw menghabiskan waktu 9 bulan sama dia tapi perasaan gw ke dia gak berubah lebih. malah sama aja kayak dulu. sebaliknya, ke lo malah makin..." Tari tidak melanjutkan kalimatnya. dia memandangi kuku-kukunya.

"lo ke gw, gimana?"

"kalau gw suka sama Erwin, gw akan ngejar dia daritadi," 

"gw cemburu waktu Erwin nyium kening lo di rumah Windy dulu. sejak kalian makin deket juga. tapi gw gak mau ngerusak hubungan temenan kita dan gw juga punya banyak hal yang harus diurus. jadi gw memilih diam. gak tau kenapa tadi tiba-tiba ngomong begitu..."

Tari memandang Ferdi. "gw gak pinter berkata-kata... dengan sikap gw aja gw harap lo ngerti."

Ferdi tersenyum dan mengangguk. Ia bermaksud melingkarkan tangannya ke pundak Tari tapi Tari mengelak.

"basah!"

***

butuh satu minggu penuh untuk berbaikan dengan Erwin. dimulai dengan permintaan maaf bahkan Tari sampai menangis saking putus asanya karena Erwin tidak kunjung mau memaafkannya. tapi karena mereka sudah berteman sejak lama, jadi akhirnya Erwin pun mau menemui dan memaafkan Tari. perjuangan Ferdi beda lagi. di samping kewajibannya untuk revisi skripsi, ia berusaha menemui Erwin dan berbicara. tapi saking kesalnya Erwin, dua kali pula Ferdi kena bogem lagi. baru setelah itu Erwin merangkul Ferdi kembali seperti dulu.

"lagian lo pake gak jujur segala sih. kalo jujur kan gak gini jadinya," kata Erwin setelah membantu Ferdi berdiri karena terjungkal oleh tonjokkannya.

"mana gw tau waktu itu gw beneran sayang ama Tari. lagian lo udah gerak duluan juga," kata Ferdi sambil memegangi pipinya yang ditonjok Erwin. Erwin tertawa. 

"beneran lo ya jangan main-main ama dia. kalau lo niat main-main gak akan gw biarin gitu aja," 

"kalau gw niat main-main, gw gak akan rela kali ditonjok terus sama lo,"

Erwin tertawa semakin keras.

***

"dan beginilah akhir kisah seseorang yang takut jatuh cinta kepada temannya sendiri karena 'udah temen banget'," kata Marsya sambil pura-pura jutek.

Tari tertawa. "siapa yang tahu jodoh yang Allah pilihkan buat kita kan? kalau emang udah jodohnya, ya mau 'udah temen banget' pun tetep aja jadi,"

"beruntunglah lo suka sama orang, orangnya suka juga sama lo,"

"ya. intinya sih jangan takut jatuh cinta. sama siapapun, asalkan memang baik, mau sama sahabat sendiri atau bukan, perasaan gak bisa dicegah."

"yeah, tapi kasian Erwin,"

"Erwin udah ikhlas kok. lo gak liat Erwin bercandaan mulu sama Ferdi tiap ketemu?"

"iya sih,"

"yaaa, kalau memang namanya temen sejati, gak akan putus hubungan karena soal cewe atau cowo doang. silaturahmi jauh lebih penting,"

"bijak banget sih, biasanya gw yang ngomong panjang lebar kayak begini," Marsya terkaget-kaget memandang pantulan wajah Tari di depan cermin.

"biasa aja kali ah. gara-gara momen hari ini gw jadi makin bijak." Tari tersenyum berseri-seri.

"yup. dandanan udah siap, baju oke. gih ketemu Ferdi, dia udah gak sabar mau ngucapin ijab kabul,"

Tari tersenyum. bersyukur dalam hati salah satunya karena memiliki orang yang sangat menyayanginya dan juga teman yang selalu setia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq

cumlaude dan IPK tertinggi

mimpi mimi apa?